Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam satu dekade terakhir telah mengubah lanskap pengambilan keputusan secara fundamental. Di berbagai sektor pemerintahan, bisnis, hingga organisasi sosial keputusan tidak lagi bertumpu pada intuisi semata, melainkan pada kelimpahan data dan kecanggihan algoritma.
Dalam konteks itu, kami, Dini Puspita dan M. Hanif Farhan Amin, menelaah bagaimana ekosistem digital mendorong transformasi, sekaligus menghadirkan tantangan dan tuntutan strategi baru agar proses pengambilan keputusan tetap akurat, etis, dan berpijak pada kepentingan publik.
Digitalisasi menghadirkan tiga elemen utama yang mendorong perubahan: big data, kecepatan informasi, dan konektivitas tanpa batas. Ketiganya melahirkan praktik data-driven decision making, di mana keputusan disusun dengan dukungan analisis komputasional yang lebih cepat, presisi, dan kolaboratif.
Pemanfaatan analitik real-time, cloud computing, kecerdasan buatan (AI), hingga sistem kerja kolaboratif menjadi penopang utama efisiensi baru ini. Organisasi kini dapat memantau dinamika secara langsung, merespons perubahan pasar dengan lebih gesit, serta merancang strategi yang adaptif. Dalam lingkungan yang volatil, kemampuan memproses informasi secara cepat menjadi aset strategis.
Transformasi ini juga mendorong keterbukaan data dan kolaborasi lintas disiplin. Keputusan tidak lagi disusun secara hierarkis, tetapi melalui pertukaran perspektif yang lebih luas. Teknologi menguatkan proses deliberatif sekaligus membuka ruang inovasi dalam merumuskan kebijakan maupun strategi bisnis.
Namun, manfaat itu datang bersama persoalan baru. Overload informasi menjadi tantangan paling mendasar. Melimpahnya data tidak selalu berbanding lurus dengan pemahaman; justru sering memperlambat proses karena analisis menjadi semakin kompleks. Di sisi lain, keamanan data menjadi isu kritis. Kebocoran dan penyalahgunaan informasi sensitif dapat menimbulkan kerugian besar dan mengikis kepercayaan publik.
Tantangan lain adalah bias algoritma. Ketika sistem otomatis digunakan sebagai rujukan keputusan, ketidakseimbangan data pelatihan atau desain model yang tidak inklusif berpotensi menghasilkan keputusan yang diskriminatif. Ketergantungan berlebihan terhadap teknologi juga dapat melemahkan daya kritis pengambil keputusan manusia.
Rendahnya literasi digital di berbagai level masyarakat dan organisasi memperumit situasi. Tidak semua pihak memiliki kapasitas yang memadai untuk menilai kualitas data, memahami cara kerja algoritma, atau menafsirkan temuan analitik secara benar. Akibatnya, keputusan dapat melenceng dari konteks sosial dan etika yang seharusnya menjadi pijakan.
Untuk menjawab kompleksitas tersebut, diperlukan strategi yang sistematis dan berlapis. Pertama, literasi digital harus ditingkatkan agar pengguna mampu memahami, mengolah, dan menilai data secara kritis. Literasi yang kuat akan meningkatkan kemampuan analitis serta mencegah manipulasi informasi.
Kedua, organisasi wajib membangun kebijakan keamanan data yang kokoh dan menegakkan etika penggunaan informasi. Perlindungan privasi tidak hanya menjadi kewajiban hukum, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial.
Ketiga, perlu ditegaskan bahwa teknologi hanyalah instrumen. Kebijaksanaan manusia tetap menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan. Analitik dapat menawarkan gambaran objektif, tetapi interpretasi akhir tetap harus mempertimbangkan aspek etika, empati, dan kompleksitas sosial yang tidak dapat sepenuhnya ditangkap algoritma.
Pengambilan keputusan di era digital pada akhirnya menuntut keseimbangan antara kecanggihan teknologi dan integritas manusia. Digitalisasi memang membuka peluang efisiensi dan ketepatan, tetapi juga melahirkan tantangan baru terkait bias, keamanan, dan akuntabilitas.
Keberhasilan dalam memanfaatkan teknologi untuk keputusan yang lebih baik akan bergantung pada literasi digital, tata kelola data yang kuat, serta keberanian menjaga nilai-nilai etis dalam setiap langkah.
Dengan strategi yang matang, era digital bukan hanya membawa perubahan, tetapi juga peluang untuk membangun proses pengambilan keputusan yang lebih inklusif, transparan, dan berkelanjutan.
Dosen pengampu : Dr. Imas Masriah S.pd., M.pd
Nama anggota :
- Dini Puspita (251012700024)
- M. Hanif Farhan Amin (25101200002)





