Kedaulatan Teritorial: Fondasi Identitas, Keamanan, dan Tanggung Jawab Negara di Era Globalisasi

Penulis Kedaulatan Teritorial: Fondasi Identitas, Keamanan, dan Tanggung Jawab Negara di Era Globalisasi - Muhammad Abdul Fattah Bashri
Penulis Kedaulatan Teritorial: Fondasi Identitas, Keamanan, dan Tanggung Jawab Negara di Era Globalisasi - Muhammad Abdul Fattah Bashri

Dalam dinamika hubungan internasional modern, isu kedaulatan teritorial menjadi semakin relevan dan kompleks. Ia bukan sekadar tentang siapa yang menguasai tanah, laut, dan udara, melainkan menyangkut legitimasi politik, identitas nasional, dan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.

Sejak masa pemikiran klasik seperti Jean Bodin dan Thomas Hobbes, konsep kedaulatan selalu menjadi dasar dari berdirinya sebuah negara. Namun, di era globalisasi saat ini, maknanya telah bergeser dari sekadar kontrol fisik menjadi pengelolaan yang melibatkan hukum, ekonomi, ekologi, hingga budaya.

Bacaan Lainnya

Kedaulatan teritorial atau territorial sovereignty pada dasarnya adalah hak mutlak suatu negara untuk mengatur, melindungi, dan menetapkan hukum di seluruh wilayahnya baik di darat, laut, maupun udara. Namun, realitas global yang ditandai oleh kemajuan teknologi, keterhubungan ekonomi internasional, dan ancaman lintas batas menjadikan konsep ini jauh lebih rumit.

Kedaulatan kini diuji bukan hanya oleh konflik antarnegara, tetapi juga oleh fenomena seperti pelanggaran ruang udara, eksploitasi sumber daya laut, migrasi ilegal, dan pencemaran lingkungan yang bersumber dari aktivitas asing di wilayah yurisdiksi nasional.

Sebagaimana disampaikan oleh Erlina (2022) dalam jurnal Al-Daulah, kedaulatan negara pantai kini juga mencakup tanggung jawab terhadap konservasi sumber daya laut, bukan semata urusan pertahanan.

Artinya, menjaga laut Indonesia bukan hanya soal menjaga batas teritorial, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekosistem yang menjadi sumber penghidupan masyarakat pesisir. Dalam konteks inilah, makna kedaulatan meluas: dari simbol kekuasaan menjadi instrumen perlindungan dan kesejahteraan rakyat.

Jean Bodin, dalam karyanya yang monumental pada abad ke-16, mendefinisikan kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi, absolut, dan berkelanjutan dalam suatu negara. Ia menegaskan bahwa negara harus mempertahankan kendali penuh tanpa campur tangan asing, karena intervensi dari luar hanya akan melemahkan struktur kedaulatan itu sendiri. Pemikiran Bodin ini menjadi dasar penting bagi konsep negara modern yang mandiri dan berdaulat.

Sementara itu, Thomas Hobbes dalam Leviathan menggambarkan negara sebagai entitas buatan manusia yang berfungsi melindungi rakyatnya dari kekacauan dan ancaman. Ia menulis bahwa “sovereignty is an artificial soul, the people’s safety its business.”

Bagi Hobbes, tujuan utama kedaulatan bukan sekadar kekuasaan, melainkan keamanan dan ketertiban sosial. Pandangan ini relevan hingga kini, terutama ketika negara menghadapi tantangan non-tradisional seperti kejahatan siber, terorisme lintas negara, dan perubahan iklim.

Dalam konteks Indonesia, kedaulatan teritorial memiliki makna yang sangat strategis. Dengan posisi geografis yang luas dari Sabang hingga Merauke tantangan menjaga batas wilayah darat, laut, dan udara bukan perkara sederhana.

Penegakan hukum di laut, misalnya, sering menghadapi persoalan serius. Seperti dikemukakan oleh Leatemia dan Wattimena (2022) dalam Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, masih banyak praktik illegal fishing yang merugikan negara dan mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia di perairan nasional.

Namun, kedaulatan tidak hanya soal kemampuan menegakkan hukum atau mempertahankan wilayah secara militer. Ia juga berkaitan dengan bagaimana negara melibatkan rakyatnya dalam proses pengelolaan wilayah.

Masyarakat adat, komunitas pesisir, dan warga perbatasan sering kali menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas negara. Oleh karena itu, kebijakan yang inklusif dan berbasis partisipasi publik menjadi penting agar kedaulatan tidak berhenti sebagai simbol, tetapi hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dalam hal ini, Puspitawati dkk. (2023) menyoroti perlunya reconstruction of state territorial management untuk memperkuat ketahanan nasional Indonesia. Artinya, pengelolaan wilayah tidak hanya harus efektif secara hukum, tetapi juga adaptif terhadap perubahan global. Negara harus mampu menyesuaikan sistemnya untuk menghadapi ancaman lintas batas, termasuk ancaman lingkungan.

Kedaulatan juga memiliki dimensi simbolik yang tak kalah penting. Seperti yang dijelaskan oleh Wicaksana (2016), kedaulatan mencerminkan nilai identitas dan kebanggaan nasional. Setiap pelanggaran atas wilayah suatu negara bukan hanya pelanggaran hukum internasional, tetapi juga luka terhadap harga diri bangsa.

Kasus Sipadan dan Ligitan, misalnya, sebagaimana dikaji oleh Nova (2020), menjadi pengingat bahwa lemahnya pengelolaan wilayah dapat berujung pada hilangnya bagian dari kedaulatan itu sendiri.

Di era globalisasi, negara tidak lagi bisa memaknai kedaulatan hanya dalam konteks eksklusif atau tertutup. Kedaulatan modern adalah kedaulatan yang adaptif dan bertanggung jawab (responsible sovereignty).

Artinya, negara tidak hanya memiliki hak untuk mengatur, tetapi juga kewajiban moral dan ekologis untuk menjaga kelestarian wilayahnya. Isu perubahan iklim, pencemaran lintas batas, dan degradasi lingkungan menuntut negara untuk lebih bertanggung jawab terhadap dampak kebijakannya di wilayah teritorial.

Dengan demikian, kedaulatan teritorial harus dipahami sebagai pilar multidimensi yang menyatukan aspek hukum, keamanan, kesejahteraan, dan lingkungan. Dalam dunia yang semakin saling terhubung, mempertahankan kedaulatan tidak cukup dengan senjata dan diplomasi saja, tetapi juga dengan keadilan sosial, keberlanjutan ekologi, serta solidaritas antara negara dan rakyatnya.

Kedaulatan sejati adalah ketika negara mampu menjaga wilayahnya tanpa menutup diri dari dunia luar, tetapi juga tidak tunduk pada tekanan global yang mengancam kepentingan nasional. Ia adalah keseimbangan antara identitas dan tanggung jawab antara kebanggaan dan keadilan, antara hak dan kewajiban terhadap rakyat dan dunia.

Tugas Mata Kuliah : Hukum Internasional
Dosen Pengampu : Bpk. Dr. Herdi Wisman Jaya S.Pd., M.Pd

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *