Pengaruh Bilingualisme terhadap Perkembangan Fonologi dan Artikulasi pada Anak Usia Dini

Ilustrasi foto. (alomedika.com)

Apa itu bilingualisme, fonologi, dan artikulasi?
Dalam kajian linguistik, pemahaman yang mendalam terhadap konsep-konsep esensial menjadi landasan penting untuk mengupas seluk-beluk bahasa. Bilingualisme, fonologi, dan artikulasi merupakan tiga aspek krusial yang memberikan perspektif unik dalam memahami penggunaan bahasa, struktur bunyi, dan produksi ujaran.

Secara sederhana, bilingualisme adalah kemampuan individu untuk menggunakan dua bahasa atau lebih dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Bloomfield (1933), bilingualisme merupakan penggunaan dua bahasa atau dialek yang berbeda, sedangkan Saunders (1988:88) menyebutnya sebagai multilingualisme, karena dapat melibatkan lebih dari dua bahasa. Dengan demikian, secara individu, bilingualisme tidak hanya merujuk pada dua bahasa, tetapi juga pada kemampuan menggunakan beberapa bahasa sekaligus (Setiawan, 2022).

Bacaan Lainnya

Sementara itu, fonologi berasal dari bahasa Yunani: fon berarti bunyi dan logos berarti ilmu. Jadi, fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Objek kajian fonologi mencakup bunyi bahasa (fonetik) dan fonem (fonemik). Dengan kata lain, fonologi adalah cabang linguistik yang menganalisis bagaimana bunyi-bunyi dalam bahasa digunakan dan berfungsi dalam sistem bahasa tertentu (Lafamane, 2020).

Adapun artikulasi, menurut Anggraeni et al. (2019) dalam Husadani dkk. (2024), mengacu pada proses pembentukan bunyi yang penting dalam komunikasi verbal, menggunakan organ bicara seperti lidah, bibir, gigi, langit-langit mulut, dan pita suara. Kejelasan artikulasi sangat menentukan keberhasilan komunikasi lisan dalam menyampaikan pesan.

Sebagian besar perkembangan bahasa anak usia dini sangat erat kaitannya dengan kemampuan mereka dalam memahami dan menghasilkan bunyi bahasa. Pemerolehan fonologi mencakup proses penyusunan kata melalui kombinasi bunyi vokal dan konsonan. Namun, tidak semua anak mampu menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan jelas, sehingga memerlukan bimbingan untuk memperbaikinya.

Kemampuan berbicara anak tidak hanya bergantung pada jumlah kosakata yang dikuasai, tetapi juga pada kemampuan artikulasi yang baik. Artikulasi yang tepat akan memperjelas pengucapan bunyi vokal dan konsonan, sehingga lawan bicara dapat memahami pesan yang disampaikan. Sebaliknya, gangguan artikulasi dapat menyebabkan kesalahan pengucapan kata, yang berdampak pada efektivitas komunikasi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fonologi dan Artikulasi

  1. Faktor Lingkungan
    Lingkungan, terutama lingkungan keluarga, memainkan peran penting dalam perkembangan bahasa anak. Anak-anak yang lahir dalam keluarga bilingual (misalnya, gabungan antara orang tua lokal dan asing), sejak dini akan terbiasa mendengar dan menggunakan dua bahasa. Pola komunikasi antara anak dan orang tua juga berperan besar. Semakin sering anak berinteraksi secara verbal dengan lingkungan sekitarnya, maka semakin aktif pula perkembangan bahasa dan artikulasinya.
  2. Faktor Biologis
    Kondisi fisik anak, khususnya organ bicara dan pendengaran, turut memengaruhi kemampuan fonologi dan artikulasi. Jika salah satu organ, seperti mulut atau telinga, mengalami gangguan, maka proses produksi dan persepsi bunyi juga bisa terganggu. Sebaliknya, fungsi organ bicara yang optimal akan memperkuat perkembangan bahasa anak.
  3. Faktor Kognitif
    Kemampuan kognitif berkaitan dengan daya tangkap anak dalam menyerap informasi bahasa dari lingkungan. Anak dengan kemampuan kognitif yang baik cenderung lebih cepat dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan dua bahasa. Kemampuan ini memungkinkan anak bilingual untuk membedakan dan menggunakan kedua bahasa secara tepat dalam konteks yang berbeda.

Amalia dan Hasana (2020) menegaskan bahwa anak-anak memiliki kapasitas mental alami untuk mempelajari bahasa, termasuk lebih dari satu bahasa. Bilingualisme, dalam hal ini, memberikan manfaat besar dalam meningkatkan daya pikir dan keterampilan berbahasa.

Menurut Saida (2018), terdapat korelasi yang kuat antara perkembangan kognitif dan linguistik pada anak bilingual. Mereka mampu membedakan cara berbicara antar bahasa dan membangun kemampuan komunikasi yang lebih kompleks.

Manfaat dan Tantangan Bilingualisme pada Anak

Di era globalisasi, bilingualisme tidak lagi dianggap sebagai beban, melainkan sebagai aset penting dalam menunjang keberhasilan akademik, profesional, dan sosial. Anak yang bilingual memiliki keunggulan dalam menjalin hubungan interpersonal lintas budaya, memahami konteks multibahasa, serta beradaptasi di lingkungan yang heterogen (Lutfi Nurhayati & Elva Elfiani Salsa Rachman, 2024).

Sejak usia dini, bilingualisme telah terbukti meningkatkan keterampilan kognitif seperti memori, perhatian, dan fleksibilitas mental. Anak-anak yang menguasai dua bahasa juga memiliki kesempatan lebih besar untuk mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif, baik secara verbal maupun nonverbal.

Namun, bilingualisme juga memiliki tantangan tersendiri, seperti kesulitan dalam membedakan struktur gramatikal kedua bahasa, pencampuran bahasa dalam satu kalimat (alih kode), dan keterlambatan bahasa pada sebagian anak. Kesulitan ini bisa terjadi jika anak belum sepenuhnya memahami sistem dari masing-masing bahasa, atau jika proses pembelajaran bahasa dilakukan secara tidak konsisten.

Menurut Panjaitan dkk. (2023) dalam kajian yang dikutip oleh Lutfi Nurhayati dan Elva Elfiani Salsa Rachman (2024), tantangan dalam bilingualisme dapat berasal dari dua sisi: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup motivasi, usia, dinamika keluarga, dan lingkungan sosial anak. Sedangkan faktor eksternal mencakup metode pengajaran, tujuan pembelajaran, serta pemanfaatan teknologi dalam mendukung proses pembelajaran bahasa.

Kesimpulan

Bilingualisme pada anak usia dini membawa pengaruh signifikan terhadap perkembangan fonologi dan artikulasi. Ketiga aspek utama—lingkungan, biologis, dan kognitif—saling berkaitan dalam membentuk kemampuan bahasa anak.

Meskipun tantangan dalam proses bilingualisme tidak dapat dihindari, manfaat jangka panjangnya terhadap perkembangan komunikasi dan kemampuan berpikir anak sangatlah besar. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang tepat, konsisten, dan menyenangkan dalam mengenalkan dua bahasa kepada anak, agar proses belajar menjadi pengalaman yang positif dan efektif.


Sumber:

  • Amalia, E. R., & Hasana. (2020). Mengasah Keterampilan Bahasa Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Bernyanyi. Jurnal Institut Pesantren KH. Abdul Chalim11(1).
  • Bloomfield, Leonard. (1933). Language. New York: Holt, Rinehart and Winston.
  • Husadani, R., Wiliyanto, D. A., & Susanti, N. (2024). Peningkatan Keterampilan Guru dan Orangtua dalam Melakukan Deteksi Permasalahan Artikulasi Di SLB Negeri Boyolali. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat5(6), 11234-11238.
  • Lafamane, F. (2020). Fonologi (Sejarah Fonologi, Fonetik, Fonemik).
  • Lestari, A, dkk. (2017). Smart Big Book Membaca Menulis Behitung Mewarnai. Cikal Aksara
  • Lutfi Nurhayati, Elva Elfiani Salsa Rachman, I. F. (2024). Pengaruh Bilingualisme Terhadap Tingkat Kecerdasan Anak (the Effect of Bilingualism on Children’S Intelligence Level). Journal of Humanities and Social Studies, 2(2), 483–489.
  • Prakarsa, E. (2013). Dari Merem Ke Melek. Kepustakaan Populer Gramedia bekerja sama dengan Kompas TV.
  • Saida, N. (2018). Bahasa Sebagai Salah Satu Sistem Kognitif Anak Usia Dini. Bahasa sebagai Salah Satu Sistem Kognitif Anak Usia Dini, 4(2), 16-22.
  • Saunders, G. (1988). BilingualChildren : From Birth to Teens. Clevedon. Philadelphia: Multilingualmatters Ltd. Setiawan, B. (2022). Bilingualisme pada Anak Indonesia. D. I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=10SxEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=Definisi+Bilingualisme&ots=9u8Wbi9nYh&sig=LAHyH2azcqi-Fqh6x-Y4cVK9oG0&redir_esc=y#v=onepage&q=Definisi%20Bilingualisme&f=false

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *