Generasi Z, yang lahir antara 1997 hingga 2012, kerap dihadapkan pada stereotip sebagai generasi yang “pemalas.” Pandangan ini muncul dari perbedaan pendekatan mereka dalam bekerja dan belajar, terutama di tengah perkembangan teknologi digital yang pesat.
Namun, apakah benar mahasiswa Gen Z dapat dianggap pemalas, atau justru mereka adalah generasi pekerja cerdas yang mampu memanfaatkan teknologi secara maksimal?
Mahasiswa Gen Z tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan teknologi canggih. Mereka terbiasa menggunakan berbagai platform digital untuk menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan efisien. Mulai dari aplikasi e-learning hingga perangkat berbasis kecerdasan buatan (AI), teknologi telah menjadi alat utama mereka dalam mencapai tujuan.
Cara ini sering dianggap terlalu praktis oleh generasi sebelumnya yang lebih mengandalkan metode kerja tradisional. Namun, pendekatan mahasiswa Gen Z sebenarnya menunjukkan kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan perubahan zaman dan memanfaatkan teknologi secara optimal.
Alih-alih menilai mereka sebagai “pemalas,” sebuah survei yang dilakukan oleh UPN News pada Juli 2024 terhadap 100 mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) justru menunjukkan fakta sebaliknya.
Sebanyak 58% responden menyatakan bahwa mereka memanfaatkan liburan semester untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman. Aktivitas yang mereka pilih meliputi mengikuti kursus online, menjalani program magang, atau mengembangkan proyek kreatif.
Baca Juga: Kualitas Pendidikan di Daerah Pedesaan: Tantangan dan Solusi
Temuan ini menunjukkan kesadaran tinggi mahasiswa Gen Z untuk menggunakan waktu luang secara produktif. Mereka tidak hanya berfokus pada kehidupan akademik, tetapi juga pada pengembangan diri yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
Meski demikian, mahasiswa Gen Z menghadapi tantangan yang tidak ringan, di antaranya:
Tekanan Sosial dan Akademik Mahasiswa Gen Z dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi untuk menguasai keterampilan teknis dan soft skills agar dapat bersaing di dunia kerja. Tekanan ini dapat memengaruhi kehidupan akademik dan keseharian mereka.
Kesehatan Mental Kesadaran mahasiswa Gen Z terhadap isu kesehatan mental lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Namun, tuntutan akademik dan ekspektasi sosial sering memicu stres, kecemasan, bahkan depresi.
Perubahan Paradigma Kerja Gen Z cenderung memprioritaskan efisiensi dan keseimbangan hidup, dibandingkan pola kerja keras yang sering dijadikan patokan produktivitas oleh generasi sebelumnya. Hal ini kerap disalahartikan sebagai kemalasan, meski kenyataannya mereka sedang membangun pola kerja yang lebih modern dan berkelanjutan.
Pemalas atau Pekerja Cerdas?
Jelas, mahasiswa Gen Z tidak bisa begitu saja dianggap sebagai generasi pemalas. Mereka memiliki pola pikir yang berorientasi pada hasil dan mampu memanfaatkan teknologi untuk mendukung produktivitas. Survei yang menunjukkan prioritas mereka pada pengembangan keterampilan selama liburan membuktikan bahwa mereka adalah generasi yang proaktif dan sadar pentingnya pengembangan diri.
Baca Juga: Ruang Publik yang Tidak Aman: Refleksi atas Kasus Pelecehan Seksual di Indonesia
Stigma “pemalas” yang sering dilekatkan pada mahasiswa Gen Z perlu dikaji ulang. Nyatanya, mereka adalah generasi adaptif, kreatif, dan inovatif yang mampu memaksimalkan teknologi untuk mencapai tujuan. Dengan dukungan dan pemahaman dari generasi sebelumnya, potensi besar mahasiswa Gen Z dapat berkembang secara optimal.
Generasi ini layak disebut sebagai pekerja cerdas yang mampu menjawab tantangan era digital dengan inovasi dan fleksibilitas, menjadikan mereka aset berharga bagi masa depan.





