Edukasi Pakan Fermentasi dan Bank Kompos, Mahasiswa KKN UNS 229 Hadirkan Solusi untuk Petani-Peternak Kedungpadang

Mahasiswa KKN UNS 229 bersama warga Desa Kedungpadang tengah mempraktikkan pembuatan pakan ternak fermentasi dengan memanfaatkan bahan hijauan lokal, sebagai upaya mendukung kemandirian peternak di musim kemarau. (doc. KKN UNS 299)
Mahasiswa KKN UNS 229 bersama warga Desa Kedungpadang tengah mempraktikkan pembuatan pakan ternak fermentasi dengan memanfaatkan bahan hijauan lokal, sebagai upaya mendukung kemandirian peternak di musim kemarau. (doc. KKN UNS 299)

Kedungpadang, Krajan.id – Desa Kedungpadang, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, dikenal sebagai desa dengan potensi pertanian dan peternakan yang melimpah. Sebagian besar masyarakatnya hidup dari sawah, ladang, serta beternak sapi, kambing, dan unggas. Potensi ini sejatinya menjadi modal besar untuk meningkatkan kesejahteraan warga, namun di lapangan masih banyak kendala yang harus dihadapi.

Peternak kerap kesulitan mendapatkan pakan bergizi, khususnya di musim kemarau ketika rumput hijau sulit dijumpai. Di sisi lain, petani masih bergantung pada pupuk dan pestisida kimia yang harganya mahal dan berisiko merusak kesuburan tanah.

Bacaan Lainnya

Permasalahan ini mendorong mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Kelompok 229 untuk hadir dengan solusi konkret yang sesuai kebutuhan warga.

Program yang diusung bertajuk “Edukasi dan Workshop Pakan Ternak Fermentasi serta Bank Kompos Desa dengan Pembuatan Pestisida Nabati.” Melalui kegiatan ini, masyarakat tidak hanya menerima wawasan baru, tetapi juga terlibat langsung dalam praktik membuat pakan fermentasi, pupuk kompos, dan pestisida nabati berbahan sederhana yang tersedia di sekitar mereka.

Seorang warga Desa Kedungpadang didampingi mahasiswa KKN UNS 229 mengolah kotoran ternak menjadi pupuk kompos, bagian dari program Bank Kompos Desa untuk mendukung pertanian ramah lingkungan. (doc. KKN UNS 299)
Seorang warga Desa Kedungpadang didampingi mahasiswa KKN UNS 229 mengolah kotoran ternak menjadi pupuk kompos, bagian dari program Bank Kompos Desa untuk mendukung pertanian ramah lingkungan. (doc. KKN UNS 299)

Kelompok KKN 229 terdiri dari mahasiswa lintas jurusan, mulai dari teknik, hukum, pertanian, hingga pendidikan. Latar belakang yang beragam ini membuat program mereka tidak hanya menyentuh aspek teknis, tetapi juga sisi ekonomi, keberlanjutan, dan pemberdayaan masyarakat.

Kegiatan ini juga mendapat dukungan penuh dari Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Rejoso. Para penyuluh berpengalaman hadir memberikan materi dan mendampingi praktik. Kehadiran mereka semakin meyakinkan warga bahwa ilmu yang disampaikan benar-benar bisa diterapkan sesuai kondisi lapangan.

Sesi pertama workshop berfokus pada pembuatan pakan ternak fermentasi atau silase. Mahasiswa bersama penyuluh menjelaskan bahwa metode ini efektif untuk mengatasi kelangkaan pakan di musim kering. Rumput gajah atau tebon jagung yang biasanya cepat rusak bisa diolah agar lebih tahan lama dan bergizi.

Cairan hasil fermentasi bahan alami yang dibuat mahasiswa KKN UNS 229 bersama warga Desa Kedungpadang sebagai pestisida nabati ramah lingkungan untuk mengendalikan hama pertanian. (doc. KKN UNS 299)
Cairan hasil fermentasi bahan alami yang dibuat mahasiswa KKN UNS 229 bersama warga Desa Kedungpadang sebagai pestisida nabati ramah lingkungan untuk mengendalikan hama pertanian. (doc. KKN UNS 299)

Prosesnya sederhana. Hijauan dicacah kecil, lalu dicampur dengan dedak, tetes tebu, dan larutan EM4. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam drum atau plastik silase, dipadatkan hingga minim rongga udara, lalu ditutup rapat. Setelah disimpan 2–4 minggu, hasilnya berupa pakan beraroma khas fermentasi, teksturnya lembut, dan kandungan nutrisinya lebih baik dibanding pakan segar.

Workshop berlangsung interaktif. Warga mencoba langsung mencacah rumput, mengaduk campuran, hingga menutup drum. Bagi banyak peternak, metode ini benar-benar pengetahuan baru. “Kalau bisa bikin sendiri, tentu lebih hemat daripada beli pakan pabrikan,” ungkap seorang warga peserta workshop.

Materi berikutnya adalah pengenalan Bank Kompos Desa. Mahasiswa menjelaskan bahwa limbah organik seperti kotoran ternak sering dibiarkan menumpuk atau dibakar. Padahal, limbah itu bisa diubah menjadi pupuk organik bernilai ekonomi.

Pembuatan kompos dilakukan dengan menumpuk kotoran sapi, lalu diberi campuran larutan EM4, tetes tebu, serta dedaunan, abu, dan kapur dolomit. Tumpukan ditutup terpal agar terlindung dari hujan dan panas, lalu dibalik setiap minggu untuk menjaga sirkulasi udara. Dalam waktu sekitar sebulan, limbah berubah menjadi kompos berwarna cokelat kehitaman dengan tekstur halus dan beraroma tanah.

Dengan adanya Bank Kompos, petani memperoleh pupuk murah dan ramah lingkungan, sekaligus membuat desa lebih bersih. Ke depan, jika produksi melimpah, Bank Kompos bisa menjadi sumber usaha baru dan peluang ekonomi bagi warga.

Program terakhir adalah pembuatan pestisida nabati. Selama ini, sebagian besar petani di Kedungpadang mengandalkan pestisida kimia. Penggunaan jangka panjang terbukti menurunkan kualitas tanah dan berbahaya bagi kesehatan.

Mahasiswa mengenalkan pestisida nabati dari campuran bahan sederhana: labu siam, bawang putih, kecambah, tembakau, lidah buaya, hingga buah bintaro. Semua bahan dihaluskan, lalu difermentasi dengan EM4, tetes tebu, dan air selama 3–5 hari. Cairan yang dihasilkan siap digunakan dengan dosis tertentu.

Mahasiswa KKN UNS 229 berfoto bersama perangkat desa dan warga Kedungpadang usai kegiatan edukasi pakan fermentasi, bank kompos, dan pestisida nabati sebagai upaya mewujudkan kemandirian pangan dan ekonomi desa. (doc. KKN UNS 299)
Mahasiswa KKN UNS 229 berfoto bersama perangkat desa dan warga Kedungpadang usai kegiatan edukasi pakan fermentasi, bank kompos, dan pestisida nabati sebagai upaya mewujudkan kemandirian pangan dan ekonomi desa. (doc. KKN UNS 299)

Pestisida ini efektif mengendalikan hama dengan cara mengganggu siklus hidupnya tanpa meninggalkan residu kimia. Hasil panen tetap sehat, tanah tetap subur, dan biaya produksi lebih ringan.

Sepanjang kegiatan, suasana begitu hidup. Warga antusias mengikuti penjelasan, praktik, hingga sesi tanya jawab. “Dengan pelatihan ini, kami jadi tahu cara memanfaatkan limbah dan bikin pakan sendiri,” kata salah satu peserta, menegaskan manfaat yang dirasakan langsung.

Hasil program ini nyata:

  • Peternak kini memiliki keterampilan membuat pakan fermentasi yang tahan lama.
  • Petani memahami cara mengolah limbah organik menjadi kompos berkualitas.
  • Pestisida nabati menjadi alternatif murah dan ramah lingkungan.

Selain itu, kolaborasi dengan BPP Rejoso memberi jaminan lebih bahwa metode ini bisa diterapkan secara berkelanjutan.

Program KKN UNS 229 bukan hanya solusi sesaat, melainkan langkah menuju perubahan jangka panjang. Desa Kedungpadang diharapkan mampu mandiri dalam mengelola pertanian dan peternakan secara berkelanjutan.

“Semoga masyarakat terus melanjutkan praktik yang sudah dipelajari. Kalau dilakukan bersama-sama, desa ini bisa menjadi contoh desa mandiri pangan dan ramah lingkungan,” ungkap perwakilan mahasiswa KKN 229.

Dengan semangat inovasi, kolaborasi, dan pemberdayaan, inisiatif sederhana ini membuktikan bahwa sumber daya lokal dapat menjadi solusi besar. Kehadiran mahasiswa bersama masyarakat telah membuka jalan menuju pertanian sehat, ekonomi yang lebih hemat, dan lingkungan yang lebih lestari.

Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *