Alih fungsi lahan pertanian adalah perubahan penggunaan lahan dari fungsi awalnya menjadi fungsi lain, seperti kawasan perumahan, industri, atau tempat wisata. Fenomena ini terjadi seiring dengan perkembangan zaman dan peningkatan populasi. Namun, di balik kemajuan tersebut, alih fungsi lahan pertanian menjadi ancaman nyata bagi ketahanan pangan suatu daerah.
Provinsi Banten merupakan salah satu daerah yang mengalami masalah serius terkait alih fungsi lahan pertanian dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN), luas baku sawah (LBS) di Provinsi Banten pada tahun 2019 mencapai 204.335 hektare. Namun, angka ini menyusut menjadi 194.465,39 hektare pada tahun 2023, yang berarti terjadi pengurangan sekitar 9.000 hektare dalam kurun waktu empat tahun.
Situasi ini semakin mengkhawatirkan. Menurut Kepala Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten, Agus Tauhid, dalam 20 tahun ke depan, luas sawah di Banten diprediksi akan turun menjadi hanya 123 ribu hektare, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023. Penyebab utama fenomena ini adalah masifnya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri.
Dampak dari alih fungsi lahan ini tidak hanya menyusutnya luas sawah, tetapi juga berkurangnya jumlah usaha pertanian di Banten. Data Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa jumlah usaha pertanian di Banten turun dari 665.502 unit pada 2013 menjadi 609.567 unit pada 2023. Dengan tren ini, Banten menghadapi ancaman serius terhadap ketahanan pangannya di masa mendatang.
Persoalan alih fungsi lahan di Banten ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, pembangunan perumahan, industri, dan kawasan wisata dianggap sebagai langkah untuk meningkatkan perekonomian daerah.
Namun, di sisi lain, hal ini mengancam produksi pangan dan kehidupan para petani yang kehilangan sumber mata pencahariannya. Jika tren ini terus berlanjut, bagaimana nasib pasokan pangan bagi masyarakat di masa depan?
Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah konkret untuk menanggulangi masalah ini. Regulasi terkait alih fungsi lahan perlu dikaji lebih dalam agar tidak sekadar menjadi dokumen formal, tetapi benar-benar diimplementasikan untuk menjaga keberlanjutan pertanian.
Langkah strategis yang bisa dilakukan adalah menetapkan area tertentu sebagai lahan pertanian yang dilindungi dan mengembangkan teknologi pertanian modern yang lebih efisien serta produktif. Selain itu, perencanaan pembangunan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan ketahanan pangan jangka panjang.
Membangun memang penting, tetapi harus dilakukan tanpa mengorbankan masa depan. Jika keseimbangan antara sektor pertanian dan industri tidak dijaga, maka yang kita bangun bukanlah kemajuan, melainkan ancaman bagi ketahanan pangan.
Pembangunan seharusnya membawa kesejahteraan bagi semua, bukan menciptakan krisis. Alih fungsi lahan, jika tidak dikendalikan, bisa menjadi bom waktu bagi ketahanan pangan kita. Oleh karena itu, solusi terbaik adalah membangun tanpa menghancurkan.





