Nagari Galugua, Krajan.id – Di balik perbukitan hijau yang seolah memeluk erat sebuah nagari, jauh dari hiruk-pikuk kota, tersimpan kisah pengabdian yang akan selalu dikenang. Nagari Galugua, di Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, menjadi saksi lahirnya cerita baru tentang persaudaraan, pengetahuan, dan harapan.
Daerah yang mungkin asing di telinga banyak orang ini, ternyata menyimpan panorama alam memukau sekaligus potensi ekonomi besar dari komoditas gambir, yang sejak lama menjadi tumpuan hidup masyarakat.
Namun lebih dari itu, Galugua kini juga menyimpan kenangan tentang sebuah perjalanan panjang: Ekspedisi Wilayah II. Kegiatan yang berlangsung selama 12 hari, mulai 14 hingga 26 Juli 2025, menghadirkan 35 panitia bersama satu delegasi dari Politeknik Negeri Bengkalis. Dengan Universitas Andalas sebagai tuan rumah, ekspedisi ini menjadi wujud nyata pengabdian mahasiswa BEM se-Indonesia untuk hadir, belajar, dan menanamkan benih perubahan di pelosok negeri.
Kedatangan rombongan ekspedisi disambut penuh kehangatan oleh perangkat nagari dan masyarakat. Wali Nagari Wendriadi, Sekretaris Nagari Eri Susanto, hingga para kepala jorong hadir memberikan dukungan.
Dari Jorong Galugua, Willyam Riski Galuh Pratama ikut mendampingi, sementara Rafael Hen Marqes dari Jorong Mongan turut menyambut dengan ramah. Kehadiran mereka menegaskan bahwa ekspedisi bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan bagian dari kebersamaan yang dijalani bersama.
Pembukaan resmi dilaksanakan di Masjid At-Taqwa, Jorong Galugua. Tokoh-tokoh adat, ninik mamak, perangkat nagari, hingga pemuda setempat hadir memberikan restu.
“Kami sangat mendukung kegiatan ini karena membawa manfaat bagi masyarakat,” ujar Syamsuardi, Ketua Musyawarah Nagari. Kehadiran para pemimpin lokal di acara pembukaan memberi legitimasi bahwa ekspedisi ini diterima dengan tangan terbuka.
Salah satu program utama adalah pendidikan. Melalui Ekspedisi Andalas Mengajar, anak-anak Galugua mendapatkan pengalaman belajar baru yang jauh dari metode kaku. Mahasiswa menghadirkan pembelajaran kreatif dengan permainan edukatif, bimbingan membaca, hingga penguatan literasi. Anak-anak yang sebelumnya cenderung pasif kini mulai berani berbicara di depan kelas, bahkan tampil di panggung untuk membacakan puisi.
Sementara itu, Ekspedisi Andalas Mengaji menjadi ruang penting bagi generasi muda Galugua untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an. Dengan penuh kesabaran, mahasiswa mendampingi anak-anak belajar tajwid dan menanamkan kecintaan pada nilai-nilai Islami. Seolah cahaya baru hadir di masjid-masjid nagari yang sebelumnya sepi, kini ramai oleh suara anak-anak mengaji.
Tidak berhenti pada pendidikan, mahasiswa juga menggarap sektor ekonomi kreatif. Warga diajak melihat potensi alam mereka sendiri. Goa Langkuik Kolam, yang sebelumnya hanya dikenal oleh warga lokal, diperkenalkan sebagai destinasi ekowisata. Melalui publikasi di media sosial, goa ini dipromosikan sebagai destinasi alam yang menawan dan layak dikunjungi wisatawan.
Mahasiswa juga memperkenalkan teknik ecoprinting, yakni memanfaatkan daun dan bahan alami sebagai motif pada totebag. Dengan pelatihan sederhana, ibu-ibu rumah tangga Galugua kini memiliki keterampilan baru yang berpotensi menambah penghasilan keluarga. Lebih dari itu, mahasiswa juga memberikan edukasi pemasaran digital agar produk lokal dapat menjangkau pasar lebih luas.
Di sektor lingkungan dan pertanian, ekspedisi menghadirkan program nyata yang langsung dirasakan warga. Mahasiswa bersama masyarakat membuat plang penunjuk jalan untuk memudahkan akses, menebar bibit ikan sebagai upaya menjaga ketahanan pangan, hingga melaksanakan program Ekspand Mangampo, yaitu tradisi pengolahan daun gambir menjadi getah berkualitas.
Kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan dilakukan hampir setiap hari, menjadikan suasana nagari lebih bersih dan sehat. Sebuah peta wilayah Galugua juga dibuat, tidak hanya sebagai alat navigasi, tetapi juga sebagai dokumentasi berharga untuk masa depan.
Aspek kesehatan juga menjadi perhatian penting. Melalui pemeriksaan kesehatan gratis, masyarakat bisa mengetahui kondisi tubuh mereka sekaligus berkonsultasi dengan tenaga medis. Anak-anak sekolah mendapat penyuluhan tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), mulai dari cara mencuci tangan yang benar, menjaga kebersihan lingkungan, hingga pola makan sehat.
“Mahasiswa Ekspedisi Wilayah II sangat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan kesehatan,” ungkap Wali Jorong Galugua dengan bangga.
Di sisi sosial budaya, ekspedisi meninggalkan jejak yang sulit dihapus. Para mahasiswa mendokumentasikan kehidupan sehari-hari warga dalam film dokumenter, membuka kelas seni untuk anak-anak, hingga menggelar pentas seni yang melibatkan masyarakat.
Salah satu momen paling berkesan adalah Gelanggang Kuliner, ketika masyarakat dan mahasiswa duduk bersama menikmati makanan dalam talam besar. Tradisi ini mencerminkan solidaritas, kebersamaan, dan rasa kekeluargaan yang begitu erat.
Malam puncak ekspedisi pada 24 Juli ditutup dengan gemerlap penampilan seni lokal. Tari tradisional, alat musik Ondang Baoguang, hingga warisan budaya Numbuak Ompek ditampilkan. Anak-anak tampil percaya diri, sementara orang tua menyaksikan dengan bangga. Tangis haru mengiringi malam penutupan, menjadi penanda eratnya ikatan antara mahasiswa dan warga.
Antusiasme masyarakat jelas terasa. Ketua Pemuda Galugua menyebut ekspedisi ini sebagai pengalaman tak terlupakan. “Kami sangat bangga karena Universitas Andalas memilih Nagari kami. Yang paling mengesankan adalah keikhlasan dan pengorbanan mahasiswa,” katanya.
Santo Yogi H. Napitupulu, delegasi dari Politeknik Negeri Bengkalis, juga mengungkapkan kesannya. “Momen yang paling berkesan adalah ketika anak-anak berani tampil membaca puisi di depan umum. Keberanian mereka adalah bukti bahwa semangat belajar itu besar sekali,” ujarnya.
Ketua pelaksana, Rayhan Masykuri, menambahkan, “Semoga cahaya kecil yang dinyalakan di ujung negeri ini menjadi awal dari terang yang lebih luas. Harapan kami, semangat gotong royong dan kecintaan pada pendidikan akan terus tumbuh di Galugua.”
Lebih dari sekadar kegiatan, ekspedisi ini meninggalkan dampak nyata. Motivasi belajar anak-anak meningkat, kesadaran kesehatan warga bertambah, lingkungan desa menjadi lebih bersih, dan keterampilan baru membuka peluang ekonomi.
Namun, dampak terbesar mungkin adalah ikatan emosional yang terjalin. Malam-malam penuh canda bersama anak-anak, obrolan hangat di beranda rumah, hingga kerja sama membersihkan lingkungan menciptakan kenangan yang tak terlupakan.
Ketika ekspedisi berakhir, mahasiswa tidak hanya pulang membawa cerita, tetapi juga membawa pelajaran tentang arti kebersamaan, kesabaran, dan ketulusan. Air mata perpisahan yang jatuh adalah simbol betapa dalam hubungan yang sudah terjalin.
Nagari Galugua kini bukan lagi sekadar sebuah nama di peta. Ia menjadi simbol bahwa daerah terpencil pun pantas mendapatkan perhatian dan cinta yang sama. Di setiap senyum anak-anak, di setiap gotong royong warga, tersimpan keyakinan bahwa perubahan itu mungkin, asalkan semua mau melangkah bersama.
Ekspedisi Wilayah II di Galugua mungkin telah berakhir, tetapi benih harapan sudah tertanam. Cahaya kecil yang dinyalakan akan terus berpijar, menerangi jalan menuju masa depan yang lebih cerah.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.





