Resensi Novel Janji di Tanah Jawa

Novel JANJI DI TANAH JAWA
Novel JANJI DI TANAH JAWA

Sinopsis
Di tanah yang subur namun sarat rahasia, Janji di Tanah Jawa menghadirkan kisah yang merangkai cinta, dendam, dan pertaruhan kehormatan. Manggala, seorang pemuda yang pernah terusir karena tuduhan yang tak pernah ia lakukan, kembali ke Jayamukti membawa luka serta misi yang ia simpan rapat-rapat. Kepulangannya adalah perjalanan menuntaskan masa lalu, namun juga membuka pintu pada konflik baru.

Di sisi lain, Kinanti adalah putri seorang Bupati dimina ia hidup dalam belenggu adat dan kehormatan keluarga. Keberaniannya membuat ia terseret ke pusaran fitnah dan intrik politik yang mengancam nama baik ayahnya.

Bacaan Lainnya

Pertemuan tak terduga antara keduanya membawa mereka pada pernikahan yang diatur demi meredam kekacauan. Namun, pernikahan tanpa cinta itu justru menyingkap lapisan konflik yang semakin dalam. Di tengah kepentingan politik, tradisi, dan pengkhianatan, perlahan tumbuh rasa yang bersembunyi di balik kewajiban.

Cinta yang muncul di tanah yang menganggap perasaan sebagai kelemahan, dan kesetiaan sebagai tuntutan mutlak. Pada akhirnya, mereka harus memilih: tetap berada dalam ikatan yang ditentukan, atau mengikuti suara hati dengan konsekuensi yang tidak ringan.

Isi Resensi
Novel Janji di Tanah Jawa membawa pembaca masuk ke pusaran konflik dan pergulatan batin melalui sosok Raden Mas Manggala, bangsawan muda yang kembali ke Jayamukti untuk melaksanakan misi rahasia dari William Albert, pria Belanda yang membesarkannya sejak kecil.

Dengan menyamar sebagai penasihat Bupati Surya, Manggala berada di tengah perebutan kekuasaan antara pemerintah kolonial Belanda, Bupati Surya, dan William Albert yang menjalankan rencananya lewat tangan Manggala.

Namun, di balik kekuasaan kolonial, terdapat permainan lain yang digerakkan oleh Raden Wijaya—ayah kandung Manggala yang bekerja sama dengan Wira, putra dari selirnya, Jeng Ayu. Konflik mulai memuncak ketika Jeng Ayu secara tak sengaja melihat Manggala bersama seorang lelaki Belanda tua di warung kopi.

Kecurigaannya diperkuat oleh cerita Ningsih, pelayan warung, yang pernah mendengar percakapan mengenai rencana besar perebutan kekuasaan. Informasi itu sampai kepada Wira, yang kemudian bersekutu dengan Kinanti untuk menjebak Manggala lewat sebuah fitnah.

Rencana mereka gagal ketika Manggala memergoki Kinanti di kamarnya. Peristiwa itu justru berbuntut panjang fitnah yang memaksa keduanya dijodohkan demi menjaga nama baik keluarga.

Menjelang pernikahan, identitas Manggala terbongkar. Ia ditangkap dan dipenjara oleh Bupati Surya. Kabar itu membuat Raden Wijaya dan Wira melarikan diri ke hutan. Manggala, yang mengetahui hal tersebut, menawarkan diri ikut mencari keduanya. Pencarian itu berakhir tragis: Raden Wijaya tewas, sementara Manggala terluka akibat tembakan Wira. William Albert pun kabur meninggalkan Jayamukti.

Wira akhirnya ditangkap, dan Manggala kembali dipenjara. Dalam masa pemulihan itu, hubungan Manggala dan Kinanti tumbuh semakin dekat. Kinanti memohon keringanan hukuman kepada ayahnya, namun Bupati Surya justru menjatuhkan tiga keputusan berat: membatalkan pernikahan, menyita seluruh warisan keluarga Manggala, dan mengusirnya dari Jayamukti.

Sebelum pergi, Manggala meminta satu permohonan: berziarah ke makam ayahnya bersama Kinanti. Dalam perjalanan itu, Kinanti mengungkapkan perasaannya dan meminta Manggala untuk menulis surat setelah tiba di Belanda. Namun, Manggala memilih pergi diam-diam pada malam sebelum hari keberangkatannya.

Ia hanya berpamitan kepada Mbah Darmo seorang penasihat keluarga. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari luka yang lebih dalam bagi Kinanti. Ia tetap menepati janjinya mengirim surat dari Belanda, tetapi salah satu suratnya disembunyikan oleh Bupati Surya.

Pada hari kirab ulang tahun Bupati Surya, muncul rencana untuk menjodohkan Kinanti dengan Yudhanegara. Kinanti menolak dan pergi mencari ayahnya, namun justru menemukan surat-surat Manggala yang selama ini hilang.

Kecewa, ia menceritakan semuanya kepada Mbah Darmo, yang kemudian menyarankan agar ia menyusul Manggala ke Belanda jika hatinya tetap memilih pemuda itu. Setelah mempertimbangkan semuanya, Kinanti meminta restu kedua orang tuanya dan memutuskan untuk menyusul Manggala.

Kelebihan
Salah satu kekuatan novel ini terletak pada presentasi visualnya. Sampul yang unik dan artistik mencerminkan suasana historis yang mewarnai cerita. Di bagian awal, terdapat bagan hubungan antar tokoh yang membantu pembaca memahami keterkaitan karakter, terutama di tengah intrik politik dan konflik keluarga yang rumit. Kehadiran ilustrasi tokoh utama memperkuat imajinasi pembaca mengenai sosok Manggala, Kinanti, dan Wira, sehingga cerita terasa lebih hidup.

Novel ini juga menghadirkan terjemahan dari istilah dan dialog berbahasa Jawa maupun Belanda. Pendekatan ini menjaga nuansa lokal sekaligus menguatkan latar kolonial tanpa menghambat kenyamanan membaca. Narasi mengalir dari awal hingga akhir, diakhiri dengan penutup yang tegas dan memuaskan ketika Manggala dan Kinanti akhirnya dipertemukan kembali di Belanda.

Kekurangan
Meski menawarkan kisah yang padat intrik dan kuat secara tema, beberapa kekurangan teknis cukup terasa. Masih ditemukan kesalahan penulisan di beberapa bagian, yang meskipun tidak mengganggu jalan cerita, tetap mengurangi kesan profesional pada edisi cetak.

Selain itu, kualitas kertas pada halaman awal tampak buram dan kurang rapi, memberi kesan seperti buku yang tidak melalui proses produksi optimal. Meski demikian, kekurangan ini tidak merusak kekuatan cerita maupun pendalaman karakter, dan menjadi catatan penting bagi penerbit dalam merilis edisi berikutnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *