Digitalisasi Pasar Tradisional dan Penguatan Ekonomi Rakyat Sleman

(doc. pribadi)
(doc. pribadi)

Pasar tradisional sejak lama menjadi urat nadi ekonomi rakyat. Di tempat inilah roda perekonomian lokal berputar dan nilai-nilai sosial tumbuh. Namun, di tengah derasnya arus digitalisasi, keberadaan pasar tradisional sering kali dipertanyakan: apakah masih mampu bertahan menghadapi gempuran modernisasi? Di Sleman, upaya menjawab pertanyaan itu tengah dilakukan dengan langkah nyata melalui transformasi digital di bawah pengelolaan UPTD Pengelolaan Pasar (PP) Wilayah 4 Sleman.

UPTD PP Wilayah 4 Sleman, yang berada di bawah naungan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman, membawahi tujuh pasar rakyat: Pasar Prambanan, Pasar Unggas, Pasar Potrojayan, Pasar Kenaran, Pasar Tegalsari, Pasar Sambilegi, dan Pasar Kalasan. Ketujuh pasar tersebut bukan sekadar tempat jual beli, tetapi juga menjadi simpul interaksi sosial, budaya, sekaligus ruang penghidupan bagi ribuan warga.

Bacaan Lainnya

Di tengah tuntutan zaman yang serba digital, UPTD PP Wilayah 4 Sleman berupaya mengubah wajah pasar tanpa menghapus jati dirinya. Langkah ini diwujudkan melalui penerapan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), sistem e-retribusi, serta pelatihan digital marketing bagi para pedagang. Upaya tersebut menggambarkan kesadaran bahwa pasar tradisional tak boleh sekadar bertahan, melainkan harus berkembang mengikuti arus inovasi.

(doc. pribadi)

Penerapan QRIS menjadi simbol awal dari transformasi ini. Sistem pembayaran nontunai dengan kode QR memungkinkan transaksi yang lebih cepat, efisien, dan aman. Bagi pedagang, pencatatan keuangan menjadi lebih tertib; bagi pembeli, transaksi berlangsung tanpa repot mencari uang pas atau khawatir uang palsu. QRIS menjembatani dua generasi pasar yang konvensional dan yang digital tanpa menghapus karakter gotong royong yang melekat di pasar rakyat.

Transformasi berikutnya terlihat pada penerapan e-retribusi. Dahulu, retribusi pasar dipungut secara manual oleh petugas, yang rawan kesalahan pencatatan bahkan kebocoran dana. Kini, pembayaran retribusi dilakukan secara digital dan terekam secara real time.

Transparansi meningkat, efisiensi terjaga, dan kepercayaan pedagang pun tumbuh. Sistem ini tak hanya soal modernisasi administrasi, tetapi juga bentuk akuntabilitas publik yang memperkuat kepercayaan antara pemerintah dan pelaku pasar.

(doc. pribadi)

Lebih jauh, digitalisasi tidak hanya berbicara tentang alat atau sistem, tetapi juga tentang manusia di baliknya. Karena itu, UPTD PP Wilayah 4 Sleman menaruh perhatian besar pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia, khususnya pedagang pasar.

Melalui pelatihan digital marketing, para pedagang diajak memahami cara baru memasarkan produk mereka di ruang maya. Dari membuat konten promosi yang menarik, memanfaatkan media sosial, hingga menggunakan fitur live streaming, pelatihan ini membuka peluang baru bagi pedagang untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Peran mahasiswa juga tidak bisa diabaikan. Bella Rahmawati, mahasiswi Program Studi Ekonomi Universitas Amikom Yogyakarta, turut berkontribusi dalam kegiatan di lingkungan UPTD PP Wilayah 4 Sleman. Kolaborasi ini memperlihatkan bagaimana dunia akademik dapat menjadi mitra pemerintah dalam mempercepat transformasi ekonomi kerakyatan.

Transformasi pasar tradisional di Sleman menjadi bukti bahwa digitalisasi bukan ancaman, melainkan kesempatan untuk beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Pasar tetap menjadi ruang interaksi sosial, tempat nilai-nilai budaya bertemu dengan kebutuhan ekonomi, hanya saja kini dikemas dengan cara yang lebih modern dan efisien.

Ke depan, tantangan tentu tidak kecil. Infrastruktur digital harus terus diperkuat, pendampingan kepada pedagang perlu berkelanjutan, dan literasi digital menjadi kunci agar inovasi tidak berhenti di permukaan.

Namun jika perubahan ini terus dijaga konsistensinya, pasar rakyat di Sleman bukan hanya akan bertahan, melainkan menjadi contoh bagaimana teknologi dapat berpadu dengan kearifan lokal untuk menguatkan ekonomi rakyat.

Transformasi ini memberi pesan penting: modernisasi tidak selalu berarti meninggalkan tradisi. Justru di pasar tradisional, modernisasi menemukan maknanya menjadi alat untuk memperkuat ekonomi, menumbuhkan transparansi, dan menjaga denyut sosial yang telah lama menjadi fondasi kehidupan masyarakat.


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *