Revitalisasi Bank Sampah SATRIA, Langkah Nyata Mahasiswa UNS untuk Ekonomi dan Lingkungan Desa

Mahasiswa KKN UNS 273 berfoto bersama warga usai kegiatan pengumpulan sampah, sebagai bentuk sinergi dalam mewujudkan desa bersih dan sehat. (doc. KKN 273 UNS)
Mahasiswa KKN UNS 273 berfoto bersama warga usai kegiatan pengumpulan sampah, sebagai bentuk sinergi dalam mewujudkan desa bersih dan sehat. (doc. KKN 273 UNS)

Reksosari, Krajan.id – Sampah rumah tangga kerap dipandang sebagai sesuatu yang tidak bernilai, sehingga seringkali berakhir di pembakaran terbuka atau mencemari lingkungan. Namun, melalui tangan kreatif mahasiswa KKN 273 Universitas Sebelas Maret (UNS), kebiasaan lama itu perlahan diubah.

Melalui program Revitalisasi Bank Sampah “SATRIA: Sampah RT Jadi Rupiah”, masyarakat Desa Reksosari, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, diajak untuk memandang sampah sebagai sumber ekonomi sekaligus solusi menjaga kesehatan lingkungan.

Bacaan Lainnya

Program ini menjadi salah satu implementasi tema SDGs yang diusung kelompok mahasiswa KKN 273 UNS. Kegiatan dilaksanakan dengan melibatkan mahasiswa, warga RT 07 Dusun Reksosari, perangkat desa, hingga kader PKK dan karang taruna setempat.

Ketua KKN, Anisa Meliana Tri Pasha dari Prodi Ilmu Komunikasi, menegaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya berfokus pada edukasi, tetapi juga menciptakan sistem keberlanjutan agar masyarakat mampu mandiri setelah program KKN selesai.

Langkah awal yang dilakukan mahasiswa adalah sosialisasi pemilahan sampah. Yuliana Ismi, mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan yang bertindak sebagai Koordinator Program, menjelaskan bahwa pemateri utama berasal dari tim KKN sendiri. Mereka memaparkan pentingnya membedakan sampah organik dan anorganik, serta menunjukkan contoh-contoh sampah yang bisa didaur ulang.

Mahasiswa KKN UNS 273 membantu warga dalam pengumpulan sampah anorganik dan kardus bekas sebagai bagian dari program peduli lingkungan. (doc. KKN 273 UNS)

Metode sosialisasi dibuat menarik agar mudah dipahami. Mahasiswa tidak sekadar memberi materi secara teori, tetapi juga mengajak warga untuk praktik langsung memilah sampah.

“Respon masyarakat sangat antusias, karena sebelumnya mereka tidak terbiasa mengelola sampah. Kebanyakan membakar atau membuang langsung ke tanah. Saat diajak praktik memilah, mereka merasa lebih mudah memahami dan merasakan manfaatnya,” jelas Yuliana.

Salah satu inovasi yang diperkenalkan adalah sistem tabungan sampah. Setiap warga yang menyetorkan sampah anorganik ke bank sampah desa akan ditimbang, kemudian hasilnya dicatat ke buku tabungan sampah. Meskipun masih manual, sistem ini dianggap lebih sesuai dengan kondisi masyarakat.

“Kami sempat mempertimbangkan pencatatan digital. Namun sebagian besar ibu rumah tangga, terutama yang sudah berusia lanjut, masih kesulitan jika menggunakan aplikasi. Jadi untuk saat ini, sistem manual lebih efektif,” ujar Yuliana.

Setiap minggu, warga bergotong royong mengumpulkan sampah anorganik seperti botol plastik, gelas air mineral, kardus, kertas, dan kaleng. Sampah yang terkumpul kemudian dijual ke pengepul, dan hasil penjualannya dibagikan sesuai dengan catatan timbangan masing-masing warga. Sebagian kecil disisihkan untuk kas bank sampah sebagai dana keberlanjutan.

Meski sistem tabungan fokus pada sampah anorganik, tim KKN 273 UNS tidak menutup mata terhadap masalah sampah organik yang juga menumpuk. Dalam perencanaan jangka panjang, mereka berencana mengembangkan program pengolahan sampah organik menjadi kompos.

“Jika program penjualan sampah anorganik sudah berjalan stabil, kami akan melanjutkan ke tahap pengolahan sampah organik. Nantinya, sampah rumah tangga bisa diubah menjadi pupuk kompos yang bermanfaat bagi pertanian warga,” kata Yuliana.

Salah satu tujuan utama dari program SATRIA adalah memutus daur hidup nyamuk yang sering bersarang di genangan air pada barang bekas. Setelah beberapa minggu berjalan, hasil nyata mulai terlihat.

“Dulu banyak sampah berserakan di halaman rumah dan selokan, sehingga menimbulkan genangan air. Sekarang jumlahnya berkurang drastis, otomatis potensi berkembang biaknya nyamuk juga menurun,” ungkap salah satu warga saat ditemui tim KKN.

Selain memberi manfaat ekonomi dan kesehatan, program ini juga berhasil menghidupkan kembali semangat gotong royong warga. Setiap minggu, ibu-ibu muda hingga yang berusia lanjut ikut turun tangan menyusuri lingkungan RT untuk mengumpulkan sampah.

“Pemandangan ketika warga bersama-sama membawa sampah ke bank sampah sungguh berkesan. Mereka tidak hanya sekadar menyetor, tapi juga bercengkerama, saling mengingatkan, bahkan saling membantu membawa sampah tetangganya yang berhalangan hadir,” ujar Yuliana.

Tumpukan sampah anorganik dan barang bekas yang berhasil dikumpulkan dari warga untuk dikelola lebih lanjut. (doc. KKN 273 UNS)
Tumpukan sampah anorganik dan barang bekas yang berhasil dikumpulkan dari warga untuk dikelola lebih lanjut. (doc. KKN 273 UNS)

Namun, perjalanan program tidak selalu mulus. Tantangan terbesar adalah menjaga konsistensi warga agar rutin menyetorkan sampah setiap minggu. Banyak warga yang masih terbiasa membuang sampah tanpa memilah. Selain itu, kesibukan harian juga membuat sebagian warga kadang lupa atau malas menyetor.

Untuk mengatasi hal tersebut, tim KKN menawarkan sejumlah strategi. Di antaranya memberikan insentif ekonomi yang jelas, sistem reward sederhana bagi RT dengan setoran terbanyak, hingga pelibatan kader lokal seperti karang taruna dan PKK.

“Kegiatan ini harus terus hidup bukan hanya karena uang, tetapi juga karena nilai kebersamaan, kesehatan, dan kebersihan desa,” tegas Anisa.

Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN 273 UNS, Dr. Agus Mukholid, M.Pd, memberikan apresiasi terhadap program ini. Menurutnya, program Bank Sampah SATRIA adalah bentuk nyata pengabdian mahasiswa kepada masyarakat.

“Mahasiswa tidak hanya memberikan penyuluhan, tetapi juga menciptakan sistem yang bisa berkelanjutan. Tantangan terbesarnya ada pada konsistensi warga pasca-KKN, namun jika sudah ada kader lokal yang siap melanjutkan, saya optimis program ini akan bertahan lama,” ungkap Agus.

Dukungan juga datang dari Pemerintah Desa Reksosari. Kepala Desa, Ahmad Zamhari, menegaskan bahwa program ini sejalan dengan visi desa dalam menjaga kebersihan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga.

“Kami siap mendukung, baik dari sisi regulasi maupun fasilitas. Harapan kami, Bank Sampah SATRIA benar-benar menjadi budaya baru masyarakat, bukan sekadar program musiman,” ujarnya.

Ke depan, mahasiswa KKN berharap program ini bisa ditangani langsung oleh unit pengelola khusus di desa. Unit ini bisa melibatkan karang taruna, kader PKK, maupun kelompok tani, sehingga pengelolaan bank sampah tetap berjalan meski mahasiswa sudah kembali ke kampus.

Jika sukses di Desa Reksosari, bukan tidak mungkin model Bank Sampah SATRIA ini akan direplikasi ke dusun atau desa lain di Kecamatan Suruh bahkan di tingkat Kabupaten Semarang.

Dengan semangat gotong royong, kesadaran lingkungan, serta sistem tabungan sampah yang transparan, masyarakat Desa Reksosari kini belajar bahwa sampah bukan sekadar limbah. Sampah bisa menjadi sumber penghasilan, media edukasi, dan yang paling penting, fondasi untuk membangun budaya hidup bersih dan sehat.

Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *