World Coin dan World ID: Inovasi Digital di Persimpangan Etika dan Privasi

Opini Fahri Rusdiyanto
Opini Fahri Rusdiyanto

Inovasi digital terus berkembang pesat, dan salah satu teknologi yang tengah menjadi sorotan global adalah World Coin dan World ID. Kedua sistem ini menawarkan pendekatan baru dalam membangun ekosistem identitas digital yang aman, inklusif, dan terdesentralisasi.

Dengan mengandalkan pemindaian biometrik retina melalui perangkat khusus bernama Orb, World ID dirancang untuk membuktikan bahwa pengguna adalah manusia asli, bukan bot. Pendekatan ini berupaya menjawab tantangan dunia digital terkait keaslian identitas dalam berbagai aktivitas daring seperti pemungutan suara elektronik, transaksi kripto, hingga layanan berbasis kecerdasan buatan.

Bacaan Lainnya

Di sisi lain, World Coin memberikan mata uang kripto gratis bagi mereka yang telah melakukan verifikasi identitas. Dengan demikian, proyek ini membuka peluang inklusi keuangan digital, khususnya bagi masyarakat di negara berkembang yang belum memiliki akses terhadap sistem perbankan konvensional.

Melalui World Chain, yaitu blockchain yang tidak memungut biaya gas bagi pengguna terverifikasi, teknologi ini semakin mendorong adopsi kripto yang lebih merata dan efisien.

Namun, di balik berbagai potensi tersebut, muncul beragam kekhawatiran, terutama yang berkaitan dengan privasi data pribadi dan aspek etika dari penggunaan data biometrik. Pemberian imbalan finansial yang menggiurkan, seperti insentif senilai Rp800 ribu, justru memunculkan pertanyaan serius: sejauh mana masyarakat memahami risiko dari menyerahkan data biometrik mereka?

Data yang dikumpulkan melalui pemindaian retina, wajah, dan informasi biometrik lainnya termasuk dalam kategori data sensitif, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Undang-undang ini mengatur perlindungan ketat terhadap data pribadi, termasuk nama lengkap, alamat, nomor telepon, informasi kesehatan, hingga data biometrik. Dengan kata lain, data-data tersebut tidak boleh dikumpulkan, disimpan, apalagi digunakan tanpa dasar hukum dan persetujuan eksplisit dari pemilik data.

Terkait hal ini, sejumlah negara, termasuk Indonesia, telah mengambil langkah preventif dengan membekukan sementara operasional World App. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan bahwa penghentian tersebut dilakukan karena terdapat laporan masyarakat mengenai potensi pelanggaran regulasi sistem elektronik dan perlindungan data.

Pemerintah juga telah memanggil mitra lokal World App guna memperoleh klarifikasi dan memastikan bahwa operasional aplikasi ini tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kekhawatiran lain datang dari aspek literasi digital masyarakat. Tidak semua individu memiliki pemahaman yang memadai mengenai teknologi biometrik, mata uang kripto, serta mekanisme blockchain.

Rendahnya literasi ini membuka celah terjadinya penyalahgunaan, baik oleh pihak luar maupun oleh pengelola teknologi itu sendiri. Dalam konteks ini, edukasi publik mengenai hak atas data pribadi dan risiko digital menjadi kebutuhan yang mendesak.

Selain itu, penggunaan data biometrik oleh perusahaan swasta menimbulkan pertanyaan etis. Sejauh mana perusahaan dapat menyimpan dan mengolah data ini tanpa menimbulkan pelanggaran terhadap hak privasi individu? Bagaimana jika data tersebut bocor atau diperjualbelikan secara ilegal? Kekhawatiran semacam ini perlu dijawab dengan transparansi penuh dari pihak pengelola World Coin dan World ID, serta pengawasan ketat dari regulator.

Pada akhirnya, World Coin dan World ID memang menawarkan peluang besar dalam transformasi digital global, khususnya dalam menciptakan sistem identitas dan transaksi yang lebih inklusif.

Namun, teknologi ini juga membawa risiko yang tidak bisa diabaikan. Etika digital, perlindungan data pribadi, dan kesadaran masyarakat harus menjadi fondasi utama dalam implementasinya.

Masyarakat perlu bersikap kritis dan tidak tergiur imbalan jangka pendek sebelum memahami sepenuhnya apa yang dikorbankan. Teknologi seharusnya tidak sekadar menjanjikan efisiensi dan keuntungan, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, hak privasi, dan keadilan digital. Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi, menjaga martabat dan keamanan individu harus menjadi prioritas utama.

Mata Kuliah : Hukum Tata Negara
Dosen pengampu : Bpk. Dr. Herdi Wisman Jaya, S.Pd.,M.H

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *