Candaan yang Berujung Kontroversi: Analisis Tindak Tutur Gus Miftah terhadap Penjual Es Teh

Opini Al Hafizh Ilham
Opini Al Hafizh Ilham

Komunikasi merupakan fondasi dari interaksi sosial manusia. Ia tidak sekadar berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga menjadi sarana dalam membentuk tindakan, memengaruhi emosi, dan bahkan memicu perubahan sosial.

Dalam ranah linguistik pragmatik, teori tindak tutur menegaskan bahwa setiap ujaran mengandung tiga lapisan makna sekaligus: lokusi, yaitu bentuk kata yang diucapkan; ilokusi, yakni maksud atau tujuan di balik ujaran; serta perlokusi, yaitu dampak atau pengaruh yang ditimbulkan terhadap pendengar.

Bacaan Lainnya

Teori ini pertama kali dikembangkan oleh John L. Austin dan dikembangkan lebih lanjut oleh John R. Searle dengan mengelompokkan jenis-jenis tindak ilokusi menjadi lima: direktif, representatif, ekspresif, komisif, dan deklaratif.

Kerangka inilah yang digunakan dalam tulisan ini untuk menganalisis peristiwa viral yang terjadi di Indonesia pada tahun 2024, melibatkan seorang figur publiky yaitu Gus Miftah dan seorang penjual es teh bernama Sunhaji.

Kejadian ini menunjukkan bahwa ujaran yang tampak sederhana, apalagi dalam bentuk candaan, dapat menimbulkan efek sosial yang luas, terlebih jika disampaikan oleh tokoh berpengaruh di ruang publik.

Kejadian bermula dari sebuah acara pengajian di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada 20 November 2024. Gus Miftah, ulama yang juga menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Umat Beragama, memanggil seorang penjual es teh keliling bernama Sunhaji yang tengah berjualan di tengah kerumunan. Dalam rekaman video yang kemudian tersebar luas di media sosial, Gus Miftah melontarkan kalimat, “Es tehmu sih akeh? Ya, sana jual goblok. Jual dulu, nanti kalau belum laku, ya sudah, takdir.”

Ucapan tersebut memicu gelak tawa dari para hadirin, namun Sunhaji sendiri hanya terdiam. Tidak lama kemudian, video itu menyebar secara masif dan memunculkan gelombang kritik terhadap Gus Miftah. Netizen menilai ucapan tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap masyarakat kecil.

Beberapa tokoh nasional turut menanggapi, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meminta Gus Miftah lebih berhati-hati dalam berbicara. Bahkan Presiden Joko Widodo ikut memberi perhatian dan menyarankan agar permintaan maaf disampaikan secara terbuka.

Gus Miftah kemudian menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada publik pada awal Desember 2024, dan bertemu langsung dengan Sunhaji di rumahnya untuk menyampaikan penyesalan. Sunhaji pun menerima permintaan maaf tersebut dan menyatakan bahwa dirinya tidak ingin memperpanjang masalah. Warga sekitar menyambut peristiwa ini dengan simpati, bahkan turut memberikan bantuan kepada Sunhaji.

Dalam perspektif teori tindak tutur, peristiwa ini memuat lapisan-lapisan yang dapat dikaji lebih dalam. Tindak lokusi Gus Miftah adalah rangkaian kata “sana jual goblok… takdir,” yang secara literal bisa dimaknai sebagai ajakan untuk berjualan sambil melontarkan umpatan.

Namun, makna tidak berhenti di permukaan. Ketika kita menelusuri tindak ilokusi, terdapat dua dimensi utama: perintah (direktif) untuk “sana jual”, dan ekspresi penghinaan (ekspresif) lewat kata “goblok”.

Meski Gus Miftah menyatakan bahwa niatnya hanya bercanda, namun maksud subjektif tersebut tidak selalu selaras dengan cara publik menafsirkan ucapannya. Dalam kacamata pendengar, terutama yang berasal dari kelompok rentan seperti penjual keliling, ujaran itu terasa merendahkan martabat.

Di sinilah aspek ilokusi dan perlokusi menjadi penting. Fungsi sosial dari sebuah ujaran tidak hanya ditentukan oleh niat pembicara, tetapi juga sangat tergantung pada bagaimana audiens menangkap dan meresponsnya.

Tindak perlokusi, atau dampak sosial dari ujaran itu, terlihat jelas: tawa dari audiens langsung, keheningan Sunhaji, dan polemik berkepanjangan di media sosial. Dari efek psikologis kepada Sunhaji hingga teguran dari institusi negara, semuanya menunjukkan bahwa satu ujaran dapat menciptakan gelombang sosial yang luas.

Tokoh-tokoh publik seperti Deddy Corbuzier turut mengomentari bahwa candaan memang penting dalam komunikasi, tetapi harus disampaikan dengan hati-hati, terutama oleh orang yang memiliki pengaruh.

Kita tidak bisa melepaskan kenyataan bahwa figur publik memikul tanggung jawab yang lebih besar dalam menyampaikan ujaran. Sebuah kalimat yang diucapkan di ruang publik tidak lagi bersifat pribadi; ia menjadi tindakan sosial yang bisa membentuk opini publik, memengaruhi persepsi, bahkan menimbulkan keretakan atau kohesi sosial. Dalam konteks ini, Gus Miftah bukan hanya individu yang bercanda, tetapi seorang tokoh agama dan negara yang disorot oleh mata publik.

Peristiwa ini juga menjadi cermin penting bahwa humor di ruang publik tidak bisa berdiri di luar etika. Humor, apalagi yang menyasar kelompok rentan, bisa berubah menjadi alat dominasi yang menyakitkan.

Oleh karena itu, humor dalam komunikasi publik harus ditempatkan dalam kerangka empati dan kesadaran sosial. Figur publik, apapun niatnya, harus menyadari bahwa setiap kalimatnya dapat berfungsi sebagai tindakan yang berdampak nyata bagi banyak orang.

Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa ujaran bukanlah entitas netral. Ia adalah tindakan yang dapat membangun atau menghancurkan. Dalam kasus Gus Miftah, yang awalnya hanya dimaksudkan sebagai candaan, ternyata menimbulkan kontroversi yang luas.

Ia tidak hanya menyuruh seseorang untuk berjualan, tetapi juga menciptakan luka emosional, memicu kecaman publik, hingga memunculkan solidaritas sosial. Semua itu membuktikan bahwa bahasa adalah kekuatan.

Penting untuk ditegaskan bahwa para komunikator publik, termasuk tokoh agama, pejabat, dan influencer, hendaknya menggunakan bahasa dengan penuh tanggung jawab. Kata-kata memiliki daya, dan daya itu bisa menyembuhkan, tetapi juga bisa melukai.

Ketika digunakan secara bijak, bahasa dapat menjadi jembatan kerukunan. Namun, jika disampaikan secara sembrono, ia bisa menjadi sumber perpecahan. Maka dari itu, kesadaran berbahasa adalah kebutuhan utama dalam dunia komunikasi publik hari ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *