Cegah Bullying dari Rumah: Peran Orang Tua dalam Menanamkan Empati Sejak Dini

Mahasiswa KKN 2025 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya saat mengadakan sosialisasi bertema “Cegah Bullying Mulai dari Rumah” (doc. pribadi)
Mahasiswa KKN 2025 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya saat mengadakan sosialisasi bertema “Cegah Bullying Mulai dari Rumah” (doc. pribadi)

Masalah perundungan (bullying) di lingkungan sekolah dasar masih menjadi persoalan serius yang seringkali tidak disadari oleh orang tua maupun pendidik. Perilaku seperti mengejek, mengucilkan, bahkan memaksa teman melakukan sesuatu sering dianggap sebagai hal biasa atau sekadar candaan.

Padahal, jika dilakukan secara berulang dengan niat menyakiti, hal tersebut sudah termasuk dalam kategori perundungan. Lebih memprihatinkan lagi, akar dari perilaku tersebut kerap kali berasal dari lingkungan keluarga sendiri.

Bacaan Lainnya

Melalui kegiatan pengabdian masyarakat, dua mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Arifah Devinta dan Maylia Dwi Pujilestari dari Fakultas Psikologi, melaksanakan sosialisasi bertajuk “Cegah Bullying Mulai dari Rumah”. Kegiatan ini difasilitasi oleh dosen pembimbing lapangan, Zida Wahyuddin, S.Pd, dan digelar dalam momen pengajian rutin warga Dusun Bantal, Desa Duyung, Kecamatan Trawas, Mojokerto.

Sasaran utama dari kegiatan ini adalah para orang tua, khususnya ibu-ibu rumah tangga yang memiliki peran sentral dalam pengasuhan anak sehari-hari. Penyuluhan yang diberikan mengulas secara komprehensif tentang apa itu bullying, jenis-jenis perundungan, serta contoh-contoh perilaku yang kerap terjadi di kalangan anak-anak.

Mahasiswa yang bertindak sebagai fasilitator menyampaikan materi dengan pendekatan yang ringan namun bermakna. Para peserta pun diberikan modul ringkas berisi panduan dalam menerapkan pola asuh berbasis empati di rumah.

Usia sekolah dasar merupakan fase krusial dalam pembentukan karakter anak. Pada masa inilah nilai-nilai moral, cara bersosialisasi, dan sikap terhadap perbedaan mulai terbentuk. Oleh karena itu, penyuluhan ini menjadi langkah awal yang sangat penting untuk mencegah anak-anak menjadi pelaku maupun korban perundungan.

Pencegahan bullying sebaiknya dimulai dari rumah. Keluarga adalah lingkungan pertama di mana anak belajar mengenai nilai-nilai kehidupan, bagaimana memperlakukan orang lain, dan cara mengelola emosi. Anak yang tumbuh di lingkungan penuh kasih dan komunikasi terbuka cenderung lebih peka terhadap perasaan orang lain.

Dampak dari bullying tidak berhenti pada saat kejadian berlangsung. Anak yang menjadi korban atau bahkan pelaku perundungan bisa membawa luka psikologis hingga dewasa. Trauma, kecemasan, dan kesulitan bersosialisasi adalah beberapa efek jangka panjang yang bisa terjadi. Maka dari itu, peran orang tua sangat vital dalam membentuk ketahanan emosional anak.

Beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua antara lain adalah: membiasakan diri mendengarkan cerita anak setiap hari, mengajarkan cara mengelola perasaan, memberi teladan dalam menghargai orang lain, menghindari kekerasan verbal maupun fisik di rumah, serta menciptakan ruang aman bagi anak untuk menyampaikan keluh kesah tanpa rasa takut.

Pencegahan bullying bukan hanya tugas pihak sekolah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Orang tua memiliki peran strategis sebagai teladan utama sekaligus pendamping emosional anak di rumah. Melalui kegiatan seperti ini, diharapkan semakin banyak keluarga yang sadar akan pentingnya membangun pola asuh yang empatik, bukan reaktif.

Forum pengajian yang dimanfaatkan sebagai media sosialisasi menunjukkan bahwa ruang-ruang informal juga bisa menjadi tempat strategis dalam menanamkan nilai-nilai penting demi membentuk generasi yang lebih berempati dan bebas dari kekerasan sosial.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *