Menjaga Keseimbangan Kehidupan Kerja dan Pribadi Ibu Pekerja Bali di Tengah Tuntutan Zaman dan Disrupsi Teknologi

Ilustrasi menggambarkan keseharian ibu pekerja Bali yang berada di persimpangan antara tanggung jawab tradisi dan tuntutan dunia digital. (GG)
Ilustrasi menggambarkan keseharian ibu pekerja Bali yang berada di persimpangan antara tanggung jawab tradisi dan tuntutan dunia digital. (GG)

Di era modern ini, semakin banyak perempuan Bali yang mengambil peran ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus pekerja profesional. Mereka tidak hanya mengemban tanggung jawab domestik dalam keluarga, tetapi juga aktif di ranah publik sebagai bagian dari dunia kerja.

Fenomena ini menciptakan tantangan besar dalam menjaga work-life balance, yaitu keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Tantangan tersebut menjadi semakin kompleks dengan hadirnya kemajuan teknologi, terutama disrupsi digital dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), yang mengubah pola kerja dan mengaburkan batas antara waktu kerja dan waktu pribadi.

Bacaan Lainnya
Tantangan Unik Ibu Pekerja Bali

Ibu pekerja di Bali menghadapi beban ganda yang unik. Di satu sisi, mereka dituntut profesional dalam dunia kerja. Di sisi lain, mereka juga memiliki kewajiban budaya dan keagamaan yang kuat. Perempuan Bali dikenal aktif dalam berbagai kegiatan adat, sosial, dan spiritual, seperti upacara Galungan, Kuningan, serta aktivitas di banjar.

Penelitian Suryani & Antara (2018) menunjukkan bahwa perempuan Bali mengalami role overload, yaitu tekanan karena menjalani banyak peran secara bersamaan: sebagai istri, ibu, pekerja, dan warga adat. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini dapat menimbulkan kelelahan fisik dan psikologis yang signifikan.

Disrupsi Teknologi dan Tantangan Baru

Kemajuan teknologi membawa perubahan besar dalam dunia kerja. Bagi ibu pekerja, hal ini tidak selalu menjadi kemudahan. Justru, disrupsi digital menambah tekanan baru yang memengaruhi keseimbangan hidup. Beberapa tantangan yang muncul antara lain:

  1. Work Blurring
    Dengan diterapkannya sistem kerja jarak jauh (remote working), batas antara waktu kerja dan waktu pribadi menjadi tidak jelas. Ruang domestik bercampur dengan ruang kerja.
  2. Ketidakpastian Pekerjaan
    Otomatisasi dan AI menciptakan kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan manusia. Rasa tidak aman ini memperberat beban mental (Schwab, 2016).
  3. Kebutuhan Adaptasi Digital Cepat
    Dunia kerja menuntut penguasaan teknologi yang terus berkembang. Ibu pekerja dituntut untuk selalu belajar dan beradaptasi, di tengah tanggung jawab rumah tangga yang tidak berkurang.
  4. Tekanan Produktivitas Tinggi
    Perusahaan menuntut efisiensi kerja dengan dukungan AI dan data analytics, yang menambah tekanan untuk selalu siap dan cepat merespons.
Implikasi dari Ketidakseimbangan

Ketidakseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental. Greenhaus & Allen (2011) menegaskan bahwa konflik antara peran kerja dan peran keluarga dapat menimbulkan stres kronis, kelelahan emosional, dan gangguan relasi. Dalam konteks Bali, ketegangan antara nilai modern dan tuntutan tradisional memperparah tekanan psikologis perempuan. Robbins & Judge (2017) dalam buku Organizational Behavior juga menjelaskan bahwa tanpa adanya dukungan sosial dan strategi coping yang memadai, stres berkepanjangan dapat menurunkan kepuasan hidup serta produktivitas individu.

Strategi Adaptif di Era Disrupsi

Untuk menjaga keseimbangan hidup di tengah tekanan zaman, ibu pekerja Bali perlu mengembangkan strategi adaptif yang mencakup aspek teknis, sosial, dan spiritual. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Manajemen waktu dan energi melalui teknik time blocking dan digital detox untuk mengatur batas antara pekerjaan dan keluarga.
  • Meningkatkan literasi digital melalui pelatihan teknologi untuk memperkuat kapasitas kerja.
  • Mendorong kebijakan kerja yang fleksibel dan sensitif terhadap gender dari pihak organisasi atau perusahaan.
  • Mengoptimalkan dukungan keluarga dan komunitas adat, sesuai nilai-nilai Tri Hita Karana, untuk menjaga harmoni antara individu, sesama manusia, dan alam.
  • Penguatan spiritualitas dan perawatan diri melalui aktivitas seperti sembahyang, yoga, atau kegiatan yang menenangkan jiwa.
Penutup

Menjadi ibu pekerja di Bali di tengah tuntutan budaya adat yang kuat dan perubahan teknologi yang cepat tentu bukan perkara mudah. Namun, dengan strategi yang tepat, dukungan sosial yang memadai, dan pemanfaatan teknologi secara bijak, keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi bukanlah hal yang mustahil.

Perempuan Bali memiliki potensi besar untuk menjadi simbol resiliensi perempuan modern yang mampu memadukan nilai-nilai tradisi dengan adaptasi terhadap dunia digital. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjaga harmoni dalam keluarga dan pekerjaan, tetapi juga menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat yang tangguh dan berdaya.


Daftar Referensi
  • Greenhaus, J. H., & Allen, T. D. (2011). Work-family balance: A review and extension of the literature. Journal of Management, 37(1), 10–50.
  • Suryani, N. L. P. S., & Antara, M. (2018). Perempuan Bali dalam Peran Ganda. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 7(2), 99–110.
  • Sugihartati, R., & Wibowo, B. H. (2020). Dukungan Keluarga dan Work-Life Balance pada Perempuan Bekerja. Jurnal Psikologi, 47(3), 285–298.
  • Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior (17th ed.). Pearson Education.
    Robbins, S. P., & Coulter, M. (2021). Management (15th ed.). Pearson Education.
  • Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. World Economic Forum.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *