Kesetaraan Gender dalam Lingkungan Keluarga dan Masyarakat

Ilustrasi/resorcio.com
Ilustrasi/resorcio.com

Kesetaraan gender adalah konsep sosial yang merujuk pada kesamaan peran, tanggung jawab, dan peluang yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Hal ini penting untuk menciptakan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, sekaligus mengacu pada hak asasi manusia, di mana setiap individu berhak hidup dengan martabat, termasuk bebas dari diskriminasi berbasis gender.

Dalam keluarga, kesetaraan gender sangat diperlukan untuk memastikan pembagian peran yang adil tanpa diskriminasi. Selain itu, dalam masyarakat, kesetaraan gender memberi hak dan ruang bagi setiap orang untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas, baik di bidang sosial, ekonomi, maupun politik.

Bacaan Lainnya

Kesetaraan gender bukan hanya sekadar masalah keadilan, tetapi juga merupakan kunci untuk membangun masyarakat yang lebih kuat dan berdaya. Dengan memastikan setiap individu, tanpa memandang gender, memperoleh akses yang setara dalam pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah.

“Kesetaraan gender adalah masalah yang nyata dan serius. Perempuan memiliki potensi yang sangat besar, namun masih banyak ketimpangan dalam berbagai bidang. Ketimpangan ini muncul dari kurangnya dukungan, akses, dan kesempatan yang menghalangi kontribusi perempuan untuk menjadi optimal. Salah satu dampaknya, jumlah angkatan kerja perempuan lebih rendah 25% dibandingkan laki-laki,” ungkap Maudy Ayunda, juru bicara presidensi G20, yang mengomentari perjuangan kaum perempuan dalam melawan ketidaksetaraan dalam berbagai bidang.

Menurut saya, kesetaraan gender itu penting karena dengan memahaminya, kita dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan setara. Kesetaraan ini memastikan bahwa semua individu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan politik.

Oleh karena itu, kesetaraan gender membantu menghilangkan diskriminasi dan pandangan bahwa “lelaki lebih kuat daripada perempuan” atau “perempuan lebih cocok menjadi ibu rumah tangga”. Prasangka-prasangka seperti itu justru membatasi potensi perempuan dan memperkuat dominasi laki-laki.

Kita pasti tahu tentang tokoh inspiratif yang memperjuangkan emansipasi wanita Indonesia, yakni Kartini. Beliau memperjuangkan kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki, khususnya dalam pendidikan.

Kartini menginspirasi kita untuk memperjuangkan keadilan sosial dan menekankan pentingnya pendidikan sebagai kunci kemajuan. Beliau juga menunjukkan keberanian dalam menghadapi tantangan sosial dan budaya, serta menginspirasi kita untuk menjadi lebih berani dan percaya diri, terutama perempuan.

Bagi saya, kesetaraan gender adalah perjuangan kita untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, yaitu kebebasan untuk memilih hidup sendiri, memimpin hidup sendiri, dan diberdayakan. Pemikiran ini mengajak kita untuk menyadari bahwa kita tidak tergantung pada siapapun.

Kita harus memperjuangkan hak untuk memperoleh pendidikan setinggi mungkin dan mewujudkan impian serta cita-cita kita. Dalam agama pun, hak perempuan setara dengan laki-laki. Dalam QS. An-Nahl ayat 97 disebutkan bahwa tanggung jawab hidup bagi perempuan dan laki-laki itu sama.

Baca Juga: Budaya Pacaran Orang Barat Menghambat Pendidikan di Indonesia

Nabi Muhammad SAW pun dalam hadistnya menyatakan bahwa “pendidikan bagi perempuan bukan hanya hak, tetapi juga kewajiban yang sama seperti laki-laki.” Oleh karena itu, kita harus memperjuangkan hak dan kewajiban tersebut.

Gender merupakan sifat yang mempengaruhi peran, posisi, dan fungsi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Sifat ini bisa berubah-ubah dan tidak selalu tetap, karena peran gender dapat berbeda di setiap tempat dan budaya.

Masyarakat kita cenderung menganut budaya patriarki, yang menempatkan laki-laki di posisi utama. Budaya ini diwariskan secara turun-temurun, yang mengajarkan bahwa laki-laki harus menjadi pemimpin, bekerja, dan menafkahi keluarga, sementara perempuan dianggap hanya cocok di rumah, mengurus anak, dan pekerjaan rumah tangga. Jika peran ini dipaksakan, maka ketidakadilan gender terjadi.

Saat ini, tidak semua laki-laki siap menjadi pemimpin rumah tangga, sementara banyak perempuan yang justru siap menjadi kepala rumah tangga dan menghidupi keluarganya. Namun, hal ini masih dianggap tabu dalam masyarakat kita karena pengaruh budaya patriarki.

Baca Juga: Analisis Pengaruh Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran Sastra untuk Meningkatkan Minat Baca

Bahkan, banyak perempuan yang menyuarakan kesetaraan gender dan menentang pemikiran patriarki, tetapi masih enggan bekerja keras, beralasan sebagai perempuan. Contohnya, ketika mereka naik transportasi umum dan kursi penuh, mereka meminta laki-laki untuk memberikan tempat duduknya.

Ini adalah bentuk pemikiran patriarki yang masih mengakar dalam masyarakat kita, di mana perempuan dianggap harus selalu tunduk pada laki-laki dan laki-laki harus selalu melindungi perempuan. Dalam pandangan ini, perempuan dianggap sebagai kelas dua, sementara laki-laki harus selalu kuat dan melindungi.

Dengan demikian, penting bagi kita untuk mengubah paradigma ini agar kesetaraan gender dapat terwujud dalam keluarga dan masyarakat. Hanya dengan mengedepankan keadilan gender, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan harmonis.


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *