Upaya Pemerintah Daerah Ibukota Jakarta dalam Membenahi Sampah Plastik dan Memperbaiki Lingkungan

iIustrasi foto/int
iIustrasi foto/int

Sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan hidup, terutama dalam mengatasi permasalahan sampah. Masalah ini semakin kompleks dengan peningkatan jumlah penduduk, konsumsi, dan aktivitas industri yang menyebabkan semakin tingginya volume sampah, terutama sampah plastik. Jakarta, sebagai ibu kota negara dengan jumlah penduduk terbesar, menjadi salah satu kawasan yang sangat terdampak oleh masalah ini.

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Indonesia telah mengakui pentingnya perlindungan lingkungan dalam pembangunan. Undang-Undang ini memberikan dasar hukum yang kuat bagi pengelolaan lingkungan hidup, termasuk pengelolaan sampah.

Bacaan Lainnya

Tujuan utama dari pengaturan sampah adalah untuk mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta melindungi ekosistem dari dampak buruk sampah, terutama sampah plastik yang semakin sulit terurai.

Sampah plastik telah menjadi masalah kultural yang dampaknya tidak hanya dirasakan di Jakarta, tetapi juga di berbagai kota besar di Indonesia. Sampah plastik yang menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) atau berserakan di lingkungan, berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Di Jakarta, masalah ini semakin terasa dengan meningkatnya volume sampah setiap tahunnya.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta pada tahun 2013, produksi sampah di Jakarta pada tahun 2010 tercatat mencapai 6.139 ton per hari, atau sekitar 2,4 juta ton per tahun. Pada tahun 2014, volume sampah meningkat sebesar 30%, menjadi 8.000 ton per hari.

Peningkatan jumlah sampah ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah meningkatnya jumlah penduduk yang berimbas pada pola konsumsi yang semakin tinggi. Menurut Soemarwoto (2001), semakin tinggi jumlah penduduk dan pendapatan, maka akan semakin besar pula pola hidup konsumtif masyarakat, yang pada gilirannya menyebabkan meningkatnya volume sampah.

Untuk mengatasi permasalahan sampah plastik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengambil langkah-langkah tegas. Salah satu langkah penting yang diambil adalah penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 142 Tahun 2019 yang mengatur kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan di seluruh pusat perbelanjaan dan pasar tradisional.

Pergub ini mulai berlaku pada 1 Juli 2020 dan memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melanggar, termasuk denda yang bervariasi antara Rp5 juta hingga Rp25 juta, serta pencabutan izin usaha.

Pergub ini mengatur dua subjek utama yang wajib mematuhi ketentuan tersebut, yaitu pengelola pusat perbelanjaan dan pasar, serta pedagang dan pemilik toko. Mereka diwajibkan menyediakan kantong belanja ramah lingkungan yang terbuat dari bahan seperti kertas, kain, atau polyester.

Selain itu, pengelola pusat perbelanjaan dan pasar juga memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan pentingnya penggunaan kantong belanja ramah lingkungan kepada konsumen.

Hasil dari penerapan Pergub ini cukup signifikan. Sejak diberlakukan pada Juli 2020, penggunaan kantong plastik di tingkat rumah tangga di Jakarta mengalami penurunan rata-rata sebesar 42%. Sebelum aturan ini diterapkan, diperkirakan volume sampah plastik yang dihasilkan mencapai sekitar 11.191,99 ton, dengan 6.452 ton di antaranya berasal dari kantong plastik.

Setelah Pergub diterapkan, terjadi pengurangan sekitar 4.739,99 ton sampah plastik per tahun. Pada periode Desember 2019 hingga Juni 2021, diperkirakan konsumsi plastik berhasil ditekan hingga 9.479,97 ton.

Baca Juga: Wajah Buram di Balik Surga: Bisnis Udang Hancurkan Ekosistem Karimunjawa

Meskipun demikian, masih ada tantangan besar dalam penerapan kebijakan ini, terutama di pasar-pasar tradisional. Sebagian pasar tradisional masih menunjukkan tingkat kepatuhan yang rendah terhadap aturan ini, dengan angka kepatuhan hanya mencapai sekitar 50%.

Hal ini menjadi perhatian serius bagi Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk terus melakukan sosialisasi dan pengawasan di pasar-pasar tersebut.

Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggunaan kantong belanja ramah lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta juga bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ada di ibu kota.

Kolaborasi ini diharapkan dapat merangsang kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengurangan sampah plastik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan gerakan massal untuk menukar kantong plastik dengan kantong belanja ramah lingkungan di pasar-pasar tradisional.

Sosialisasi ini juga melibatkan masyarakat untuk lebih aktif dalam mendukung kebijakan ini. Diharapkan, dengan semakin banyaknya masyarakat yang terlibat, penggunaan kantong plastik dapat berkurang secara signifikan. Keberhasilan kebijakan ini akan bergantung pada kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menciptakan kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan.

Baca Juga: Solidaritas Anak Vespa: Simbol Persaudaraan dan Kebebasan

Di samping kebijakan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah merencanakan kebijakan baru yang mewajibkan masyarakat untuk memilah sampah mereka mulai 1 Januari 2025.

Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan memberikan insentif kepada rumah tangga yang aktif dalam pemilahan sampah. Rumah tangga yang memenuhi syarat akan dibebaskan dari retribusi pelayanan kebersihan (RPB) jika mereka menjadi nasabah aktif bank sampah dan memilah sampah secara konsisten.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan bahwa pemilahan sampah di sumbernya adalah langkah awal yang penting dalam pengelolaan sampah yang lebih efektif. Dengan pemilahan yang baik, diharapkan lebih dari separuh sampah tidak perlu dikirim ke TPA, sehingga mengurangi beban operasional dan biaya pengelolaan sampah.

Kebijakan ini juga sejalan dengan prinsip “Polluter Pays Principle”, di mana mereka yang menghasilkan sampah harus bertanggung jawab atas pengelolaannya.

Baca Juga: Perbandingan Konsep Negara Menurut Pandangan Ilmu Barat versus Ilmuwan Muslim

Meskipun kebijakan ini memiliki potensi positif, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Sosialisasi yang efektif kepada masyarakat mengenai pentingnya pemilahan sampah dan mekanisme retribusi yang baru sangat diperlukan. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta berencana untuk melakukan sosialisasi secara terus-menerus agar masyarakat dapat memahami manfaat dari kebijakan ini dan berpartisipasi aktif dalam program pengelolaan sampah.

Secara keseluruhan, kebijakan pemilahan sampah yang mulai diterapkan pada 2025 ini diharapkan dapat menjadi langkah signifikan menuju pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan di Jakarta. Dengan memberikan insentif kepada rumah tangga yang aktif dalam pemilahan, diharapkan dapat tercipta kesadaran kolektif tentang pentingnya pengelolaan limbah yang bertanggung jawab. Jika berhasil, Jakarta bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam pengelolaan sampah yang efektif dan efisien.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *