Pemindahbukuan Deposit Pajak: Keterdesakan Penyelesaian Kewajiban Perpajakan oleh Bendahara Instansi Pemerintah Menjelang Akhir Tahun 2025

Ilustrasi foto Sosialisasi KPPN dan KPP Perpajakan IP kepada Instansi Pemerintah Daerah. (doc. KPP Pratama Padang Sidempuan)
Ilustrasi foto Sosialisasi KPPN dan KPP Perpajakan IP kepada Instansi Pemerintah Daerah. (doc. KPP Pratama Padang Sidempuan)

Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, lanskap administrasi perpajakan Indonesia mengalami perubahan penting.

Salah satu terminologi baru yang mengemuka adalah deposit pajak. Berdasarkan Pasal 1 angka 112 PMK tersebut, deposit pajak didefinisikan sebagai pembayaran pajak yang belum dikaitkan langsung dengan jenis kewajiban pajak tertentu.

Bacaan Lainnya

Secara sederhana, deposit pajak dapat dipahami sebagai dana yang ditempatkan terlebih dahulu dalam “dompet elektronik” sistem perpajakan berbasis Coretax. Wajib pajak menyetorkan dana dengan kode akun pajak dan kode jenis setoran 411618-100. Namun, penyetoran ini belum menyelesaikan kewajiban perpajakan apa pun. Ia baru sebatas penempatan dana, bukan pemenuhan kewajiban. Analogi yang lebih dekat adalah pengisian saldo dalam platform niaga elektronik: saldo telah terisi, tetapi transaksi belum dilakukan.

Fenomena di lapangan menunjukkan adanya kesalahpahaman konseptual mengenai hal ini. Dalam berbagai sesi edukasi perpajakan kepada bendahara instansi pemerintah, masih ditemukan praktik bahwa kewajiban perpajakan dianggap selesai hanya dengan membuat billing deposit pajak dan melakukan penyetoran. Padahal, penyetoran deposit barulah langkah awal. Masih terdapat tahapan lanjutan yang menentukan pemenuhan kewajiban perpajakan secara hukum dan administratif.

Pada praktik belanja pemerintah, kewajiban perpajakan umumnya berkaitan dengan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Belanja pegawai beririsan dengan PPh Pasal 21; belanja barang dan modal terkait dengan PPh Pasal 22 dan/atau PPN; sementara belanja jasa bersinggungan dengan PPh Pasal 21 atau 23 serta PPN. Karena itu, bendahara instansi pemerintah memegang peran strategis sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak dalam setiap transaksi yang menggunakan APBN maupun APBD.

Sesuai PMK 231/PMK.03/2019 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK 81 Tahun 2024, setiap pemotongan atau pemungutan pajak wajib didukung bukti pemotongan elektronik (e-bupot). Bukti ini tidak hanya menjadi hak pihak yang dipotong, tetapi juga bagian integral dari sistem pelaporan pajak nasional. Tanpa bukti pemotongan, rantai administrasi perpajakan terputus.

Di sinilah posisi deposit pajak menemukan relevansinya. Setelah melakukan penyetoran deposit, bendahara semestinya melanjutkan proses dengan:

  1. membuat bukti potong,
  2. menyampaikan bukti potong kepada pihak yang dikenai pajak,
  3. melaporkan kewajiban tersebut melalui Surat Pemberitahuan (SPT).

Pada saat pelaporan SPT, sistem Coretax menyediakan dua opsi penyelesaian: pembayaran melalui pemindahbukuan deposit pajak atau melalui pembuatan kode billing baru. Bendahara yang telah memiliki saldo deposit selayaknya memilih opsi pemindahbukuan. Pemindahbukuan inilah yang mengikat setoran deposit dengan kewajiban konkret, sehingga pembayaran diakui sebagai penerimaan pajak negara dan SPT dapat diterima secara sah.

Keseluruhan proses mulai penerbitan billing, pembuatan bukti potong, hingga pelaporan SPT—tersedia dalam sistem Coretax. Ketersediaan buku panduan dan manual penggunaan bukan sekadar fasilitas administratif, tetapi instrumen yang membantu aparatur pemerintah menunaikan kewajibannya secara akuntabel.

Pertanyaannya, mengapa pemindahbukuan deposit pajak perlu segera dilakukan, terutama menjelang penutupan tahun pajak 2025?

Ada sedikitnya empat alasan utama.

Pertama, bagi pemerintah daerah, keterlambatan pemindahbukuan akan berdampak langsung pada penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menegaskan bahwa PPh Pasal 21 merupakan salah satu komponen perhitungan DBH. Deposit pajak yang belum dipindahbukukan tidak akan tercatat sebagai penerimaan PPh 21. Akibatnya, potensi DBH daerah berkurang dan kinerja fiskal daerah menjadi tidak optimal. Dengan kata lain, kelalaian administratif ini berimbas pada ruang fiskal yang seharusnya menjadi hak daerah.

Kedua, bagi bendahara instansi pemerintah, tidak dilakukannya pemindahbukuan berarti kewajiban perpajakan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Konsekuensinya tidak ringan. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) membuka kemungkinan dikenakannya sanksi administrasi. Bendahara pemerintah adalah subjek hukum yang diberi mandat khusus untuk memungut dan menyetorkan pajak; kelalaian dalam menghubungkan deposit dengan kewajiban pajak tertentu berarti kewajiban itu belum dianggap diselesaikan.

Ketiga, dampak dirasakan rekanan pemerintah. Tanpa bukti potong, rekanan tidak memiliki dasar pencatatan kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh mereka. Kondisi ini berpotensi membuat SPT rekanan menjadi tidak lengkap dan tidak akurat. Di sisi lain, mereka dirugikan karena hak administratif perpajakan yakni bukti potongm tidak diberikan oleh pihak yang seharusnya memenuhi kewajiban tersebut.

Keempat, dampak langsung juga menyentuh pegawai ASN maupun PPPK. Ketiadaan bukti potong PPh Pasal 21 akan mempersulit pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Pegawai bisa berhadapan dengan hambatan administratif hingga sanksi apabila terlambat atau tidak dapat melaporkan SPT-nya secara benar. Masalah yang sebenarnya bersumber dari kelalaian bendahara dapat menjalar menjadi persoalan kepatuhan individu.

Semua itu menunjukkan bahwa deposit pajak bukan sekadar persoalan teknis sistem. Ia menyentuh aspek tata kelola keuangan negara, hak fiskal daerah, kepatuhan perpajakan rekanan, hingga kewajiban individu ASN. Keteraturan pada tingkat administrasi bendahara menentukan wajah kepatuhan perpajakan secara lebih luas.

Karena itu, bendahara instansi pemerintah perlu menempatkan pemindahbukuan deposit pajak sebagai prioritas menjelang tutup tahun. Penyelesaian tidak cukup berhenti pada penyetoran deposit. Proses harus dituntaskan hingga bukti potong diterbitkan, diserahkan, dan SPT Masa dilaporkan sesuai ketentuan yang berlaku.

Tertib administrasi bukan sekadar formalitas. Ia merupakan bagian dari akuntabilitas publik serta cerminan profesionalisme birokrasi. Dalam konteks pembangunan fiskal nasional, kedisiplinan administrasi perpajakan menyumbang kepastian penerimaan negara dan memperkuat kemandirian pembiayaan pembangunan.

Bendahara instansi pemerintah memegang peran kunci dalam rantai tersebut. Dengan memastikan deposit pajak dipindahbukukan sesuai peruntukan, mereka tidak hanya memenuhi aturan, tetapi juga melindungi kepentingan keuangan negara, daerah, rekanan usaha, dan pegawai. Kepatuhan ini pada gilirannya menjadi kontribusi nyata bagi agenda pembangunan jangka panjang, termasuk visi Indonesia Emas 2045.

Keterlambatan pemindahbukuan sering kali berakar pada kekeliruan pemahaman maupun anggapan bahwa setoran deposit sudah cukup. Karena itu, penguatan literasi perpajakan bagi bendahara negara harus terus dilakukan. Sistem Coretax yang semakin terintegrasi justru menuntut ketelitian yang lebih tinggi agar setiap setoran benar-benar tersambung dengan kewajiban pajak yang tepat.

Sikap proaktif menjadi keharusan. Bendahara perlu segera memeriksa kembali saldo deposit, menerbitkan bukti potong yang belum terbit, serta melaporkan SPT Masa sesuai ketentuan. Penundaan hanya akan memperbesar konsekuensi administrasi, mengganggu hak pihak lain, dan merugikan daerah serta negara.

Ketertiban perpajakan tidak hanya diukur dari besarnya penerimaan, tetapi juga dari kerapian administrasi. Deposit pajak yang tidak dipindahbukukan sesungguhnya mencerminkan kewajiban yang belum ditunaikan secara penuh. Dengan memastikan seluruh proses berjalan lengkap dan sesuai aturan, bendahara pemerintah turut memperkuat kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *