Pamekasan, yang selama ini dikenal sebagai kota pendidikan di Pulau Madura, tengah menghadapi tantangan serius yang mengancam nilai-nilai moral masyarakatnya. Kawasan Tapsiun, yang merupakan bekas Stasiun PJKA di Jalan Trunojoyo, menjadi sorotan karena maraknya aktivitas konsumsi minuman keras di kalangan anak muda.
Fenomena ini tidak hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga mencederai citra Pamekasan sebagai kota yang menjunjung tinggi norma agama dan sosial.
Masyarakat setempat sering menemukan botol-botol minuman keras berserakan di area tersebut, mencerminkan perilaku yang dilakukan secara terang-terangan tanpa rasa takut akan sanksi.
Keluhan demi keluhan pun dilayangkan kepada pihak berwenang, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka berharap ada tindakan tegas untuk mengakhiri aktivitas yang dianggap mencoreng nama baik kota ini.
Ketua Komisi II DPRD Pamekasan, Salman Al Farisi, baru-baru ini memimpin audiensi dengan puluhan warga Kelurahan Patemon yang mengeluhkan adanya praktik konsumsi minuman keras dan prostitusi di kawasan Tapsiun.
Dalam pertemuan tersebut, Salman menegaskan bahwa pihak legislatif telah melibatkan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menyusun langkah konkret dalam menangani masalah ini.
“Kami mendesak pemerintah eksekutif agar segera bertindak. Isu ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut keresahan masyarakat luas,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Satpol PP Pamekasan, M. Yusuf Wibisono, mengakui banyaknya laporan dari masyarakat terkait aktivitas di Tapsiun, mulai dari kebisingan di luar batas waktu operasional hingga indikasi transaksi pekerja seks komersial (PSK).
Baca Juga: Mungkinkah Membaca Tetap Relevan di Era Media Sosial?
Yusuf menyatakan bahwa operasional kawasan tersebut harus tunduk pada Peraturan Daerah (Perda), termasuk pembatasan jam operasional hingga pukul 24.00 WIB serta larangan terhadap minuman keras dan prostitusi. Ia menambahkan, pihaknya akan menggelar operasi gabungan bersama instansi terkait untuk memastikan penegakan aturan.
Konsumsi minuman keras tidak hanya berdampak buruk secara individu, tetapi juga memicu masalah sosial yang lebih luas. Alkohol sering kali menjadi pemicu konflik, tindak kriminal, hingga gangguan ketertiban umum.
Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat menyaksikan keributan yang dipicu oleh pengaruh alkohol di kawasan Tapsiun. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan tersebut membutuhkan perhatian serius dan langkah strategis untuk mengatasinya.
Meski Satpol PP telah berupaya melakukan patroli rutin dan imbauan kepada masyarakat untuk melaporkan aktivitas mencurigakan, langkah ini belum cukup mengatasi akar masalah. Diperlukan pendekatan yang lebih sistematis, mulai dari edukasi tentang bahaya alkohol hingga pengawasan intensif di area-area rawan.
Kampanye kesadaran bahaya alkohol bisa dilakukan melalui media publik, tempat ibadah, serta institusi pendidikan, agar pesan ini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Baca Juga: Banjir Bandang di Sukabumi: Sebab, Akibat, dan Solusi Bersama
Sebagai kota yang dikenal memiliki identitas keislaman kuat, perilaku menyimpang seperti ini tidak seharusnya dibiarkan berkembang. Sinergi antara pemerintah daerah, tokoh agama, dan masyarakat menjadi kunci untuk memperkuat norma-norma sosial. Selain itu, penegakan hukum yang tegas harus menjadi prioritas untuk menciptakan efek jera.
Pamekasan harus membuktikan predikatnya sebagai kota pendidikan bukan hanya melalui label, tetapi juga melalui tindakan nyata. Ketegasan hukum, edukasi berkelanjutan, dan partisipasi aktif masyarakat adalah fondasi utama untuk memulihkan citra kota ini.
Masa depan generasi muda dan kehormatan kota bergantung pada langkah-langkah yang diambil hari ini. Dengan komitmen bersama, Pamekasan dapat menjadi contoh bagi daerah lain sebagai kota yang bersih dari perilaku menyimpang, termasuk konsumsi minuman keras.





