KH. Bahauddin Nur Salim: Ulama Tafsir yang Merangkul Zaman dengan Kesantunan

Potret Gus Baha. (Instagram/@ulama nusantara)
Potret Gus Baha. (Instagram/@ulama nusantara)

Nama KH. Bahauddin Nur Salim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, tentu tak asing lagi di telinga umat Islam Indonesia. Sosoknya yang bersahaja namun sarat ilmu menjadikannya salah satu ulama yang paling dikagumi saat ini.

Kepopulerannya bahkan merambah ke berbagai platform media sosial, menjangkau kalangan muda yang haus akan ilmu agama yang menyejukkan dan kontekstual.

Bacaan Lainnya

Kecintaan masyarakat terhadap Gus Baha yang sering kali disebut sebagai muhibbin, tidak lepas dari gaya penyampaiannya yang unik. Ia dikenal mampu menjelaskan tafsir Al-Qur’an secara mendalam namun ringan dipahami, bahkan oleh masyarakat awam.

Dalam berbagai majelisnya, Gus Baha tidak hanya menampilkan kecakapan intelektual, tetapi juga kesantunan, keluwesan, dan kedalaman spiritual yang menyentuh hati pendengarnya.

Lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 20 Juni 1973, Gus Baha tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Ayahnya, KH. Nur Salim, adalah seorang ulama kharismatik yang turut berperan besar dalam membentuk karakter keilmuan dan spiritual Gus Baha.

Nama lengkapnya sebenarnya adalah Bahauddin; sementara “Nur Salim” merupakan nama ayah beliau yang kemudian disematkan dalam penulisan nama lengkapnya.

Sejak kecil, Gus Baha sudah akrab dengan kitab-kitab klasik dan ilmu-ilmu dasar Islam seperti fikih, tafsir, dan hadits. Lingkungan pesantren yang menjadi tempat tumbuh kembangnya menjadi fondasi kuat dalam pembentukan cara pandang keagamaannya yang mendalam namun inklusif.

Pendidikan formalnya dilalui di berbagai pesantren ternama di Indonesia. Di sanalah beliau mempelajari berbagai cabang keilmuan Islam secara intensif. Kehausannya terhadap ilmu pengetahuan membawanya melanjutkan studi ke beberapa negara Timur Tengah, di mana ia berguru langsung kepada para ulama besar.

Pendekatan keilmuan yang diperolehnya di luar negeri tidak hanya memperluas wawasan, tetapi juga memperkaya cara pandangnya dalam memahami teks-teks keagamaan secara kontekstual.

Apa yang membedakan Gus Baha dari banyak ulama lainnya adalah kemampuannya menjembatani antara nilai-nilai tradisi dan realitas kekinian. Ia tak segan mengangkat tema-tema kontemporer, bahkan merespons isu-isu sosial dan keumatan dengan narasi yang menenangkan serta jauh dari polarisasi. Pesan-pesan dakwahnya tidak menggurui, tetapi justru merangkul dan memanusiakan.

Selain dikenal sebagai ahli tafsir, Gus Baha juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA di Narukan, Rembang.

Di sinilah beliau mengabdikan dirinya untuk mendidik generasi muda yang cinta Al-Qur’an. Meski jadwalnya padat dengan undangan ceramah dan kajian, Gus Baha tetap konsisten menjaga waktu untuk membimbing para santri dengan kesabaran dan keikhlasan.

Karya-karya dan ceramah Gus Baha tersebar luas melalui kanal YouTube dan media digital lainnya. Banyak di antara rekaman kajiannya yang viral karena dinilai relevan dengan persoalan hidup sehari-hari. Kehadirannya di ruang publik digital memberi warna baru dalam dakwah Islam yang teduh dan mencerdaskan.

Dalam berbagai kesempatan, Gus Baha selalu menekankan pentingnya mempelajari Islam secara utuh, tidak parsial, dan tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Ia juga mengingatkan pentingnya menjunjung akhlak dan adab dalam mencari ilmu, serta tidak memisahkan ilmu dari cinta kepada sesama.

Keteladanan Gus Baha tidak hanya terletak pada ilmunya, tetapi juga pada keseharian hidupnya yang sangat sederhana. Ia menjadi bukti bahwa kemuliaan seorang ulama tidak selalu ditentukan oleh gelar atau atribut, melainkan oleh konsistensinya dalam menjaga ilmu dan menyebarkannya dengan kasih sayang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *