Pekalongan selama ini dikenal luas sebagai kota batik. Namun di balik kepopulerannya sebagai pusat wastra Nusantara, kota ini juga menyimpan kekayaan kuliner tradisional yang sarat nilai budaya. Dua di antaranya, nasi megono dan kopi tahlil, bukan sekadar hidangan khas, melainkan bagian dari identitas kolektif masyarakat Pekalongan.
Dalam konteks ekonomi kreatif, keduanya memiliki potensi besar untuk diangkat menjadi produk unggulan yang mampu memperkuat posisi UMKM kuliner di tingkat lokal maupun nasional.
Nasi megono merupakan sajian sederhana namun kaya makna nasi putih dengan topping cacahan nangka muda yang dibumbui rempah gurih. Sementara kopi tahlil dikenal sebagai minuman khas yang disajikan dalam forum keagamaan.
Perpaduan kopi robusta dengan jahe, cengkih, dan kapulaga menciptakan aroma khas yang sulit ditemukan di tempat lain. Lebih dari sekadar pangan dan minuman, kedua kuliner ini merepresentasikan karakter masyarakat Pekalongan yang hangat, religius, dan gotong royong.
Dalam kacamata ekonomi kreatif, produk yang mampu menggabungkan unsur budaya, kreativitas, dan nilai ekonomi memiliki daya tarik tersendiri. Nasi megono dan kopi tahlil memegang semua unsur itu—otentik, bernilai sejarah, dan terbuka terhadap inovasi. Potensi inilah yang semestinya menjadi titik berangkat bagi penguatan UMKM kuliner di Pekalongan.
Tantangan utama UMKM kuliner tradisional terletak pada lemahnya strategi branding dan pemasaran. Banyak produk lokal yang unggul dalam cita rasa, namun gagal menembus pasar yang lebih luas karena belum dikemas dengan baik. Nasi megono dan kopi tahlil perlu mendapatkan sentuhan modern tanpa kehilangan keasliannya.
Branding bukan hanya soal logo atau kemasan menarik, melainkan tentang cerita di balik produk. Nasi megono bisa dikisahkan sebagai simbol kebersamaan masyarakat pesisir, sementara kopi tahlil membawa narasi spiritual yang khas. Cerita inilah yang akan menjadi kekuatan emosional di mata konsumen.
Selain itu, pemanfaatan media digital sangat penting. Promosi melalui media sosial, kolaborasi dengan influencer lokal, hingga pemasaran daring dapat menjadi langkah strategis agar produk-produk ini lebih dikenal. Bila dikemas dengan tepat, nasi megono dan kopi tahlil berpeluang menyaingi kuliner ikonik lain seperti gudeg Yogyakarta atau kopi Gayo dari Aceh.
Penguatan sektor kuliner tidak dapat dilakukan oleh pelaku usaha semata. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah, UMKM, komunitas kreatif, dan lembaga pendidikan. Pemerintah dapat berperan dalam memberikan pelatihan dan pendampingan terkait branding serta digital marketing.
Sementara komunitas kreatif dapat membantu menghidupkan kembali daya tarik kuliner lokal melalui festival atau event tematik yang rutin diadakan.
Di sisi lain, sertifikasi halal dan standar mutu juga menjadi keharusan agar produk memiliki daya saing. Dukungan ini akan memperkuat kepercayaan konsumen, terutama dalam upaya memperluas pasar hingga tingkat nasional bahkan internasional.
Dalam ekonomi kreatif, inovasi adalah kata kunci. Pelaku UMKM tidak harus meninggalkan tradisi untuk berkembang. Sebaliknya, mereka bisa menghadirkan inovasi yang justru memperpanjang umur budaya kuliner itu sendiri. Misalnya, menghadirkan nasi megono dalam bentuk frozen food siap saji yang praktis dikirim ke luar daerah, atau kopi tahlil dalam kemasan sachet modern untuk pasar ritel dan oleh-oleh.
Kreasi baru seperti “megono burger” atau “es kopi tahlil kekinian” juga dapat menjadi jembatan agar kuliner tradisional tetap diterima generasi muda. Dengan demikian, warisan rasa Pekalongan bisa hidup berdampingan dengan selera modern tanpa kehilangan jati dirinya.
Apabila dikembangkan secara serius, nasi megono dan kopi tahlil dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Rantai ekonomi yang terbentuk akan melibatkan banyak pihak: petani, pengolah bahan baku, desainer kemasan, pengusaha kedai, hingga tenaga kerja di sektor jasa dan logistik.
Lebih jauh lagi, keberhasilan mengangkat kuliner lokal juga berdampak pada kebanggaan budaya. Generasi muda akan tumbuh dengan rasa cinta terhadap identitas daerahnya sendiri, sekaligus melihat peluang ekonomi yang bersumber dari tradisi.
Mengangkat nasi megono dan kopi tahlil melalui strategi branding yang kuat bukan semata urusan promosi dagang, melainkan bagian dari upaya memperkuat kebudayaan dan ekonomi daerah.
Pekalongan memiliki semua modal penting: cita rasa otentik, tradisi yang hidup, dan semangat wirausaha yang kuat. Yang kini dibutuhkan adalah langkah strategis dan kolaboratif untuk memastikan kuliner khas Pekalongan dapat bersaing di kancah nasional, bahkan dunia, dengan bangga membawa identitasnya sendiri sebuah rasa lokal yang sarat makna dan cerita.





