Peran Hukum Lingkungan dalam Menyeimbangkan Pembangunan dan Kelestarian Alam

Peran Hukum Lingkungan dalam menyeimbangkan Pembangunan dan Kelestarian. (hukumonline.com)
Peran Hukum Lingkungan dalam menyeimbangkan Pembangunan dan Kelestarian. (hukumonline.com)

A. Pendahuluan

Pembangunan nasional merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam praktiknya, pembangunan sering kali menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, pencemaran air dan udara, serta alih fungsi lahan menjadi masalah serius yang mengancam keseimbangan ekosistem. Di tengah tantangan ini, hukum lingkungan memiliki peran penting dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan pembangunan agar tetap memperhatikan prinsip kelestarian alam.

Bacaan Lainnya

Hukum lingkungan bukan hanya alat pengatur perilaku manusia terhadap lingkungan, tetapi juga instrumen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang seimbang antara kepentingan ekonomi, sosial, dan ekologi.

B. Prinsip dan Landasan Hukum Lingkungan di Indonesia

Hukum lingkungan di Indonesia memiliki dasar yang kuat, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Undang-undang ini menjadi payung hukum utama dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Beberapa prinsip dasar hukum lingkungan yang terkandung di dalamnya antara lain:

  1. Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle) Menekankan pentingnya pencegahan sejak dini terhadap potensi pencemaran atau kerusakan lingkungan meskipun belum terdapat bukti ilmiah yang lengkap.
  2. Prinsip Polluter Pays Pelaku usaha yang menyebabkan pencemaran wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
  3. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Pembangunan harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan demi generasi mendatang.
  4. Prinsip Partisipasi Publik Masyarakat memiliki hak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak terhadap lingkungan hidup.

Melalui prinsip-prinsip tersebut, hukum lingkungan berfungsi sebagai pedoman untuk menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan ekonomi dan pelestarian alam.

C. Kondisi Faktual dan Problematika Kasus Aktual

Berdasarkan data,deforestasi di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) sejak tahun 2018 hingga 2021 mencapai sekitar 18 ribu hektare. Angka ini tergolong signifikan mengingat deforestasi tersebut terjadi hanya dalam kurun waktu tiga tahun.

Menariknya, deforestasi tetap berlangsung meskipun pada tahun 2019 IKN telah diumumkan sebagai lokasi pemindahan ibu kota, menunjukkan bahwa pengumuman pemindahan ibu kota belum disertai dengan perlindungan efektif terhadap hutan yang ada.

Sebagian besar deforestasi terjadi di kawasan Hutan Produksi, yang memang mendominasi wilayah IKN. Kawasan Hutan Produksi memiliki fungsi untuk penyediaan kayu dan sumber daya hutan lainnya, sehingga menjadi target utama pembukaan lahan untuk pembangunan.

Kondisi ini menimbulkan ancaman serius bagi kelestarian ekosistem lokal, termasuk habitat satwa endemik seperti bekantan dan orangutan, serta mempengaruhi fungsi ekologis kawasan hutan secara keseluruhan. Fakta ini menegaskan perlunya penegakan hukum lingkungan dan pengawasan yang lebih ketat, agar pembangunan IKN dapat berjalan seimbang dengan kelestarian alam.

Kasus lainnya adalah pencemaran Sungai Citarum di Jawa Barat yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Sungai yang menjadi sumber air baku bagi jutaan warga ini tercemar berat akibat limbah industri tekstil.

Meskipun pemerintah telah membentuk Satgas Citarum Harum, data tahun 2023 menunjukkan bahwa kualitas air di beberapa titik masih di bawah baku mutu. Rendahnya kesadaran industri dan lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama kegagalan penanggulangan pencemaran ini.

Selain itu, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih menjadi problem rutin di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan data KLHK tahun 2023, terdapat lebih dari 1 juta hektare lahan terbakar, sebagian besar disebabkan oleh pembukaan lahan perkebunan.

Walaupun telah ada penegakan hukum, masih banyak perusahaan yang lolos dari sanksi atau tidak melaksanakan kewajiban pemulihan lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 69 dan 90 UU PPLH. Hal ini memperlihatkan bahwa instrumen hukum lingkungan belum dijalankan secara optimal.

D. Peran dan Tantangan Hukum Lingkungan

Peran hukum lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan mencakup tiga fungsi utama. Pertama, fungsi preventif, yakni melalui penerapan izin lingkungan, AMDAL, dan pengawasan berkala untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan sejak awal.

Kedua, fungsi represif, yaitu memberikan sanksi administratif, perdata, maupun pidana terhadap pelanggar hukum lingkungan guna memberikan efek jera.

Ketiga, fungsi partisipatif, di mana masyarakat memiliki hak untuk ikut mengawasi dan melaporkan pelanggaran terhadap aturan lingkungan.

Namun, pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut masih menghadapi hambatan, seperti lemahnya koordinasi antarinstansi, korupsi di sektor perizinan, dan keterbatasan sumber daya manusia penegak hukum lingkungan. Tantangan lainnya adalah rendahnya kesadaran ekologis masyarakat yang masih memandang lingkungan sebagai sumber ekonomi semata.

E. Penutup

Hukum lingkungan merupakan instrumen penting untuk menyeimbangkan antara pembangunan dan kelestarian alam. Dalam praktiknya, Indonesia telah memiliki perangkat hukum yang memadai, tetapi implementasinya masih jauh dari ideal.

Kasus deforestasi akibat pembangunan IKN, pencemaran Sungai Citarum, dan kebakaran hutan menunjukkan bahwa pembangunan yang tidak terkendali dapat menimbulkan krisis ekologis yang berkepanjangan.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen politik yang kuat, pengawasan hukum yang konsisten, dan peningkatan partisipasi masyarakat agar tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Pembangunan yang sejati bukanlah yang menghancurkan alam demi keuntungan sesaat, tetapi yang memadukan kemajuan ekonomi dengan kelestarian ekosistem untuk generasi mendatang.


Daftar Referensi

  • Danusaputro, Munadjat. 1985. Hukum Lingkungan: Buku I – Umum.Bandung: Bina Cipta.
  • Forest Watch Indonesia. (2022). Asimetris Informasi: Apa yang Tidak Muncul ke Publik dari Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Diakses dari https://fwi.or.id/asimetris-informasi-pemindahan-ikn/
  • Greenpeace Indonesia. 2022. Analisis Deforestasi di Wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Diakses dari [https://www.greenpeace.org/indonesia/](https://www.greenpeace.org/indonesia/)
  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2023. Data dan Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2023.Jakarta: KLHK.
  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). 2022. Laporan Tahunan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2022. Jakarta: KLHK.
  • Nasution, Muhammad Z. 2021.  Jurnal Ilmiah Hukum dan Pembangunan Berkelanjutan 3(2): 45–58.
  • Satgas Citarum Harum. 2023. Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Citarum Tahun 2023. Bandung: Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Diakses dari [https://citarumharum.jabarprov.go.id](https://citarumharum.jabarprov.go.id)
  • Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan.Jakarta: Djambatan.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *