UMKM Emping Srikandi di Cikedal: Menjaga Tradisi, Membangun Ekonomi Desa Sejak 2001

Plang “Emping Srikandi & Keceprek Melinjo RAI Srikandi” berdiri kokoh di Kampung Tegallega, menjadi penanda semangat wirausaha lokal yang telah bertahan sejak tahun 2001. (doc. Kelompok 31 KKM UNIBA)
Plang “Emping Srikandi & Keceprek Melinjo RAI Srikandi” berdiri kokoh di Kampung Tegallega, menjadi penanda semangat wirausaha lokal yang telah bertahan sejak tahun 2001. (doc. Kelompok 31 KKM UNIBA)

Pandeglang, Krajan.id – Di tengah derasnya arus modernisasi dan dominasi produk industri, sebuah usaha mikro kecil menengah (UMKM) di pelosok Banten tetap konsisten menjaga tradisi sekaligus menopang roda ekonomi desa.

UMKM Emping Srikandi & Keceprek Melinjo RAI Srikandi, milik Wiwin, warga Kampung Tegallega, Desa Karya Utama, Kecamatan Cikedal, Kabupaten Pandeglang, telah eksis sejak tahun 2001 dan menjadi simbol ketahanan usaha tradisional di wilayahnya.

Bacaan Lainnya

Usaha rumahan ini menjadi sorotan Kelompok 31 Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) Universitas Bina Bangsa (UNIBA), yang melakukan kunjungan lapangan pada Kamis, (10/7/2025).

Kegiatan yang berlangsung dari pukul 08.30 hingga 11.00 WIB tersebut dilakukan sebagai bagian dari program pengabdian masyarakat dan bertujuan mengkaji peran UMKM dalam pembangunan ekonomi desa.

“Kami memilih UMKM Emping Srikandi karena produksinya tidak hanya populer di masyarakat, tetapi juga sarat akan nilai budaya dan kearifan lokal. Ini penting untuk terus dijaga dan dikenalkan lebih luas,” ujar Hafid, Koordinator Lapangan KKM Kelompok 31.

Emping Srikandi mempertahankan metode tradisional dalam proses produksinya. Biji melinjo disangrai di atas pasir panas, kemudian ditumbuk manual hingga pipih dan dijemur hingga kering. Produk lainnya, keceprek melinjo, hadir dalam beragam rasa dan bentuk penyajian yang berbeda dari emping biasa.

“Kami tetap mempertahankan cara tradisional karena rasa dan kualitasnya memang lebih khas. Pelanggan juga banyak yang lebih suka cita rasa alami seperti ini,” ungkap Wiwin, pemilik usaha.

Harga jual produk ini cukup kompetitif di pasar, yaitu Rp55.000 per kilogram untuk emping, dan Rp75.000 per kilogram untuk keceprek. Produk-produk tersebut telah menembus pasar tidak hanya di Pandeglang, tapi juga ke Jakarta, Tangerang, bahkan Lampung.

Baca Juga: Mahasiswa KKM Kelompok 66 UNIBA Jalin Silaturahmi dengan Ketua RW di Desa Bojong Catang

Tak sekadar bisnis keluarga, Emping Srikandi juga berperan aktif dalam memberdayakan masyarakat, khususnya para ibu rumah tangga di sekitarnya. Mereka dilibatkan langsung dalam proses produksi, dari penyangraian hingga penjemuran.

“UMKM seperti ini punya dampak ganda secara ekonomi meningkatkan pendapatan warga, dan secara sosial memperkuat nilai gotong royong,” jelas Mahar, perwakilan divisi ekonomi KKM Kelompok 31.

Melalui usaha ini, Wiwin tidak hanya membuka lapangan kerja informal, tetapi juga mendorong masyarakat desa tetap produktif di tengah keterbatasan.

Meski telah berdiri selama lebih dari dua dekade, UMKM Emping Srikandi masih dihadapkan pada berbagai tantangan klasik. Salah satunya adalah ketergantungan pada kondisi cuaca.

“Kalau musim hujan datang, kami kesulitan karena emping harus dijemur agar kering. Selain itu, harga bahan baku juga fluktuatif, dan kadang melinjo sulit didapat,” kata Wiwin.

Selain itu, keterbatasan dalam pemasaran dan promosi juga menjadi kendala. Penjualan masih mengandalkan jaringan tradisional seperti bazar lokal dan promosi dari mulut ke mulut. Belum banyak sentuhan digital maupun pengemasan modern yang diterapkan.

Baca Juga: Mahasiswa KKM UNIBA Kelompok 66 Gaungkan Pentingnya Pendidikan Lewat Pemasangan Spanduk di Bojong Catang

Melalui hasil observasi lapangan ini, Kelompok KKM 31 berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan UMKM di desa. Mereka berencana menyusun sejumlah rekomendasi, antara lain pelatihan digital marketing, pelatihan pengemasan modern, hingga literasi keuangan sederhana untuk pelaku UMKM.

“Tujuan kami tidak hanya melakukan observasi, tapi juga merumuskan solusi nyata yang bisa langsung diterapkan oleh pelaku usaha,” tambah Hafid.

Melalui kolaborasi antara dunia akademik dan pelaku usaha lokal, diharapkan UMKM seperti Emping Srikandi mampu terus bertahan bahkan berkembang, tanpa kehilangan identitas budaya yang menjadi kekuatannya.

Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *