Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menjadi sorotan. Proyek ini, yang akan dibangun di Pulau Gelasa oleh PT ThornCorn Power Indonesia, diperkirakan memakan biaya sebesar Rp17 triliun.
Dengan target menghasilkan 500 megawatt listrik, PLTN ini diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2030-2031. Proyek ini sejalan dengan ambisi pemerintah dalam mengembangkan energi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Tenaga nuklir dinilai unggul karena hampir tidak menghasilkan emisi karbon, terutama jika dibandingkan dengan pembangkit berbahan bakar fosil seperti batu bara yang mampu menghasilkan sekitar 1 ton karbon dioksida per jam energi. Selain itu, nuklir memiliki kerapatan energi yang jauh lebih tinggi.
Thorium, salah satu bahan bakar utama PLTN, memiliki energi spesifik sebesar 79.420.000 megaJoule/kg. Carlo Rubbia dari CERN (European Organization for Nuclear Research) menyebutkan bahwa 1 ton thorium mampu menghasilkan energi yang setara dengan 3.500.000 ton batu bara.
PLTN yang direncanakan akan menggunakan teknologi Thorium Molten Salt Reactor (TMSE-500), dengan thorium sebagai bahan baku utama. Bangka Belitung diketahui memiliki ketersediaan thorium yang melimpah, menjadikannya lokasi strategis untuk pembangunan PLTN ini.
Thorium juga dianggap lebih efisien dan ramah lingkungan dibandingkan uranium, karena menghasilkan limbah radioaktif dalam jumlah lebih rendah. Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA), cadangan thorium secara global mencapai tiga hingga empat kali lipat lebih banyak dibandingkan uranium. Dari segi efisiensi, thorium mampu bekerja 100 hingga 300 kali lebih tinggi dibandingkan reaktor berbasis light-water.
Pembangunan PLTN di Bangka Belitung diharapkan memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Selama tahap konstruksi dan operasional, proyek ini diperkirakan menciptakan banyak lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu, Bangka Belitung berpotensi menjadi pusat industri energi bersih, mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil.
Dalam aspek pendidikan, keberadaan PLTN dapat mendorong perguruan tinggi di Bangka Belitung untuk melakukan penelitian dan pengembangan di bidang teknologi nuklir. Hal ini berpotensi membuka peluang besar bagi generasi muda Indonesia untuk berkontribusi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) nuklir di masa depan.
Meski menawarkan banyak manfaat, pembangunan PLTN di Bangka Belitung tidak lepas dari tantangan. Salah satu kekhawatiran utama masyarakat adalah risiko keselamatan dan keamanan. Tragedi Fukushima di Jepang dan Chernobyl di Ukraina masih menjadi bayang-bayang menakutkan dalam benak banyak orang. Hal ini menciptakan “trust issue” terhadap PLTN, meskipun teknologi yang digunakan saat ini jauh lebih aman dan canggih.
Baca Juga: Perizinan Cepat untuk Proyek Strategis Nasional: Apakah Mengorbankan Lingkungan?
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah memastikan bahwa pembangunan PLTN ini memenuhi standar keselamatan internasional. Teknologi TMSE-500 yang digunakan dianggap lebih aman karena memiliki mekanisme pendinginan pasif, yang dapat mencegah risiko kecelakaan besar.
Selain itu, proyek ini diawasi ketat berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang mengatur aspek keselamatan, keamanan, dan pengelolaan limbah nuklir.
Namun, kepercayaan masyarakat tidak dapat dibangun hanya melalui klaim teknis. Transparansi proyek dan keterlibatan masyarakat lokal harus menjadi prioritas utama. Pemerintah dan PT ThornCorn Power Indonesia perlu mengintensifkan edukasi publik tentang pengelolaan limbah radioaktif serta mitigasi risiko bencana. Forum diskusi publik dan sesi sosialisasi dapat menjadi cara efektif untuk menyampaikan informasi secara jelas dan terbuka.
Jika terealisasi dengan baik, PLTN di Bangka Belitung dapat menjadi tonggak penting dalam transformasi energi Indonesia. Dengan pasokan energi yang stabil dan berkelanjutan, ketergantungan pada bahan bakar fosil dapat ditekan, yang pada akhirnya menurunkan biaya energi. Ketahanan energi nasional pun dapat meningkat, memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Baca Juga: Perubahan Iklim dan Cuaca Ekstrem: Menyikapi Ancaman di Tanah Air
Namun, keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada manajemen risiko dan komitmen semua pihak untuk melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pengembangannya. PLTN tidak hanya tentang membangun infrastruktur, tetapi juga membangun kepercayaan dan memastikan manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak.
Pembangunan PLTN di Bangka Belitung merupakan langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan energi berkelanjutan di Indonesia. Namun, tantangan besar seperti kekhawatiran masyarakat dan kebutuhan akan transparansi harus diatasi dengan baik.
Jika pelaksanaan proyek ini dilakukan secara hati-hati dan melibatkan partisipasi publik, PLTN dapat menjadi simbol kemajuan energi bersih di Indonesia, sebuah tonggak sejarah menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan.





