TOGA Jadi Jalan Baru Kemandirian Warga, Mahasiswa KKN UNS Bawa Perubahan di Maos Kidul

Mahasiswa KKN UNS Kelompok 35 saat memberikan edukasi tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) kepada ibu-ibu KWT di Desa Maos Kidul, Cilacap. (doc. KKN 35 UNS)
Mahasiswa KKN UNS Kelompok 35 saat memberikan edukasi tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) kepada ibu-ibu KWT di Desa Maos Kidul, Cilacap. (doc. KKN 35 UNS)

Desa Maos Kidul, Krajan.id – Desa Maos Kidul, Kabupaten Cilacap, menjadi saksi nyata bagaimana ilmu pengetahuan yang dibawa mahasiswa dapat bertransformasi menjadi aksi nyata bagi masyarakat. Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) kelompok 35 Universitas Sebelas Maret (UNS), para mahasiswa berhasil menghidupkan kembali semangat warga untuk memanfaatkan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) sebagai solusi alami kesehatan sekaligus peluang ekonomi.

Ketua KKN, Arma Narul Mustofa, mahasiswa jurusan Informatika, menjelaskan bahwa fokus utama kegiatan ini adalah mengedukasi dan mendampingi warga agar dapat lebih mandiri dalam menjaga kesehatan keluarga dengan memanfaatkan pekarangan rumah mereka.

Bacaan Lainnya

Target utama dari program ini adalah ibu-ibu Kumpulan Wanita Tani (KWT), yang dinilai paling dekat dengan pengelolaan lahan pekarangan rumah tangga serta memiliki peran penting dalam penyediaan bahan pangan dan obat keluarga.

“Pemilihan ibu-ibu KWT bukan tanpa alasan. Mereka sudah terbiasa mengelola tanaman sejak dari benih hingga panen. Selain itu, KWT juga terbentuk dari kelompok ibu-ibu yang terbiasa bekerja bersama, sehingga koordinasi dan keberlanjutan program lebih mudah dijalankan,” terang Sekar Suci Mei Cahyaningtyas, mahasiswa Desain Interior yang memberikan informasi terkait kegiatan ini.

Meski Desa Maos Kidul memiliki kekayaan alam yang melimpah, pemanfaatan lahan pekarangan masih jauh dari optimal. Hasil wawancara tim KKN menunjukkan bahwa kendala utama terletak pada kurangnya perhatian dan perawatan secara rutin. Sebenarnya banyak lahan yang dapat dimanfaatkan, namun jarang dirawat secara konsisten.

“Biasanya hanya ketua kelompok saja yang aktif, sementara anggota lain belum banyak berpartisipasi dalam pengelolaannya. Akibatnya, lahan yang seharusnya produktif jadi terbengkalai,” ungkap Inaya Khairunisa, koordinator program dari jurusan Biologi.

Untuk menjawab tantangan itu, mahasiswa KKN tak sekadar memberi teori, tetapi juga mengajak masyarakat langsung praktik menanam bersama. Mereka membagikan booklet panduan, bibit tanaman, serta poster edukasi sebagai upaya agar masyarakat terus termotivasi merawat TOGA setelah KKN berakhir.

Materi yang disampaikan dalam kegiatan edukasi meliputi pengertian TOGA, cara memilih bibit, teknik penanaman, hingga perawatan sederhana agar tanaman tetap subur. Lebih dari itu, mahasiswa juga menekankan manfaat nyata dari TOGA bagi kesehatan keluarga.

“Kami ingin masyarakat melihat bahwa TOGA bukan sekadar tanaman hias. Jahe bisa untuk meredakan flu, kunyit baik untuk pencernaan, sementara daun sirih punya manfaat menjaga kebugaran tubuh. Dengan begitu, masyarakat terdorong untuk menjadikan TOGA bagian dari gaya hidup sehat mereka,” tambah Sekar.

Pendekatan ini terbukti efektif. Momen paling berkesan, kata tim KKN, adalah ketika ibu-ibu KWT mengaku sebenarnya sudah lama mengenal TOGA, bahkan sempat menanam sebelumnya, namun berhenti karena kurang terawat.

“Dengan adanya kegiatan ini serta pembagian bibit gratis, ibu-ibu kembali bersemangat. Mereka langsung membawa pulang bibit untuk ditanam di rumah masing-masing,” lanjutnya.

Program TOGA di Desa Maos Kidul tidak hanya menyoal kesehatan, tetapi juga membuka peluang ekonomi. Tanaman seperti jahe, kunyit, temulawak, dan serai punya nilai jual yang baik, apalagi dengan meningkatnya tren minuman herbal.

Beberapa anggota KWT bahkan menunjukkan minat untuk mengembangkan budidaya lebih lanjut. Ketua KWT, misalnya, sudah memulai usaha jahe instan sederhana dari hasil panennya. Hal ini menjadi tanda bahwa program KKN membuka jalan menuju kemandirian ekonomi berbasis pemanfaatan pekarangan.

Program ini juga sejalan dengan beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals). Dari sisi kesehatan (SDG 3), TOGA membantu masyarakat menjaga kebugaran dengan cara alami. Dari aspek ekonomi (SDG 8), peluang usaha herbal memberi potensi tambahan pendapatan. Sedangkan dari sisi lingkungan (SDG 15), pemanfaatan pekarangan menjadikan lahan lebih hijau dan bermanfaat.

Mahasiswa KKN UNS Kelompok 35 bersama ibu-ibu KWT Desa Maos Kidul, Cilacap, praktik langsung menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di polybag. (doc. KKN 35 UNS)
Mahasiswa KKN UNS Kelompok 35 bersama ibu-ibu KWT Desa Maos Kidul, Cilacap, praktik langsung menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di polybag. (doc. KKN 35 UNS)

“Dengan pendekatan sederhana ini, kami bisa berkontribusi pada isu global. TOGA adalah wujud nyata bagaimana kearifan lokal bisa mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelas Inayah.

Meski datang membawa ilmu akademis, mahasiswa KKN juga mengakui banyak belajar dari kearifan lokal masyarakat. Ibu-ibu KWT sudah terbiasa menggunakan kunyit, jahe, temulawak, dan daun sirih sebagai bahan jamu tradisional. Pengalaman ini membuat materi yang disampaikan lebih mudah diterima.

“Kami tidak hanya mengajari, tapi juga belajar dari mereka. Pengetahuan lokal yang mereka miliki memperkaya kegiatan kami,” ungkap Sekar.

Tantangan terbesar dalam program ini adalah memastikan ibu-ibu tetap konsisten merawat TOGA setelah mahasiswa KKN kembali ke kampus. Sebagian masih ragu dan lebih terbiasa membeli obat pabrikan. Untuk mengatasinya, tim KKN menerapkan strategi komunikasi berkelanjutan dengan ketua KWT agar selalu ada pemantauan.

Dokumentasi bersama setelah edukasi tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) kepada ibu-ibu KWT di Desa Maos Kidul, Cilacap. (doc. KKN 35 UNS)
Dokumentasi bersama setelah edukasi tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) kepada ibu-ibu KWT di Desa Maos Kidul, Cilacap. (doc. KKN 35 UNS)

Selain itu, dengan pembagian bibit ke setiap anggota KWT, diharapkan masyarakat tidak hanya mengandalkan lahan kelompok, tetapi juga bisa mempraktikkan secara mandiri di pekarangan rumah masing-masing.

“Kami melibatkan ibu-ibu KWT sebagai penggerak utama. Mereka yang nantinya akan melanjutkan, sekaligus menjadi agen perubahan di tengah masyarakat,” ujar Arma.

Kegiatan KKN 35 UNS di Desa Maos Kidul ini membuktikan bahwa perubahan besar bisa lahir dari hal sederhana. Pekarangan rumah yang sebelumnya terbengkalai kini disulap menjadi sumber kesehatan sekaligus harapan baru bagi masyarakat.

“Dari pekarangan rumah, lahirlah kemandirian dan harapan baru bagi kesehatan warga Maos Kidul,” ungkap Sekar dengan penuh semangat.

Program ini menjadi bukti bahwa kerja kecil yang dilakukan bersama-sama dapat membawa dampak nyata. Lebih dari sekadar penanaman TOGA, mahasiswa UNS menanamkan nilai kesehatan, kemandirian, dan kebersamaan yang akan terus tumbuh di Desa Maos Kidul.

Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *