Bulan ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan. Oleh karena itu, banyak umat islam yang berlomba-lomba melaksanakan ibadah wajib maupun sunnah untuk mendapatkan pahala yang berlipat.
Di bulan ini ada sholat sunnah yang sangat dianjurkan yaitu sholat qiyam ramadhan atau biasa disebut dengan tarawih. Tarawih merupakan sholat yang hanya dilaksanakan pada bulan ramadhan setelah sholat isya’ dan sebelum sholat subuh. .
Di Indonesia terdapat dua versi tata cara sholat tarawih. Yang pertama menurut Nadhatul Ulama (NU) dan yang kedua menurut Muhammadiyah. Lantas apa yang membedakan diantara keduanya?.
Terdapat perbedaan jumlah rakaat sholat tarawih versi NU dan Muhammadiyah. NU mengamalkan sholat tarawih sebanyak 23 Rakaat, yaitu dengan 20 rakaat sholat tarawih ditambah 3 rakaat sholat witir. Dikerjakan dengan 2 rakaat dan 1 salam sebanyak sepuluh kali.
Kemudian ditutup dengan melaksanakan salat witir sebanyak 3 rakaat. Dikutip dari laman NU Online, dijelaskan dalam buku ke-NU-an Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyyah terbitan Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama DI Yogyakarta.
Disebutkan, mazhab Syafi’iyyah, Hanabilah, dan Hanafiyyah sepakat bahwa salat Tarawih adalah 20 rakaat.Pendapat ini dipedomani lebih kuat dan sempurna ijma’-nya. Landasan ini didasarkan dari sebuah hadits dari Aisyah Ummil Mu’minin RA, Nabi SAW bersabda,
“ Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin RA, sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam salat di masjid, lalu banyak orang salat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu nabi) tapi Rasulullah SAW justru tidak keluar menemui mereka.
Pagi harinya beliau bersabda, “Sungguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila salat ini diwajibkan pada kalian.” Sayyidah ‘Aisyah berkata, ‘Hal itu terjadi pada bulan Ramadan’.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pada masa Nabi saw tidak ada istilah ibadah dengan nama tarawih, adanya qiyamul lail (shalat malam), yang beliau lakukan dan contohkan selama Ramadhan. Istilah tarawih baru muncul pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang mulai menyelenggarakan shalat tarawih secara serentak berjamaah di masjid.
Jadi, Orang yang pertama kali mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah adalah Sayyidina Umar bin Khattab, salah satu sahabat terdekat Nabi. Jamaah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan jumlah 20 rakaat. Sebagaimana keterangan:
“Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir),” (HR Malik).
Di lain pihak, Muhammadiyah melaksanakan tarawih dengan jumlah 11 rakaat. Tata cara sholat tarawih Muhammadiyah menggunakan formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1. Arti 4-4-3 yaitu melaksanakan salat empat rakaat dengan sekali salam sebanyak dua kali, ditambah 3 rakaat salat witir.
Sementara itu, untuk formasi 2-2-2-2-2-1 berarti melaksanakan salat dua rakaat sekali salam sebanyak lima kali, ditambah satu rakaat witir. Hal ini Berdasarkan pada hadist Ibnu Abbas, yang berbunyi :
“Lalu aku berdiri di samping rasulullah; kemudian ia letakkan tangan kanannya pada kepala saya dan dipegangnya telinga kanan saya dan ditelitinya, lalu ia shalat dua raka‟at kemudian dua raka‟at lagi, lalu dua raka‟at lagi kemudian dua raka‟at, lalu shalat witir, kemudian ia tiduran menyamping sehingga datang bilal menyerukan adzan. Maka bangunlah ia dan shalat dua raka‟at singkat-singkat, kemudian pergi shalat shubuh. (HR. Muslim)
Jumlah rakaat tarawih Muhammadiyah juga dilaksanakan dengan rujukan hadis riwayat Abi Salamah bin Abdirrahman saat bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha. Berikut redaksi hadis terkait jumlah rakaat tarawih Muhammadiyah.
“Dari Aisyah [diriwayatkan bahwa] ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw. di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: Nabi saw. tidak pernah melakukan shalat sunnat di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagai tambahan, ada perbedaan selain jumlah rakaat,yaitu untuk suratan yang dibaca setelah al-Fatihah dalam shalat witir. Pada raka‘at pertama dianjurkan surat al-A‘la dan raka‘at kedua adalah surat al-Kafirun.
Hal ini senada dengan Muhammadiyah dan dasar yang digunakan juga sama. Yang berbeda adalah raka‘at witir yang ketiga. NU pada raka‘at witir yang ketiga dikerjakan sendiri, atau dengan 1 raka‘at. Biasanya surat yang dibaca setalah al-Fatihah adalah surat al-Ikhlas, ditambah al-Falaq, dan an-Nas.
Selain itu, pada separuh terakhir bulan ramadhan, pada raka‘at yang ketiga ini, setelah bangun dari rukuk dilakukan pembacaan qunut. Sedangkan Muhammadiyah pada raka’at witir yang ketiga hanya membaca surat Al-ikhlas.
Perbedaan tata cara salat tarawih sudah ada sejak zaman Rasulullah. Lalu Beberapa ulama dan sahabat nabi juga tidak ada yang membatasi jumlah rakaat tarawih. Walaupun terdapat perbedaan antara NU dan Muhammadiyah dalam pelaksanaan shalat tarawih, para jemaah dari keduanya tidak saling bertentangan atau merasa paling benar.
Kedua organisasi besar ini tetap memegang teguh nilai-nilai islam dalam menjalankan ibadah tersebut. Perbedaan dalam pelaksanaan ibadah tidak mengurangi kesatuan umat Islam Indonesia dalam merayakan bulan Ramadan dan menjalankan ibadah secara khusyuk.





