Percepatan transformasi teknologi dalam era Revolusi Industri 4.0 menuntut ketersediaan sumber daya manusia yang terampil, adaptif, dan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan industri. Dunia usaha memerlukan talenta yang tidak hanya menguasai aspek teoretis, tetapi juga memiliki pengalaman praktik yang memadai.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah menghadirkan kebijakan super tax deduction untuk kegiatan pemagangan sebagai insentif fiskal yang sekaligus mendorong penguatan ekosistem pendidikan vokasi dan inovasi nasional.
Super tax deduction untuk program pemagangan merupakan fasilitas perpajakan yang memberikan tambahan pengurang penghasilan bruto dalam penghitungan Pajak Penghasilan Badan. Melalui fasilitas ini, perusahaan dapat membebankan biaya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan pembelajaran vokasi hingga 200 persen dari jumlah biaya yang benar-benar dikeluarkan. Insentif ini dirancang sebagai instrumen yang sah secara hukum, transparan, dan terukur untuk mendorong perusahaan berinvestasi dalam pengembangan kompetensi generasi muda.
Landasan hukumnya jelas. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, penghasilan kena pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan.
Ketentuan lebih rinci diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 yang membuka ruang bagi wajib pajak badan untuk memperoleh pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan pembelajaran yang secara langsung terkait pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi.
Melalui skema tersebut, biaya pemagangan dapat dibebankan hingga 200 persen dari biaya sesungguhnya. Biaya yang dimaksud mencakup pembelajaran dan pelatihan, honor pengajar atau instruktur, bahan serta perlengkapan pelatihan, hingga biaya sertifikasi kompetensi.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan bekerja sama dengan satuan pendidikan maupun lembaga pelatihan kerja sehingga memastikan keterhubungan antara kurikulum dan kebutuhan industri.
Namun, pemanfaatan fasilitas fiskal ini tidak berdiri sendiri. Perusahaan wajib memenuhi tata kelola administrasi yang telah ditetapkan. Wajib pajak harus menyampaikan laporan penyelenggaraan praktik kerja, pemagangan, dan pembelajaran kepada kementerian terkait bidang pendidikan atau ketenagakerjaan.
Selain itu, seluruh biaya yang dikurangkan perlu dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan melalui pengisian Lampiran 13-B dalam sistem pelaporan Coretax. Dokumen yang diminta mencakup nomor dan tanggal perjanjian kerja sama, identitas lembaga mitra, serta rincian biaya pemagangan. Ketertiban administrasi menjadi kunci agar fasilitas ini diakui secara sah dan tidak menimbulkan sengketa perpajakan di kemudian hari.
Dari sisi dunia usaha, super tax deduction menghadirkan dua manfaat sekaligus. Pertama, penghematan PPh Badan melalui pengurangan penghasilan bruto yang signifikan. Kedua, terbentuknya jalur rekrutmen yang lebih efisien karena perusahaan dapat mengenali langsung kompetensi calon tenaga kerja melalui program pemagangan terstruktur.
Sementara itu, bagi peserta magang, kebijakan ini memperluas akses terhadap pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri, meningkatkan daya saing, serta memperkecil kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
Lebih jauh, kebijakan ini menunjukkan orientasi pemerintah pada pembinaan sumber daya manusia sebagai faktor strategis pertumbuhan ekonomi. Insentif fiskal diarahkan bukan semata untuk keringanan pajak, melainkan untuk mendorong perubahan perilaku korporasi agar lebih proaktif membangun ekosistem pembelajaran sepanjang hayat. Tantangannya kini terletak pada implementasi konsisten, pengawasan yang akuntabel, serta peningkatan kualitas program magang agar tidak sekadar formalitas administrasi.
Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan menjadi prasyarat utama. Program magang yang dirancang dengan kurikulum jelas, evaluasi terukur, dan peluang penyerapan kerja yang nyata akan menghasilkan lulusan vokasi yang relevan dengan tuntutan Revolusi Industri 4.0.
Dengan pemanfaatan super tax deduction secara tepat, dunia usaha memperoleh efisiensi perpajakan sekaligus mendukung pembangunan sumber daya manusia unggul yang menjadi fondasi daya saing nasional di masa mendatang.





