Fiqih Murabahah: Konsep, Hukum, dan Implementasinya dalam Ekonomi Syariah

Ilustrasi foto. (Freepik/freepik)
Ilustrasi foto. (Freepik/freepik)

Dalam dunia ekonomi syariah, akad murabahah menjadi salah satu instrumen yang paling populer dan sering digunakan, khususnya di lembaga keuangan syariah seperti bank dan koperasi. Murabahah adalah bentuk akad jual beli di mana penjual menginformasikan harga pokok barang secara transparan dan menambahkan margin keuntungan yang telah disepakati dengan pembeli.

Pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun cicilan. Akad ini diyakini sebagai alternatif pembiayaan tanpa riba, dan menjadi jawaban atas kebutuhan transaksi yang sesuai syariat Islam di era modern.

Bacaan Lainnya

Konsep Dasar Fiqih Murabahah

Secara istilah, murabahah berarti penjualan barang dengan menyebutkan harga perolehan dan keuntungan yang ditambahkan secara jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam fiqih muamalah, akad ini diperbolehkan selama memenuhi beberapa syarat utama, seperti:

  • Penjual harus memiliki barang secara penuh sebelum dijual kembali.
  • Harus ada transparansi terkait biaya pokok dan margin keuntungan.
  • Kepemilikan dan risiko atas barang harus terlebih dahulu berpindah kepada penjual.

Dengan kata lain, murabahah tidak hanya bicara soal harga, tetapi juga kejelasan dan kejujuran dalam proses jual beli.

Hukum dan Landasan Syariah

Murabahah diperbolehkan menurut mayoritas ulama, selama tidak mengandung unsur riba dan ketidakjelasan (gharar). Landasan hukumnya dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, hadis Nabi, serta ijma’ ulama.

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)

Selain itu, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.”
(HR. Tirmidzi)

Untuk menjaga pelaksanaan akad tetap sesuai syariah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan fatwa-fatwa seperti No. 04/2000 untuk murabahah umum, serta No. 77/2010 khusus untuk transaksi emas tidak tunai. Fatwa-fatwa ini menekankan pentingnya kepemilikan, peralihan hak, serta ketepatan akad yang digunakan, termasuk penggunaan akad tambahan seperti wakalah (kuasa membeli).

Model Implementasi di Perbankan Syariah

Dalam praktiknya, ada beberapa model implementasi akad murabahah di lembaga keuangan:

  1. Murabahah murni, yaitu bank membeli dan menguasai barang terlebih dahulu, baru kemudian menjualnya ke nasabah.
  2. Murabahah bil wakalah, di mana bank memberi kuasa kepada nasabah untuk membeli barang atas nama bank, kemudian bank menjualnya kembali.
  3. Hybrid/multi akad, perpaduan murabahah dan wakalah, model yang banyak diterapkan di Indonesia, meski kerap dikritik karena berpotensi melanggar prinsip jual beli murni.

Implementasi di Indonesia: Studi Kasus dan Tantangan

Beberapa studi kasus di Indonesia menunjukkan beragam pendekatan murabahah. Misalnya, Bank BJB Syariah dalam produk cicil emas sempat dikritik karena akad dilakukan sebelum bank benar-benar memiliki barang. Bank Syariah Mandiri menggunakan fatwa DSN secara ketat, namun tetap menjadikan emas sebagai jaminan, bukan sepenuhnya sebagai barang yang dimiliki nasabah. BPRS Artha Fi dan BRI Syariah juga menunjukkan kepatuhan sebagian, namun menghadapi tantangan dalam hal margin dan kepemilikan.

Masalah yang sering muncul antara lain:

MasalahDampakSolusi
Akad dobel (murabahah + wakalah)Barang belum milik bank → pelanggaran syaratTingkatkan edukasi & penegakan fatwa; audit internal
Kurangnya transparansi marginNasabah tidak mengetahui komposisi biayaWajibkan pengungkapan jelas sesuai prinsip fiqih dan DSN
Literasi keuangan rendahTidak sadari hak & syarat akadKampanye edukasi masif ke masyarakat

Rekomendasi Penguatan Implementasi

Untuk memperkuat praktik murabahah sesuai prinsip fiqih, beberapa hal penting yang perlu dilakukan antara lain:

  1. Penegakan prinsip kepemilikan, yaitu memastikan bank benar-benar membeli dan memiliki barang sebelum dijual kembali.
  2. Transparansi margin keuntungan, agar nasabah mengetahui dengan jelas komponen harga.
  3. Pengawasan intensif dari DSN MUI dan OJK untuk memastikan kepatuhan terhadap fatwa syariah.
  4. Peningkatan literasi masyarakat mengenai akad-akad syariah, termasuk hak dan kewajiban dalam transaksi murabahah.

Kesimpulan

Akad murabahah menawarkan alternatif pembiayaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, terutama sebagai solusi atas larangan riba. Namun dalam praktiknya, implementasi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal kepemilikan barang dan penggunaan multi-akad.

Untuk menjaga agar prinsip syariah tetap terjaga, diperlukan peran aktif dari lembaga pengawas, edukasi publik, serta komitmen lembaga keuangan dalam menerapkan akad sesuai fatwa dan nilai kejujuran Islam.


Referensi:

  • Teori fiqih & definisi murabahah (stai-binamadani.e-journal.id, jurnal.stainusantara.ac.id, jurnalistiqomah.org, en.wikipedia.org)
  • Fatwa DSN‑MUI on murabahah & emas (journal.staialmasthuriyah.ac.id)
  • Studi empiris kasus implementasi akad di berbagai lembaga
  • Model akad hybrid & tantangannya
  • Tantangan transparansi & literasi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *