Upaya Efektif DLH Surabaya dalam Pengendalian Pencemaran Air Sungai Brantas

Ilustrasi foto/disway
Ilustrasi foto/disway

Pencemaran lingkungan menjadi persoalan krusial yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi alam, medan, serta faktor geografis suatu wilayah. Sebagai daerah hilir, Kota Surabaya menghadapi tantangan berat dalam menangani pencemaran air Sungai Brantas.

Permasalahan ini memerlukan penanganan segera untuk menjaga kualitas air dan mendukung keberlanjutan ekosistem. Sungai Brantas, yang menjadi salah satu sumber utama bahan baku PDAM, kini menghadapi penurunan kualitas akibat limbah rumah tangga dan industri. Sebagai sungai yang berada di kawasan hilir, beban pencemaran yang dialami semakin berat.

Bacaan Lainnya

Faktor lemahnya pengawasan dan penegakan hukum turut memperburuk situasi. Fenomena pencemaran lingkungan ini, meski telah menjadi isu nasional, terus berlanjut bahkan setelah era reformasi dan otonomi daerah. Selain sebagai sumber bahan baku air, Sungai Brantas juga memiliki peran penting dalam bidang perikanan, olahraga, komunikasi, dan rekreasi.

Pencemaran air dapat dikenali melalui beberapa indikator. Perubahan suhu air, perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen, serta perubahan warna, bau, dan rasa air menjadi tanda-tanda awal. Munculnya endapan, bahan koloidal, atau bahan terlarut juga menunjukkan adanya pencemaran, begitu pula dengan keberadaan mikroorganisme berbahaya dan meningkatnya radioaktivitas air.

Laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN) 2023 menyebutkan bahwa sekitar 35 persen spesies ikan air tawar di Indonesia terancam punah. Lebih dari 90 persen ikan di Sungai Brantas tercemar mikroplastik.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa sekitar 60 persen sungai di Indonesia mengalami pencemaran berat akibat limbah industri dan domestik, yang berimbas pada kualitas air dan kesehatan ekosistem.

Menurut riset IUCN, air, lumpur, kerang, dan ikan di Sungai Brantas telah terkontaminasi merkuri, timbal, tembaga, dan besi dengan kadar yang melebihi ambang batas.[1] Pencemaran ini menjadi ancaman besar bagi keberlanjutan ekosistem dan kesehatan masyarakat.

Sebagai lembaga pelaksana otonomi daerah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya memegang peran penting dalam mengatasi pencemaran lingkungan, termasuk Sungai Brantas. Upaya yang dilakukan meliputi penerbitan izin lingkungan, pengawasan rutin, dan penindakan terhadap pelanggaran.

Namun, meski berbagai langkah telah diambil, kualitas air Sungai Brantas terus menurun dari tahun ke tahun. DLH memiliki tiga bidang utama, yaitu Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, serta Bidang Tata Lingkungan.

Ketiga bidang ini bertugas mencegah dan mengawasi pencemaran melalui penerbitan izin lingkungan. Penerbitan izin bertujuan mengelola lingkungan secara efektif dan memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap peraturan yang berlaku.

Selain itu, DLH juga menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan pencemaran. Proses pengaduan ini mencakup verifikasi lapangan, analisis kasus, dan penyusunan rekomendasi tindak lanjut, serta menyampaikan perkembangan dan hasil dari verifikasi yang telah dilaksanakan.[2]

Dalam menjalankan tugasnya, DLH memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar aturan. Sanksi ini dapat berupa teguran tertulis hingga penghentian sementara kegiatan produksi.

Baca Juga: Menyoal Pilkada Lewat DPRD

Jika pelanggaran tetap berlanjut, tindakan lebih tegas seperti pembekuan izin atau penutupan saluran limbah dapat diberlakukan. Namun, efektivitas pengawasan sering terkendala oleh praktik pembuangan limbah ilegal yang dilakukan pada malam hari, saat pengawasan cenderung lemah. Situasi ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas pengawasan serta reformasi kelembagaan yang lebih tegas dan independen.

Upaya  penanggulangan dampak pencemaran  sungai  Brantas dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan. Salah satunya ialah dengan menggunakan  pendekatan command and control (CAC)  approach atau pendekatan atur dan awasi.

Pengawasan memiliki peran yang sangat penting karena melalui proses ini dapat dilakukan pembinaan untuk memastikan pelaku usaha atau kegiatan mematuhi peraturan serta memenuhi persyaratan izin yang telah ditetapkan.

Penanggulangan pencemaran Sungai Brantas dapat dilakukan melalui pendekatan non-teknis dan teknis. Secara non-teknis, hal ini melibatkan pembuatan peraturan untuk mengatur dan mengawasi kegiatan industri agar tidak mencemari lingkungan.

Secara teknis, upaya ini mencakup pengelolaan limbah melalui pengolahan awal, lanjutan, hingga tahap akhir. Besarnya biaya pengelolaan limbah menjadi salah satu faktor pelaku usaha/kegiatan lebih memilih untuk membuang limbah secara langsung ke sungai tanpa diolah  terlebih dahulu.

Baca Juga: Kontribusi UMKM terhadap Keberlanjutan Ekonomi Kota

Partisipasi masyarakat juga mendukung dalam penanggulangan pencemaran lingkungan. Pasal  65  ayat  (5) UU  PPLH menyatakan bahwa setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan  pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, artinya masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada DLH Kota Surabaya agar dapat ditindak lanjuti dan hal ini merupakan salah satu upaya dalam  pencegahan pencemaran sungai Brantas.

Peran DLH antara lain penerbitan izin lingkungan, melakukan pengawasan serta menindak lanjuti atas pengaduan secara tertulis maupun lisan sangat penting. Namun, perlu adanya reformasi kelembagaan dengan mempertegas kewenangan Dinas Lingkungan Hidup yang saat  ini hanya bersifat  koordinatif.

Peningkatan integritas dan kemampuan para aparat hukum, baik DLH dalam kapasitasnya untuk menerbitkan izin. Kemudian Polisi dalam melakukan penyidikan, Jaksa dalam melakukan penuntutan maupun Hakim dalam memutus perkara pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan harus transparan dan bersih dari suap.


Referensi

[1] Siti Masruroh and Tarzan Purnomo, “Analisis Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu) Pada Tumbuhan Akuatik Sebagai Indikator Pencemaran Di Sungai Brantas Mojokerto,” LenteraBio: Berkala Ilmiah Biologi 13, no. 1 (2024): 131–40.

[2] Martika Dini Syaputri, “Peran Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya Dalam Pengendalian Pencemaran Air Sungai Brantas,” Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 1, no. 2 (2017): 131–46.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *