Kata “fashion” berasal dari bahasa Latin, yaitu “facio”, yang berarti membuat atau melakukan. Sehingga, makna asli dari fashion mencerminkan tindakan atau proses yang dilakukan oleh seseorang. Berbeda dengan pemahaman saat ini, dimana fashion sering kali diartikan sebagai sesuatu yang bisa dipakai. Fashion sering kali dipergunakan sebagai sinonim untuk istilah dandanan, gaya, dan busana.
Gaya hidup, dalam pengertian sosiologis yang lebih terbatas merujuk pada gaya hidup yang khas dari suatu kelompok tertentu. Di masyarakat modern, gaya hidup ini berperan penting dalam mendefinisikan sikap, nilai-nilai, kekayaan, serta posisi sosial individu.
Dikalangan umat Islam, kini kita dapat melihat semakin maraknya iklan dan industri jasa yang menawarkan “wisata religius”. Selain itu, berdirinya kafe-kafe khusus Muslim, sekolah-sekolah Islam dengan biaya tinggi, serta perkembangan konter yang menjual pakaian berlabel Exclusive Moslem Fashion juga semakin meluas.
Kelas menengah atas pun menunjukkan minat yang besar terhadap Moslem Fashion Show, sementara berdirinya pusat-pusat perbelanjaan dengan memanfaatkan sensibilitas keagamaan untuk meraih keuntungan bisnis.
Slogan yang ditawarkan menyerupai impian generasi muda kelas menengah pada umumnya, seperti “Jadilah Muslimah yang Gaul dan Smart” atau “Jadilah Muslimah yang Dinamis dan Trendi.” Disini terdapat sebuah ideologi yang secara perlahan dibentuk, yaitu beragama tanpa kehilangan sentuhan trend atau menjalani kehidupan religius namun tetap modis.
Di balik fenomena gaya berpakaian Gen Z, terdapat berbagai faktor yang menjadi latar belakangnya. Salah satu faktor psikologis yang mendorong generasi ini untuk memilih gaya berpakaian tertentu adalah pencarian identitas. Pakaian sering kali dipandang sebagai sebuah simbol atau penanda yang membentuk makna, perspektif, dan citra tertentu bagi pemakainya.
Baca Juga: Al-Isyarat wa At-Tanbihat: Mengulik Konsep Logika Ibnu Sina
Hal ini dipengaruhi oleh bagaimana seseorang memandang diri mereka sendiri serta kebutuhan sosial yang mereka miliki, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keputusan mengenai cara berpakaian. Proses ini dimulai dengan penerimaan informasi dari lingkungan yang diterima melalui panca indra dan diolah secara kognitif, lalu diinterpretasikan sebagai sebuah respon.
Selain itu, individu sering kali memiliki keinginan untuk diterima oleh lingkungan di sekitarnya, yang mendorong mereka untuk mengikuti trend fashion yang populer di kalangan usia mereka dan mencari validasi dari orang lain melalui pilihan pakaian yang dikenakan.
Dalam konteks syariat Islam, terdapat panduan mengenai cara berpakaian yang berprinsip pada penjagaan kehormatan dan kesederhanaan, serta penutupan aurat yang baik. Pakaian yang dikenakan seharusnya tidak memperlihatkan lekuk tubuh dan tidak terlalu ketat, agar dapat menjaga privasi dan martabat individu tersebut.
Tujuan utama dari prinsip berpakaian dalam syariat Islam adalah untuk menghindari godaan serta menjaga rasa hormat antara individu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Namun, di tengah pesatnya perkembangan zaman dan arus modernitas, sering kali prinsip ini terabaikan.
Pengaruh tren fashion yang berkembang dengan cepat, yang mudah diakses melalui media sosial dan pemasaran digital, sering kali lebih mendominasi daripada nilai-nilai agama. Banyak generasi muda, terutama Gen Z cenderung mengikuti tren berpakaian yang sedang populer tanpa mempertimbangkan kesesuaian gaya tersebut dengan ajaran Islam.
Beberapa di antara mereka merasa bahwa aturan berpakaian dalam Islam tidak lagi relevan dengan gaya hidup modern dan terkesan tertinggal dibandingkan dengan standar mode global. Oleh karena itu, sangat penting bagi Gen Z, serta orang tua, pendidik, dan masyarakat luas untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai prinsip-prinsip berpakaian dalam Islam.
