Perdagangan Ilegal LPG: Ancaman Serius bagi Ekonomi dan Keselamatan Publik

Ilustrasi Tabung LPG. ( ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/nym.)
Ilustrasi Tabung LPG. ( ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/nym.)

Praktik pengoplosan LPG ilegal terus menjadi perhatian serius karena dampaknya yang luas terhadap perekonomian dan keselamatan masyarakat. Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri baru-baru ini mengungkap jaringan pengoplosan LPG di Desa Singapadu Tengah, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali.

Dalam empat bulan, kelompok ini meraup keuntungan hingga Rp3,37 miliar, menunjukkan skala besar dari kejahatan ini (Antara News, 2024. Pengungkapan kasus ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang lebih tegas agar praktik serupa tidak semakin meluas.

Bacaan Lainnya

Modus Operandi dalam Pengoplosan LPG

Para pelaku mendapatkan tabung LPG subsidi 3 kg dari pengecer, lalu memindahkan isinya ke dalam tabung non-subsidi berukuran 12 kg dan 50 kg. LPG hasil oplosan ini kemudian dijual ke berbagai usaha kecil seperti warung makan dan laundry di wilayah Gianyar dan sekitarnya (Antara News, 2024.

Proses pemindahan gas yang dilakukan tanpa standar keamanan menimbulkan dua ancaman utama: pertama, kerugian finansial bagi pemerintah akibat subsidi yang disalahgunakan, dan kedua, risiko kebakaran serta ledakan akibat penggunaan peralatan yang tidak sesuai prosedur.

Pengungkapan Kasus dan Bukti yang Disita

Keberhasilan aparat dalam membongkar sindikat ini ditandai dengan penangkapan empat tersangka, yaitu GC, BK, MS, dan KS. Selain itu, petugas menyita 1.616 tabung LPG 3 kg, 123 tabung LPG 12 kg warna biru, 480 tabung LPG 12 kg warna merah muda, 94 tabung LPG 50 kg warna oranye, serta ratusan pipa besi, mobil pick-up, dump truk, dan peralatan pemindahan gas lainnya (Antara News, 2024. Jumlah barang bukti yang sangat besar menandakan bahwa praktik ilegal ini telah berlangsung dalam waktu lama dan dengan sistem yang terorganisir.

Dampak Ekonomi dan Keselamatan Publik

Praktik pengoplosan LPG ilegal memberikan dampak serius, terutama terhadap ekonomi masyarakat kecil. Dalam empat bulan, keuntungan yang diperoleh sindikat ini mencapai Rp3,37 miliar, dengan rata-rata pemasukan harian sekitar Rp25 juta atau sekitar Rp650 juta setiap bulan (Antara News, 2024).

Keuntungan ini diperoleh dari eksploitasi subsidi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat kurang mampu. Akibatnya, distribusi LPG bersubsidi menjadi tidak tepat sasaran, menyebabkan kelangkaan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.

Selain itu, LPG oplosan yang dijual tanpa standar keselamatan meningkatkan risiko kecelakaan. Banyak kasus kebakaran dan ledakan yang diakibatkan oleh penggunaan tabung LPG yang telah dimodifikasi secara ilegal. Jika praktik ini terus dibiarkan, bukan hanya perekonomian yang dirugikan, tetapi juga keselamatan ribuan masyarakat yang menggunakan LPG dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek Hukum dan Regulasi

Untuk menjerat para pelaku, aparat menegakkan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Para tersangka menghadapi ancaman hukuman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar (Antara News, 2024). Namun, penegakan hukum saja tidak cukup. Diperlukan strategi pencegahan dan regulasi yang lebih ketat agar jaringan perdagangan ilegal LPG ini dapat benar-benar diberantas.

Upaya Pencegahan dan Pengawasan

Untuk mengatasi perdagangan LPG ilegal, diperlukan kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Pengawasan terhadap distribusi LPG bersubsidi harus diperketat, termasuk dengan penggunaan teknologi digital untuk melacak distribusi LPG dari agen hingga ke tangan konsumen. Kampanye edukasi juga perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih sadar akan risiko penggunaan LPG oplosan dan melaporkan praktik ilegal yang mereka temui.

Selain itu, pihak berwenang harus menutup celah hukum yang memungkinkan praktik pengoplosan terus terjadi. Penerapan hukuman yang lebih tegas dan kontrol yang lebih ketat terhadap distribusi LPG bersubsidi menjadi kunci utama dalam mencegah pengoplosan di masa depan.

Terungkapnya kasus pengoplosan LPG di Bali menunjukkan bahwa praktik ini masih menjadi ancaman nyata yang perlu segera ditangani. Jika tidak ada langkah serius dalam penegakan hukum dan pengawasan distribusi, kasus serupa akan terus bermunculan, merugikan negara dan membahayakan masyarakat luas.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *