Sejarah hukum internasional adalah cermin perjalanan panjang umat manusia dalam mencari keteraturan. Sejak peradaban awal, manusia telah memahami bahwa tanpa aturan, hidup berdampingan akan penuh dengan konflik.
Bahkan jauh sebelum istilah hukum internasional dikenal, praktik kesepakatan antarbangsa sudah ada. Misalnya, dalam sejarah Yunani kuno, masyarakat menerapkan gencatan senjata agar Olimpiade dapat berlangsung damai.
Sementara itu, bangsa Romawi memperkenalkan aturan mengenai perlakuan terhadap tahanan perang, menandakan bahwa di tengah perselisihan, nilai-nilai kemanusiaan tetap dijunjung tinggi.
Seiring dengan meningkatnya interaksi antarnegara, kebutuhan akan sistem aturan yang lebih terstruktur semakin terasa. Perdagangan antar lautan, diplomasi antarkerajaan, hingga perebutan wilayah menegaskan bahwa hubungan antarbangsa tidak mungkin berjalan tanpa kesepakatan bersama. Fondasi awal inilah yang kemudian berkembang menjadi hukum internasional modern.
Perubahan besar terjadi di abad ke-20 akibat tragedi global. Perang Dunia I dan II menelan jutaan korban jiwa, menghancurkan peradaban, dan hampir memadamkan harapan manusia terhadap perdamaian. Dari reruntuhan perang itulah lahir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945.
PBB hadir sebagai simbol lahirnya tatanan hukum internasional yang lebih formal. Piagam PBB, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta berbagai konvensi internasional disusun agar tragedi serupa tidak terulang.
Namun, perjalanan hukum internasional tidak selalu mulus. Ia kerap dikritik karena sangat bergantung pada komitmen negara. Banyak pelanggaran hukum internasional yang tidak diikuti sanksi tegas, terutama ketika dilakukan negara-negara besar dengan kekuatan politik dominan.
Meski begitu, hukum internasional tetap relevan. Ia bukan sekadar dokumen hukum, melainkan tolok ukur moral global yang memberi batasan tentang apa yang benar dan salah.
Dalam konteks Indonesia, hukum internasional memiliki arti strategis. Sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh aturan internasional, baik terkait perlindungan hak asasi manusia, penanganan kejahatan perang, isu lingkungan, hingga migrasi.
Penelitian Suci Mulyani Irfan (2023) menegaskan bahwa hukum internasional kini menjadi salah satu sumber hukum dalam sistem legislasi nasional. Dengan kata lain, perkembangan hukum global ikut membentuk sistem hukum di Indonesia.
Pandangan ini diperkuat oleh akademisi Syarifaatul Hidayah (2023) yang menekankan bahwa setiap negara wajib menghindari, menyelidiki, mengadili, dan menghukum pelanggaran hak asasi manusia di yurisdiksinya. Artinya, hukum internasional bukan sekadar norma eksternal, melainkan tanggung jawab nyata yang harus diinternalisasi negara dalam sistem domestik.
Hukum Internasional sebagai Jembatan Dunia
Bagi saya, hukum internasional adalah manifestasi aspirasi manusia untuk membangun konektivitas, bukan pemisahan. Ia menjembatani negara-negara dengan latar belakang, ideologi, dan kepentingan berbeda agar tetap bisa berkomunikasi dalam kerangka yang sama. Jembatan ini memang tidak selalu kokoh kadang retak saat menghadapi konflik besar tetapi tanpa jembatan itu, dunia akan tercerai-berai.
Hukum internasional juga berfungsi sebagai kontrol global. Tanpanya, negara bisa bertindak sesuka hati tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi komunitas internasional. Walaupun sering dilanggar, norma internasional tetap menciptakan batasan moral.
Sebagai contoh, meskipun pelanggaran hak asasi manusia masih terjadi, instrumen hukum internasional memastikan dunia memiliki standar bersama untuk mengevaluasi dan mengecam tindakan tersebut.
Di era globalisasi, tantangan hukum internasional semakin kompleks. Isu perubahan iklim menuntut kolaborasi global karena dampaknya lintas batas negara. Keamanan siber muncul sebagai masalah baru yang belum diatur secara rinci dalam kerangka hukum global.
Sementara itu, gelombang migrasi internasional melahirkan perdebatan mengenai kedaulatan negara dan perlindungan pengungsi. Semua ini menunjukkan bahwa hukum internasional harus adaptif terhadap dinamika zaman, bukan sekadar bertahan pada aturan lama.
Namun, yang perlu digarisbawahi adalah kekuatan hukum internasional tidak hanya terletak pada teks perjanjian. Ia juga bergantung pada kesediaan negara-negara untuk menerapkannya secara konsisten.
Tanpa komitmen politik, hukum internasional hanya akan menjadi dokumen formal tanpa makna nyata. Oleh karena itu, penting bagi negara, termasuk Indonesia, untuk tidak hanya menjadi pengamat, melainkan turut berperan aktif membangun sistem hukum global yang adil.
Refleksi untuk Indonesia
Indonesia memiliki posisi penting dalam perkembangan hukum internasional. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan peran strategis di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi aktor penting dalam pembentukan norma internasional.
Keterlibatan Indonesia dalam berbagai forum global, mulai dari ASEAN, G20, hingga keanggotaan tidak tetap di Dewan Keamanan PBB, adalah bukti bahwa hukum internasional menjadi instrumen diplomasi sekaligus sarana menjaga kepentingan nasional.
Menurut penelitian Desia Rakhma Banjarani dkk. (2023) dalam Fiat Justisia, urgensi regulasi kejahatan perang di Indonesia semakin mendesak agar sejalan dengan standar hukum internasional. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan hukum internasional tidak bisa hanya berhenti pada level wacana, tetapi harus diintegrasikan dalam hukum nasional. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya mematuhi kewajiban internasional, tetapi juga melindungi kepentingan rakyatnya sendiri.
Lebih jauh lagi, Siregar dkk. (2024) dalam Innovative Journal of Social Science Research menegaskan bahwa eksistensi hukum internasional dalam sistem hukum Indonesia semakin nyata. Ke depan, integrasi hukum internasional ke dalam hukum nasional harus dipandang sebagai upaya memperkuat kedaulatan hukum, bukan sebaliknya.
Penutup
Sejarah hukum internasional membuktikan bahwa aturan global lahir dari pengalaman nyata, bukan sekadar teori. Dari kesepakatan sederhana di masa kuno hingga kerangka hukum modern yang kompleks, hukum internasional adalah bukti bahwa manusia selalu mencari jalan untuk hidup berdampingan. Meski penerapannya penuh tantangan, ia tetap menjadi fondasi perdamaian, keadilan, dan perlindungan hak asasi manusia.
Bagi saya, hukum internasional bukan hanya warisan sejarah, melainkan pedoman etika menuju masa depan yang lebih harmonis. Setiap individu, bukan hanya negara, memiliki andil dalam menjaga agar hubungan global tetap kuat.
Hukum internasional menjadi pengingat bahwa di tengah perbedaan, selalu ada ruang untuk kesepakatan bersama. Harapannya, generasi mendatang tidak lagi mewarisi dunia yang dipenuhi konflik, melainkan dunia yang lebih damai dan berkelanjutan.
Tugas Mata Kuliah : Hukum Internasional
Dosen Pengampu : Bpk. Dr. Herdi Wisman Jaya S.Pd., M.Pd





