K.H. Hasan Abdullah Sahal adalah salah satu tokoh pendidikan Islam paling berpengaruh di Indonesia saat ini. Lahir di Desa Gontor, Ponorogo, pada 24 Mei 1947, beliau kini telah memasuki usia ke-78 tahun. Sosoknya dikenal luas sebagai salah satu dari tiga pimpinan utama Pondok Modern Darussalam Gontor, sebuah lembaga pendidikan Islam modern yang telah melahirkan ribuan kader pemimpin dan intelektual muslim.
Beliau merupakan putra keenam dari K.H. Ahmad Sahal, salah seorang dari trimurti pendiri Pondok Modern Gontor. Sejak tahun 1985, setelah wafatnya K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi dan K.H. Syamsul Hadi Abdan, K.H. Hasan Abdullah Sahal diamanahi untuk memimpin Gontor bersama dua sahabatnya: Prof. Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi dan Drs. K.H. Muhammad Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed. Di bawah kepemimpinan kolektif ini, Gontor berkembang pesat dan kini memiliki puluhan cabang di berbagai wilayah Indonesia.
Pendidikan beliau dimulai dari SD di Gontor yang diselesaikannya pada tahun 1959. Ia kemudian melanjutkan ke Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) dan lulus pada tahun 1965. Selepas dari KMI, beliau masuk Institut Pendidikan Darussalam (kini Universitas Darussalam Gontor/UNIDA) dengan mengambil jurusan Ushuluddin. Di sela-sela kuliahnya, beliau sempat mengajar di KMI selama dua setengah tahun.
Pada tahun 1967, semangat beliau menuntut ilmu membawanya ke Universitas Islam Madinah Al-Munawwarah mengambil jurusan Dakwah dan Ushuluddin. Kemudian pada 1992, beliau meraih spesialisasi dalam bidang hadis dari Universitas Al-Azhar, Mesir, sebuah pencapaian yang sangat prestisius dan langka.
Sebelum menjadi pimpinan Gontor, beliau sempat mengajar di Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Kiprah beliau dalam bidang pendidikan tidak hanya terbatas di Gontor. Pada tahun 1989, beliau mendirikan Pondok Pesantren Putri Al-Mawaddah di Coper, Jetis, Ponorogo. Tiga tahun kemudian, pada 1992, beliau kembali mendirikan Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an Al-Muqoddasah di Nglumpang, Mlarak, Ponorogo.
Dalam bidang dakwah, Kiai Hasan dikenal aktif menyampaikan ceramah ke berbagai penjuru dunia. Ia pernah berdakwah di Malaysia, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, serta melakukan kunjungan dakwah dan studi ke berbagai negara lainnya seperti Singapura, Yordania, Suriah, Palestina, Turki, Jerman, Prancis, Belgia, Australia, Arab Saudi, Mesir, Thailand, India, Pakistan, hingga Amerika Serikat. Pada 1993, beliau juga pernah menjadi peserta seminar Bahasa Arab di Brunei Darussalam.
Dedikasi dan ketekunan beliau dalam dunia ilmu juga membuahkan sejumlah karya tulis. Di antara karya-karyanya yang dikenal luas adalah Membina Keluarga Muslim, Pegangan Para Qori’, Obsesi Hasan Abdullah Sahal, Ceramah Kontemporer, serta Allamatnil Hayah (Kehidupan Mengajarku I, II, III). Dalam berbagai kesempatan, beliau kerap menyampaikan pesan penting tentang pentingnya membaca. Dalam salah satu kutipannya, beliau mengatakan:
“Baca, bacalah semua buku. Membaca buku dengan benar, mengerti akan maksud dan isinya, kemudian pembahasannya, serta dapat menyimpulkannya. Kemudian syukur-syukur bisa menerangkannya kepada orang lain. Alhamdulillah, pada akhirnya menjadi bermanfaat.”
Di balik kesibukannya sebagai ulama, pendidik, dan pemimpin pesantren, K.H. Hasan juga dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana dan bersahaja. Namun saat berada di atas mimbar, beliau bisa sangat membakar semangat dengan orasi-orasinya yang lugas dan menyentuh.
Menariknya, beliau juga dikenal menyukai olahraga, terutama sepak bola. Beliau bahkan pernah menyempatkan diri menonton langsung pertandingan liga Eropa. Kecintaannya terhadap olahraga diwujudkan dalam pembangunan stadion sepak bola megah tak jauh dari area pondok. Hal ini menunjukkan komitmen beliau dalam mendukung pengembangan karakter santri secara holistik, tidak hanya dalam aspek intelektual dan spiritual, tetapi juga fisik.
Tak hanya itu, di waktu senggang, Kiai Hasan juga gemar bermain musik, khususnya gitar. Meski tidak banyak yang tahu, beliau kadang menyempatkan diri memainkan gitar sebagai bentuk relaksasi dan hiburan pribadi. Sisi inilah yang membuat sosok beliau terasa begitu manusiawi dan dekat dengan semua kalangan, baik santri, ustaz, maupun masyarakat luas.
Dengan segala pencapaiannya, K.H. Hasan Abdullah Sahal adalah teladan hidup tentang bagaimana ilmu, dakwah, dan akhlak dapat berjalan beriringan. Sosoknya adalah permata dari Gontor yang telah menginspirasi banyak orang, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia internasional. Ia adalah simbol ulama visioner, yang tetap teguh dalam prinsip namun terbuka terhadap perubahan zaman.





