Generasi Z (Gen Z), yang lahir dan tumbuh di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), merupakan generasi yang tidak dapat dipisahkan dari dunia digital. Sejak usia dini, mereka sudah akrab dengan gawai, lihai menonton video di YouTube, bahkan mampu mengedit konten dengan aplikasi seperti CapCut. Mereka adalah generasi layar sentuh, bukan papan tulis, yang tumbuh dalam ekosistem serba instan dan visual.
Fenomena ini mengajukan pertanyaan penting: apakah sistem pendidikan saat ini telah mampu bertransformasi mengikuti perkembangan zaman? Ataukah sekolah dan tenaga pendidik masih terjebak dalam metode pengajaran tradisional yang makin kehilangan relevansinya?
Sayangnya, masih banyak pembelajaran di sekolah yang mengandalkan pendekatan konvensional, seperti metode ceramah satu arah yang membuat siswa hanya menjadi pendengar pasif. Ketika metode ini diterapkan secara berulang tanpa inovasi, pembelajaran menjadi kegiatan rutin yang monoton dan kurang menggugah minat siswa.
Di sisi lain, guru pun menjadi kurang tertantang untuk menyiapkan strategi, media, atau pendekatan baru yang lebih sesuai dengan karakteristik peserta didik saat ini.
Padahal, siswa Gen Z terbiasa dengan akses cepat terhadap informasi. Mereka tidak perlu membuka kamus tebal untuk mencari arti kata—cukup mengetik pertanyaan di Google. Mereka belajar bukan hanya dari guru di ruang kelas, tetapi juga dari berbagai sumber digital seperti video edukasi, podcast pembelajaran, hingga konten media sosial yang informatif. Mereka menyukai pendekatan belajar yang interaktif, menarik secara visual, dan menantang secara intelektual.
Maka dari itu, paradigma guru sebagai satu-satunya penyampai ilmu sudah seharusnya ditinggalkan. Guru harus bertransformasi menjadi fasilitator yang mampu menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna.
Di era digital ini, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran menjadi kebutuhan, bukan pilihan. Materi ajar dapat dikemas dalam bentuk video animasi, salindia interaktif, augmented reality (AR), e-book, maupun poster digital yang mampu menarik perhatian dan meningkatkan partisipasi siswa.
Selain itu, guru juga harus mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan peserta didik. Pendekatan seperti Discovery Learning, Project Based Learning, Cooperative Learning, hingga Inquiry dan Problem Based Learning bisa menjadi alternatif.
Variasi ini membuat proses pembelajaran tidak lagi monoton, serta memberikan ruang bagi siswa untuk aktif terlibat, berkolaborasi, dan berpikir kritis.
Transformasi ini tidak hanya akan berdampak pada efektivitas pembelajaran, tetapi juga pada peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Sudah saatnya dunia pendidikan membuka diri terhadap perubahan dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Karena pada akhirnya, metode pembelajaran yang relevan akan mempengaruhi motivasi siswa, efektivitas guru, dan keberhasilan tujuan pendidikan itu sendiri.





