Desa Banjarejo, Krajan.id – Keterbatasan lahan pertanian dan tingginya harga pupuk kimia menjadi tantangan serius bagi masyarakat pedesaan di Indonesia. Melihat kondisi tersebut, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Sebelas Maret (UNS) kelompok 227 berinisiatif menghadirkan solusi inovatif melalui program pembuatan instalasi hidroponik rakit apung dan pupuk organik cair berbahan limbah rumah tangga di Desa Banjarejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Kegiatan yang dilaksanakan pada Minggu (20/07/2025) dan Jumat (25/07/2025) ini melibatkan ibu-ibu PKK Desa Banjarejo sebagai peserta utama. Melalui rangkaian sosialisasi, demonstrasi, hingga praktik langsung, tim KKN berharap masyarakat dapat memanfaatkan pekarangan sempit untuk budidaya sayuran sekaligus mengolah limbah rumah tangga menjadi pupuk organik cair (POC).
Perubahan pola penggunaan lahan akibat pertumbuhan penduduk membuat masyarakat desa semakin sulit memperoleh lahan luas untuk bercocok tanam. Di sisi lain, ketergantungan pada pupuk kimia kian menimbulkan masalah baru, mulai dari harga yang terus naik hingga dampak lingkungan yang merugikan.
Melalui program ini, tim KKN UNS 227 memperkenalkan dua solusi sekaligus. Pertama, pemanfaatan sistem hidroponik rakit apung sebagai alternatif bercocok tanam di lahan terbatas. Kedua, pembuatan pupuk organik cair dari limbah rumah tangga untuk menggantikan pupuk kimia.
“Pelatihan ini kami lakukan karena ketersediaan pupuk kimia semakin menipis dan harganya kian mahal. Dengan memanfaatkan limbah rumah tangga, masyarakat dapat membuat pupuk organik cair yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga bisa digunakan sebagai pengganti nutrisi AB mix pada sistem hidroponik,” jelas Novia, penanggung jawab kegiatan KKN UNS 227.
Kegiatan dimulai dengan pemaparan materi mengenai manfaat hidroponik serta pentingnya mengolah limbah rumah tangga. Setelah sesi diskusi, peserta diajak mengikuti praktik pembuatan POC dengan bahan sederhana, seperti kulit bawang putih, bawang merah, bawang bombay, air cucian beras, dan tambahan EM4. Bahan-bahan tersebut diolah dengan cara dicampur, dimasukkan ke dalam ember, kemudian ditutup untuk proses fermentasi.
Sementara itu, untuk pembuatan instalasi hidroponik rakit apung, tim KKN menyediakan perlengkapan berupa bak dan tutup hidroponik, netpot, sumbu, rockwool, AB mix, hingga alat ukur TDS. Peserta diajarkan teknik menyemai benih sayuran pada rockwool, merakit instalasi rakit apung, serta memberikan nutrisi yang sesuai.
Meski berjalan lancar, tim mengakui adanya tantangan di lapangan. Minimnya pengetahuan awal warga membuat sebagian peserta membutuhkan penjelasan lebih rinci dan pendampingan intensif. Proses pelatihan pun memakan waktu lebih panjang dari rencana semula. Namun, interaksi yang intensif justru memberi kesempatan lebih banyak bagi warga untuk bertanya dan mencoba langsung.
Ibu-ibu PKK Desa Banjarejo menyambut program ini dengan antusias. Mereka merasa mendapatkan ilmu baru yang bisa langsung dipraktikkan di rumah masing-masing. Beberapa peserta bahkan menyampaikan rencana untuk mengembangkan instalasi hidroponik secara mandiri serta mengajak tetangga mereka ikut memanfaatkan limbah rumah tangga.
“Kami senang sekali, karena sekarang tahu cara membuat pupuk sendiri dan menanam sayuran dengan hidroponik. Jadi, tidak harus selalu membeli pupuk kimia yang mahal. Sayur pun bisa dipetik langsung dari pekarangan,” ungkap salah seorang peserta.

Program ini dinilai membawa solusi nyata di tengah keterbatasan lahan dan tingginya biaya pertanian. Selain membantu kemandirian pangan keluarga, kegiatan ini juga mendukung pola hidup sehat dan ramah lingkungan.
Tim KKN UNS 227 berharap kegiatan ini tidak hanya berhenti pada tahap sosialisasi, melainkan dapat terus dikembangkan oleh masyarakat bersama pemerintah desa maupun kelompok PKK. Dengan adanya pendampingan berkelanjutan, Desa Banjarejo diharapkan mampu menjadi contoh desa yang mandiri dalam ketahanan pangan serta peduli lingkungan.
“Kami ingin agar masyarakat menjadikan hidroponik dan pembuatan pupuk organik cair ini sebagai kebiasaan baru. Jika terus dikembangkan, Desa Banjarejo bisa menjadi desa percontohan yang sehat, ramah lingkungan, sekaligus mandiri secara pangan,” pungkas Novia.
Inovasi yang diperkenalkan oleh mahasiswa KKN UNS 227 ini selaras dengan isu ketahanan pangan nasional. Di tengah tantangan global, seperti perubahan iklim dan berkurangnya lahan produktif, masyarakat dituntut lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.
Melalui hidroponik dan pupuk organik cair, warga dapat mengurangi ketergantungan pada pasar serta menjaga keberlanjutan lingkungan. Selain itu, potensi pengembangan usaha kecil berbasis hidroponik juga terbuka, sehingga bisa menambah penghasilan keluarga.
Program KKN ini membuktikan bahwa inovasi sederhana dengan memanfaatkan sumber daya lokal mampu memberi dampak besar. Jika terus diperluas, bukan tidak mungkin Desa Banjarejo menjadi inspirasi bagi desa lain dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.