Baca Juga: Siapa Bilang Akal dan Wahyu Nggak Bisa Akur? Yuk Intip Tahafut Al-Tahafut Versi Ibnu Rusyd
Gaya berpakaian Mahasiswa Muslim pada Era Digital saat ini lebih dari sekedar pilihan fashion sehari-hari, ia merupakan cerminan visual dari kepribadian dan identitas mereka, serta gambaran pengaruh sosial dan budaya yang mengelilingi mereka. Mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan akademis dan non-akademis umumnya memilih busana yang menunjukkan pemikiran terbuka dan kreativitas.
Mereka dipengaruhi oleh tren fashion global yang dapat dengan mudah diakses melalui media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Pinterest. Dengan demikian, mahasiswa ini sering terpapar berbagai sumber inspirasi yang membentuk pilihan busana mereka, menciptakan harmoni antara gaya lokal dan global dalam penampilan sehari-hari.
Namun, banyak mahasiswa muslim saat ini yang memilih busana yang tetap menampilkan lekuk tubuh, sambil mengenakan hijab yang dikenakan dengan cara disampirkan kepundak atau di lilit kan ke leher sehingga bagian dada masih terlihat. Berikut ini adalah beberapa Hadis dan ayat Al-Qur’an yang membahas tentang aurat dan pedoman yang ditetapkan oleh Allah Swt. mengenai berpakaian seorang perempuan.
أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
“Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda ‘Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini’, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya” (HR. Abu Daud, 4140).
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan diwajibkan untuk menjaga aurat mereka dari ujung kepala hingga kaki, kecuali untuk wajah dan kedua telapak tangan. Selain itu, pakaian yang dipakai haruslah tidak tembus pandang. Oleh karena itu, sangat penting untuk memeriksa karakteristik bahan pakaian sebelum berbelanja.
يآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab: 59).
Dalil di atas menunjukkan bahwa jilbab yang dikenakan setidaknya harus menutupi dada. Sebagai seorang muslimah di era modern, tentu saja diperbolehkan untuk mengikuti berbagai trend jilbab yang muncul di media sosial.
Namun, penting untuk tetap memilih gaya jilbab yang sesuai dengan ketentuan, yakni yang menutupi dada. Selain itu, perlu juga diperhatikan agar rambut tidak terlihat keluar dari jilbab, karena itu merupakan bagian dari aurat seorang perempuan.
صنفان من أهل النار لم أرهما: قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس، ونساء كاسيات عاريات، مائلات مميلات، رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة، لا يدخلن الجنة، ولا يجدن ريحها، وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
“Ada dua golongan dari umatku yang belum pernah aku lihat: (1) suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang-orang dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring (seperti benjolan). Mereka itu tidak masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, walaupun wanginya surga tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian” (HR. Muslim dalam Bab Al Libas Waz Zinah no. 2128).
Dalam hadis tersebut, Islam juga mengatur adab berpakaian dengan ketentuan khusus bagi perempuan. Selain itu, dilarang mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan tipis, perempuan juga tidak diperkenankan untuk mengenakan pakaian yang dapat memperlihatkan lekuk tubuhnya.
Baca Juga: Al-Munqidh min al-Dhalal: Menyelami Pemikiran Al-Ghazali tentang Kebenaran
Gaya berpakaian seperti itu dianggap sama dengan telanjang. Oleh karena itu, pentingnya bagi perempuan untuk memilih pakaian yang longgar dan memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada ukuran tubuh mereka.
Dengan demikian, diharapkan mahasiswa muslim saat ini dapat menyadari betapa pentingnya menjaga kesesuaian dan adab berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam. Meskipun ada godaan untuk mengikuti trend berpakaian di kalangan mahasiswa, kita tetap harus memperhatikan aspek kehalalan produk yang kita dibeli.
Kesimpulannya, perilaku konsumsi yang Islami di kalangan mahasiswa Muslim menggambarkan dinamika kompleks antara tuntunan agama, pengaruh sosial dan budaya, serta kebutuhan individu. Ini semua menuntut kesadaran dan keseimbangan dalam menerapkan prinsip-prinsip konsumsi Islami dalam kehidupan sehari-hari.





