Di tengah cuaca yang tidak menentu serta peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di berbagai daerah, masyarakat Desa Duyung, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, menunjukkan langkah progresif dalam menjaga kesehatan lingkungan.
Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN), mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya menggandeng warga desa dalam melakukan sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta edukasi pencegahan DBD secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Kegiatan utama yang dilakukan adalah edukasi dan praktik langsung mengenai pentingnya PHBS serta langkah-langkah sederhana untuk mencegah DBD. Materi yang disampaikan mencakup berbagai aspek, mulai dari kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, penggunaan jamban sehat, menjaga kebersihan makanan, membuang sampah pada tempatnya, hingga pentingnya olahraga rutin. Tujuannya tidak hanya menciptakan lingkungan yang bersih, tetapi juga membentuk kesadaran kolektif masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat.
Dalam upaya pencegahan DBD, mahasiswa memperkenalkan konsep 3M Plus, yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat wadah air, dan mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Langkah ini diperkuat dengan tindakan tambahan seperti penaburan bubuk abate dan pemantauan jentik nyamuk secara berkala. Mahasiswa juga membagikan bubuk abate secara gratis kepada warga dan memprakarsai ronda jentik bersama para ibu kader kesehatan.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin, 21 Juli 2025, di berbagai titik strategis di Desa Duyung. Balai Desa dijadikan pusat edukasi dan pelatihan, sementara sosialisasi juga menjangkau rumah-rumah warga, sekolah dasar, posyandu, hingga saluran air yang rawan menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
Secara geografis, Desa Duyung memiliki banyak pekarangan rumah dan tempat penampungan air terbuka. Kondisi ini menjadikan desa tersebut cukup rentan terhadap penyebaran DBD, terutama saat musim hujan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, kasus DBD masih tergolong tinggi dalam tiga tahun terakhir. Namun, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya PHBS masih rendah, sehingga diperlukan intervensi nyata yang menyentuh langsung ke akar persoalan.
Uniknya, mahasiswa tidak hadir sebagai instruktur satu arah. Mereka menempatkan diri sebagai mitra belajar masyarakat, menggunakan pendekatan dialogis dalam setiap kegiatan. Warga dilibatkan secara aktif, baik dalam diskusi maupun pelaksanaan aksi nyata. Pendekatan ini terbukti efektif, karena masyarakat merasa dihargai dan memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan.
Materi edukasi dirancang dalam bentuk visual menarik, seperti poster, leaflet, dan video pendek. Semua dibuat agar mudah dipahami oleh semua kalangan, khususnya anak-anak dan remaja. Interaksi pun dibuat menyenangkan, sehingga edukasi terasa sebagai kegiatan yang menghibur sekaligus mendidik.
Tidak berhenti pada masa KKN, mahasiswa juga membentuk kelompok pemantau kesehatan lingkungan dari kalangan warga lokal. Kelompok ini bertugas untuk melanjutkan program secara mandiri dan menjadi motor penggerak gerakan PHBS di Desa Duyung. Harapannya, desa ini bisa menjadi model percontohan nasional dalam pencegahan penyakit berbasis pemberdayaan masyarakat.
Lebih dari sekadar program akademik, kegiatan ini adalah bentuk patriotisme kemanusiaan. Mahasiswa hadir untuk menyemai nilai cinta tanah air melalui pengabdian yang menyentuh aspek kehidupan paling mendasar: kesehatan. Melalui edukasi kesehatan, mereka membangun benteng pertama pencegahan penyakit yakni keluarga dan lingkungan rumah tangga.
Program sosialisasi PHBS dan pencegahan DBD ini membuktikan bahwa semangat pengabdian, jika dilakukan secara inklusif dan partisipatif, dapat menjadi jalan bagi lahirnya masyarakat desa yang bersih, sehat, dan tangguh terhadap ancaman penyakit.