Melilit Menjulang: Rahasia Gerak Tigmotropisme pada Sulur Mentimun

Ilustrasi foto (kompas.com)
Ilustrasi foto (kompas.com)

Pernahkah Anda mengamati bagaimana sulur tanaman seperti mentimun (Cucumis sativus L.) dengan lincah dapat melilit benda apa pun yang berada di dekatnya? Gerakan ini tampak sederhana, namun sebenarnya merupakan hasil dari suatu mekanisme biologis yang kompleks, yang dikenal dengan nama tigmotropisme.

Mekanisme ini menjadi salah satu bentuk adaptasi penting bagi tanaman merambat seperti mentimun untuk bertahan hidup, karena memungkinkan mereka mendapatkan dukungan mekanis dan akses cahaya matahari yang lebih optimal.

Bacaan Lainnya

Mentimun termasuk dalam keluarga Cucurbitaceae yang berasal dari Asia Utara dan telah dikenal luas di berbagai belahan dunia. Tanaman ini dikategorikan sebagai tanaman semusim dan tumbuh secara menjalar.

Fenomena tigmotropisme pada sulur mentimun telah diamati sejak lama (Dwidjoseputro, 1994), namun yang menjadi perhatian para ilmuwan adalah bagaimana sulur ini bisa merespons sentuhan secara selektif, mengirim sinyal, dan kemudian menghasilkan gerakan melilit yang presisi.

Apa Itu Tigmotropisme?

Secara etimologis, istilah tigmotropisme berasal dari bahasa Yunani: thigma yang berarti sentuhan, dan trope yang berarti belokan atau perubahan arah. Tigmotropisme merupakan gerak bagian tumbuhan akibat adanya rangsangan sentuhan satu sisi dengan objek padat.

Ketika ujung sulur mentimun menyentuh suatu permukaan keras, respons biologis segera terjadi: sulur akan melilit objek tersebut dalam arah tertentu. Gerakan ini bukan sekadar insting, melainkan respons adaptif untuk menopang diri dan memungkinkan tanaman tumbuh menjulang ke atas. Contoh lainnya dapat ditemukan pada tanaman sirih, kacang panjang, dan markisa, yang juga menggunakan tigmotropisme untuk bertahan dan berkembang.

Morfologi Sulur Mentimun

Sulur mentimun merupakan struktur khusus berupa modifikasi batang yang tumbuh dari sisi tangkai daun dan keluar di setiap ruas batangnya. Bentuk awal sulur adalah lurus, tetapi setelah menyentuh objek, sulur akan melilit objek tersebut. Kemampuan ini membantu tanaman bertahan terhadap hembusan angin dan menopang tubuhnya agar tetap tegak.

Dalam waktu 14 jam sejak menyentuh objek, sulur mentimun sudah dapat menempel kuat. Sekitar satu hari setelah sentuhan pertama, sulur akan mulai menggulung, baik dari bagian ujung maupun pangkalnya.

Proses ini membentuk spiral mengelilingi titik tengah sulur yang disebut titik gelung balik. Hanya dalam waktu 24 jam, sulur sudah tergulung ketat, memperlihatkan kecepatan dan efisiensi respons tanaman terhadap lingkungan.

Mekanisme Gerak Tigmotropisme

Gerak tigmotropisme sangat dipengaruhi oleh hormon-hormon tanaman, terutama auksin dan asam absisat. Ketika sulur menyentuh objek, sel-sel pada sisi yang terkena sentuhan menghasilkan asam absisat, yaitu hormon yang menghambat pertumbuhan. Sementara itu, sisi yang tidak tersentuh akan mengakumulasi auksin yang justru memacu pertumbuhan.

Ketidakseimbangan ini menyebabkan sisi yang tidak tersentuh tumbuh lebih cepat dibanding sisi yang tersentuh, sehingga menciptakan efek pembengkokan ke arah sumber sentuhan. Selain itu, terjadi pula perubahan turgor sel, yaitu tekanan air dalam sel tumbuhan, yang juga mempengaruhi bentuk dan kelenturan sulur.

Menurut BioExplorer (2023), tigmotropisme melibatkan beberapa mekanisme kompleks, di antaranya:

  • Aksi hormon tanaman, khususnya auksin, yang mentransfer dari sisi tersentuh ke sisi tidak tersentuh.
  • Peran lapisan epidermis, yakni lapisan luar permukaan tanaman yang kaya akan struktur seperti trikoma (rambut-rambut kecil) dan sambungan sel berupa plasmodesmata.
  • Ketika trikoma bersentuhan dengan benda keras, membran sel mengalami kerusakan sementara, menyebabkan perubahan bentuk atau tekanan sel.
  • Hormon etilen juga terlibat dalam mengatur perubahan bentuk sel, sehingga sulur dapat membelok atau melilit dengan cepat.

Respons terhadap rangsangan sentuhan ini umumnya terjadi dalam waktu singkat. Ketika sulur sudah melilit dengan kuat, ia menjadi semacam “pegangan hidup” bagi tanaman untuk tumbuh secara vertikal. Strategi ini tidak hanya efisien tetapi juga sangat adaptif, khususnya dalam kondisi kompetisi cahaya yang tinggi.

Makna dan Potensi Ilmiah Tigmotropisme

Pemahaman mendalam mengenai tigmotropisme bukan hanya memperkaya pengetahuan kita tentang cara kerja tumbuhan, tetapi juga memiliki potensi besar dalam bidang pertanian modern. Dengan mempelajari mekanisme gerak ini, ilmuwan dapat mengembangkan tanaman dengan sistem penopang alami yang lebih kuat, mengurangi kebutuhan terhadap tiang penyangga, atau bahkan merekayasa tanaman yang dapat bergerak sesuai kebutuhan ruang dan cahaya.

Selain itu, penelitian lebih lanjut mengenai hormon dan sinyal seluler dalam tigmotropisme membuka jalan bagi inovasi dalam teknologi pertanian presisi, di mana pertumbuhan tanaman dapat dimodulasi untuk efisiensi ruang, air, dan cahaya. Hal ini sangat relevan dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan dan perubahan iklim.

Penutup

Gerak melilit pada sulur mentimun bukanlah peristiwa acak, melainkan hasil dari evolusi panjang dan mekanisme biokimia yang presisi. Tigmotropisme merupakan bentuk adaptasi cerdas tumbuhan untuk bertahan hidup, memperoleh cahaya, serta menopang diri dalam ekosistemnya.

Memahami proses ini tidak hanya penting bagi para ilmuwan, tetapi juga bagi petani, siswa, dan masyarakat umum yang ingin mengenal lebih jauh tentang keajaiban yang tersembunyi dalam gerak tanaman. Seperti mentimun yang terus menjulang dengan bantuan sulurnya, ilmu pengetahuan pun terus berkembang melalui keingintahuan dan pengamatan sederhana yang mendalam.


Referensi

  • BioExplorer. (2023, October 21). Explore the world of thigmotropism. Bio Explorer. https://www.bioexplorer.net/thigmotropism.html/
  • Dwidjoseputro, D. (1994). Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Febriani, D. A., Darmawati, A., & Fuskhah, E. (2020). PENGARUH DOSIS KOMPOS AMPAS TEH DAN PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN REPRUDUKSI MENTIMUN (Cucumic sativus L.). JURNAL BUANA SAINS, 21, 1-10.https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/buanasains
  •  Maulana, Y. E., Agustini, D. M., Abdullah, D. K. R., & Alkandahri, M. Y. (2018). Pengembangan metode analisis hormon tanaman kelompok Auksin menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Chimica Et Natura Acta, 6(1), 1. https://doi.org/10.24198/cna.v6.n1.14791
  • Suharjono, H. H. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta. Penebar Swadaya.
  • Sunarjono, Hendro dan Ramayulis, Rita. 2012. Timun Suri dan Blewah Kandungan Dan Khasiat Kumpulan Resep Minuman Panduan Bertanam. Penebar Swadaya: Depok.
  • Taiz, L., Zeiger, E., Møller, I. M., & Murphy, A. S. (2015). Plant Physiology and Development (6th ed.). Sunderland, MA: Sinauer Associates.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *