Kedekatan Instan di Era Digital: Meninjau Ulang Teori Penetrasi Sosial dalam Hubungan Online

Ilustrasi. (int)
Ilustrasi. (int)

Abstrak: Cara orang membangun dan menjaga hubungan interpersonal telah berubah sejak munculnya media sosial. Bahkan sebelum terjalin hubungan emosional yang mendalam, data pribadi sering dibagikan secara terbuka di platform online. Artikel ini membahas teori penetrasi sosial dalam komunikasi digital, khususnya tentang kedekatan instan yang muncul di media sosial dan aplikasi kencan. Tulisan ini menekankan adanya perbedaan antara kedalaman hubungan emosional yang sebenarnya dan keterbukaan informasi melalui pendekatan reflektif dan kajian pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses pengungkapan diri masih penting untuk membangun hubungan, tetapi pola dan kecepatan interaksi di era digital menantang asumsi dasar teori ini. Artikel ini menyarankan teori harus disesuaikan atau ditafsirkan sesuai dengan konteks komunikasi digital modern.

Kata Kunci: Teori Penetrasi Sosial, Media Sosial, Era Digital 

Bacaan Lainnya

Abstract: The way people build and maintain interpersonal relationships has changed since the advent of social media. Even before a deep emotional connection is established, personal data is often shared openly on online platforms. This article examines the theory of social penetration in digital communication, specifically the instant intimacy that occurs on social media and dating apps. It emphasizes the distinction between the depth of actual emotional connection and information disclosure through a reflective approach and literature review. The analysis shows that the process of self-disclosure is still important for building relationships, but the patterns and speed of interaction in the digital era challenge the basic assumptions of this theory. The article suggests that the theory should be adapted or interpreted according to the context of modern digital communication.

Keywords: Social Penetration Theory, Social Media, Digital Age

Pendahuluan

Salah satu aspek penting dari kehidupan manusia adalah hubungan interpersonal. Interpersonal merupakan komunikasi antara dua atau tiga orang. Teori Penetrasi Sosial, yang diciptakan oleh Irwin Altman seorang psikolog sosial kelahiran 16 Juli 1930 di New York yang merupakan dasar penting untuk memahami dinamika perkembangan hubungan tersebut.

Altman meraih gelar BA dari Universitas New York pada 1954 dan Ph.D dari Universitas Maryland pada 1957. Ia dikenal melalui kolaborasinya dengan Dalmas Taylor, asisten peneliti semasa pendidikan doktoralnya di University of Delaware.

Hubungan Taylor dan Altman menghasilkan karya monumental: Teori Penetrasi Sosial. Teori ini menjelaskan bahwa kedekatan antarindividu berkembang secara bertahap, dari pengungkapan informasi permukaan hingga mencapai inti pribadi. Namun, fenomena komunikasi digital yang kini kian populer menunjukkan pola interaksi yang berbeda.

Penggunaan media sosial kini memungkinkan orang membagikan hal-hal pribadi kepada publik tanpa melalui proses bertahap seperti dalam teori ini. Dalam teori tersebut, pengungkapan diri merupakan cara utama untuk mengembangkan hubungan yang dangkal menjadi hubungan intim. Meskipun demikian, pengungkapan ini juga dapat menyebabkan kerentanan.

Fenomena seperti oversharing di TikTok, curahan hati di Instagram, serta keterbukaan emosional di aplikasi kencan seperti Tinder dan Bumble menjadi sorotan. Apakah keterbukaan ini mencerminkan kedekatan emosional? Apakah Teori Penetrasi Sosial masih relevan untuk memahami hubungan interpersonal di era internet? Artikel ini membahasnya melalui pendekatan konseptual dan reflektif.

Metode

Metode kajian pustaka dan refleksi fenomenologis digunakan dalam pendekatan deskriptif kualitatif dalam penulisan artikel ini. Penulis memeriksa literatur yang berkaitan dengan Teori Penetrasi Sosial, studi komunikasi digital, dan fenomena sosial terbaru yang berkaitan dengan interaksi di media sosial.

Selanjutnya, melakukan analisis kritis terhadap kesesuaian dan keterbatasan teori dalam memahami dinamika hubungan yang terbentuk secara daring. Data yang digunakan berasal dari presentasi penelitian sebelumnya yang relevan serta observasi fenomena media sosial yang umum. 

Analisis Kritis

TikTok, salah satu platform media sosial paling populer saat ini, telah berkembang menjadi tempat ekspresi pribadi di mana banyak pengguna secara terbuka membagikan pengalaman pribadi mereka bahkan yang sangat pribadi kepada orang lain. “emotional dumping” adalah tren baru yang membagikan kisah patah hati, trauma, masalah kesehatan mental, atau cerita keluarga secara terbuka melalui video, lengkap dengan cerita emosional dan efek visual yang menarik simpati.

Beberapa video bahkan menjadi viral dan dilihat jutaan kali oleh pengguna yang tidak berhubungan pribadi dengan pembuat konten. Komentar warganet sering kali menunjukkan empati, tetapi juga bisa berisi kritik, cemoohan, atau hanya penasaran. Apakah kedekatan emosional yang dibentuk melalui interaksi seperti ini benarbenar ada atau hanya ilusi yang dibuat oleh algoritma dan paparan besar? 

Menurut teori penetrasi sosial, pengungkapan diri terjadi secara bertahap dan dua arah, mulai dari informasi yang lebih dangkal hingga informasi yang lebih pribadi. Pengungkapan diri dibangun atas dasar keyakinan dan keintiman yang tumbuh secara bertahap.

TikTok sering membiarkan pengguna melewatkan fase awal, yang mencakup sapaan, perkenalan, dan topik netral, sebelum mereka mulai menunjukkan sisi paling dalam diri mereka kepada audiens yang asing. Ini menghancurkan struktur hubungan interpersonal yang biasanya bertahap dan saling berinteraksi.

Meskipun informasi yang dibagikan sangat pribadi dan intim, kedalaman ini tidak menjamin terbentuknya hubungan yang juga intim dan timbal balik. Kedekatan yang muncul biasanya bersifat sepihak, atau intimasi satu arah, dan tidak didasarkan pada komitmen emosional. Sebaliknya, lebih berfokus pada tujuan performatif, seperti mencari validasi sosial atau keterhubungan instan.

Hasil dan Pembahasan

Hubungan interpersonal digambarkan dalam teori penetrasi sosial sebagai proses bertahap yang terdiri dari dua dimensi utama: keluasan dan kedalaman informasi yang diungkapkan. Teori ini masih sangat relevan untuk komunikasi langsung. Namun, pola interaksi di dunia maya berbeda. Tidak perlu memiliki hubungan intim untuk mendapatkan informasi yang dalam.

Fenomena seperti curhat publik, cerita pribadi di konten viral, dan pengakuan trauma masa lalu yang dibagikan kepada ribuan pengikut menunjukkan hal ini. Ini menimbulkan paradoks: keterbukaan yang luar biasa tidak selalu berkorelasi dengan kedekatan emosi yang kuat.

Sebagai contoh, orang yang memulai hubungan romantis melalui aplikasi kencan dapat langsung membahas masalah sensitif seperti trauma keluarga atau masalah kesehatan mental. Hubungan tanpa ikatan emosional tetap dapat berakhir dengan cepat. Ini menunjukkan bahwa dalam hubungan online, proses “pengupasan lapisan diri” sering kali melewati fase-fase yang seharusnya bertahap.

Sebaliknya, komunikasi yang intens dan terus menerus masih dapat membentuk kepercayaan dalam hubungan online. Namun, durasi, komitmen, dan konteks tetap penting. Dalam situasi di mana keterbukaan terjadi tanpa keterlibatan emosional yang sejajar, teori penetrasi sosial tidak memberikan perhatian khusus.

Oleh karena itu, meskipun prinsip dasar teori ini masih valid, bahwa keterbukaan diri merupakan fondasi hubungan, struktur linier yang diajukan oleh Altman dan Taylor tampaknya tidak sepenuhnya sesuai dengan pola hubungan modern yang lebih kompleks dan cepat. Oleh karena itu, diperlukan perluasan teori dengan mempertimbangkan fitur komunikasi digital seperti anonimitas, aksesibilitas informasi, dan kurasi identitas.

Kesimpulan

Meskipun teori penetrasi sosial masih penting untuk memahami hubungan interpersonal, implementasinya sulit di komunikasi digital. Keterbukaan informasi tidak selalu berarti empati atau kedekatan emosional. Hubungan digital sering melewati proses bertahap yang digambarkan oleh teori ini, menghasilkan pendekatan yang semu.

Akibatnya, sangat penting bagi para peneliti untuk memahami teori ini dengan mempertimbangkan dinamika baru yang muncul dalam interaksi online. Salah satu cara untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang relasi digital adalah dengan menggabungkan teori ini dengan kerangka lain, seperti teori manajemen privasi komunikasi (Communication Privacy Management Theory) atau teori presentasi diri (Self-Presentation Theory). Untuk memastikan bahwa hubungan yang dibangun di internet memiliki makna emosional dan tampak dekat dalam kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk mengetahui batas-batas pengungkapan diri secara online.


Referensi

  • Miftajanna, S., & Irwansyah, I, (2022). The Meaning of Online Dating through Social Penetration Theory. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, 6(2), 242–248. Analisis proses self-disclosure dalam aplikasi kencan online di Indonesia.
  • Syawal, M. S., et al, (2024). Application of Social Penetration Theory to the Development of
  • Romantic Relationships Through Social Media. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(3), 32520–32534.  Penerapan Teori Penetrasi Sosial untuk mempelajari perkembangan romantic relationship lewat media sosial.
  • Putri Widya Sari, (2023). Self-Disclosure Interaction in Online Networks in Social Penetration Theory. Jurnal Common, 7(1), 13–21. Telaah literatur tentang kedalaman dan keluasan pengungkapan diri dalam jaringan daring.
  • Budiono, B, (2020). Penerapan Teori Penetrasi Sosial dalam Komunikasi Virtual (Studi Kasus Komunitas Penggemar BTS). Briliant: Jurnal Riset dan Konseptual, 9(3). Studi kasus komunitas fanbase K-Pop yang menerapkan teori dalam komunikasi virtual mereka.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *