Fenomena Sharing Culture di Lingkungan Mahasiswa

Ilustrasi foto/medcom.id
Ilustrasi foto/medcom.id

Budaya berbagi atau sharing culture telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mahasiswa di era digital. Perkembangan teknologi informasi yang pesat memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk saling berbagi informasi, pengalaman, hingga ide-ide kreatif melalui berbagai platform digital, seperti media sosial, aplikasi berbagi file, dan forum daring.

Fenomena ini tidak hanya memperkaya interaksi sosial mereka, tetapi juga menciptakan ruang baru untuk membangun identitas personal dan kolektif. Di lingkungan kampus, sharing culture memainkan peran penting dalam mempererat relasi sosial sekaligus menciptakan ekosistem pembelajaran yang kolaboratif.

Bacaan Lainnya

Budaya berbagi semakin relevan di kalangan mahasiswa, terutama generasi yang tumbuh di tengah derasnya arus digitalisasi. Media sosial dan aplikasi berbagi konten seperti WhatsApp, Google Drive, atau Telegram menjadi sarana utama mahasiswa untuk saling terhubung dan bertukar ide.

Contohnya, berbagi catatan kuliah melalui grup WhatsApp atau diskusi isu-isu terkini di Telegram kini menjadi bagian dari rutinitas mereka. Selain itu, budaya ini memungkinkan mahasiswa membangun jejaring sosial yang lebih luas, memperkaya pengalaman belajar melalui kontribusi kolektif, dan menciptakan solusi bersama terhadap tantangan akademik maupun non-akademik.

Dalam praktiknya, sharing culture mencakup berbagai aktivitas, seperti berbagi materi kuliah, bekerja sama dalam tugas kelompok, hingga kolaborasi dalam penelitian. Nilai-nilai seperti keterbukaan, solidaritas, dan kolaborasi menjadi landasan utama dari budaya ini.

Misalnya, banyak mahasiswa menggunakan media sosial untuk berbagi tips belajar, pengalaman organisasi, atau dokumentasi kegiatan sosial kampus. Contoh lainnya adalah inisiatif berbagi materi ujian atau informasi beasiswa yang sering dilakukan melalui grup diskusi daring. Aktivitas ini tidak hanya menciptakan rasa kebersamaan, tetapi juga menjadi cara untuk saling menginspirasi dan memberdayakan sesama mahasiswa.

Baca Juga: Persepsi Publik Terhadap Anies Baswedan: Studi Kasus Ujaran Kebencian di Tiktok dan Instagram

Namun, perkembangan budaya berbagi ini juga membawa tantangan yang tidak dapat diabaikan. Di satu sisi, sharing culture mampu menciptakan lingkungan yang suportif dan produktif. Di sisi lain, ada risiko seperti penyebaran informasi yang tidak valid atau munculnya tekanan sosial untuk terlihat sempurna di media sosial.

Dalam hal ini, literasi digital menjadi keterampilan yang sangat penting bagi mahasiswa untuk memilah informasi dan memanfaatkan platform digital secara bijak. Kesadaran akan pentingnya tanggung jawab dalam berbagi informasi dapat membantu mencegah dampak negatif sekaligus memaksimalkan manfaat dari budaya ini.

Fenomena ini juga mencerminkan transformasi dalam cara mahasiswa belajar dan berinteraksi. Teknologi digital tidak hanya mengubah pola komunikasi tetapi juga memengaruhi cara mahasiswa memandang dunia.

Mereka kini lebih terbuka terhadap kolaborasi lintas disiplin dan berbagi wawasan dengan berbagai komunitas. Sharing culture di era digital mencerminkan semangat zaman, di mana konektivitas dan aksesibilitas informasi menjadi kunci dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memberikan peluang bagi mahasiswa untuk menciptakan lingkungan akademik yang lebih inklusif, inovatif, dan berdaya saing.

Di kampus-kampus seperti UIN Sunan Ampel Surabaya, sharing culture tidak hanya mencakup interaksi sehari-hari, tetapi juga menciptakan ekosistem digital yang mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.

Mahasiswa sering berbagi materi kuliah, slide presentasi, dan buku elektronik melalui platform seperti Google Drive atau grup WhatsApp. Selain itu, informasi tentang lowongan kerja, magang, dan peluang lainnya juga banyak dibagikan, yang membantu mahasiswa mendapatkan akses ke berbagai peluang karier.

Media sosial seperti Instagram, WhatsApp, dan Telegram juga digunakan secara luas untuk berbagi momen kehidupan kampus, tips belajar, hingga kegiatan komunitas.

Instagram, misalnya, sering dimanfaatkan untuk membagikan foto atau video kegiatan kampus melalui fitur stories atau reels. Ini menciptakan dokumentasi visual yang dinamis tentang kehidupan mahasiswa sekaligus memperkuat rasa kebersamaan.

Baca Juga: Socrates, Plato, dan Thomas Aquinas: Perbandingan Pemikiran Filsafat di Dunia Barat Klasik dan Pertengahan

WhatsApp, dengan fitur grupnya, menjadi platform utama untuk diskusi akademik, berbagi tugas, dan menyebarkan informasi organisasi mahasiswa. Sementara itu, Telegram sering digunakan untuk diskusi kelompok yang lebih terstruktur atau berbasis komunitas, seperti kelompok belajar atau forum ilmiah. Semua ini menunjukkan bahwa media sosial memiliki peran signifikan dalam mendukung budaya berbagi di kalangan mahasiswa.

Faktor utama yang mendorong berkembangnya sharing culture adalah kemajuan teknologi, seperti akses internet yang semakin luas dan perangkat seluler yang mudah dijangkau. Lingkungan akademik yang mengutamakan kolaborasi juga berkontribusi pada praktik berbagi ini.

Selain itu, kebutuhan mahasiswa untuk mengaktualisasikan diri menjadi pendorong penting dalam budaya ini. Mahasiswa kerap membagikan pencapaian mereka di media sosial, baik untuk membangun identitas sosial maupun sebagai bentuk inspirasi bagi orang lain.

Walaupun sharing culture memberikan banyak manfaat, penting bagi mahasiswa untuk mengelola fenomena ini dengan bijaksana. Penyebaran informasi yang tidak akurat atau berlebihan di media sosial dapat menciptakan misinformasi dan tekanan sosial.

Baca Juga: Thrifting vs UMKM: Menimbang Strategi Akuntansi Manajerial dalam Mendukung Daya Saing Lokal

Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengembangkan literasi digital dan sikap kritis dalam menerima dan membagikan informasi. Dengan demikian, budaya berbagi dapat tetap menjadi kekuatan positif yang mendukung pengembangan individu dan komunitas akademik.

Secara keseluruhan, sharing culture di lingkungan mahasiswa adalah fenomena yang menggambarkan transformasi besar dalam pola interaksi sosial di era digital. Melalui berbagai platform digital, mahasiswa dapat berbagi informasi, pengalaman, dan sumber daya, menciptakan lingkungan belajar yang kolaboratif dan suportif.

Namun, tantangan dalam bentuk risiko informasi palsu atau tekanan sosial harus dihadapi dengan penguatan literasi digital dan tanggung jawab dalam berbagi. Dengan demikian, budaya berbagi ini dapat terus berkembang sebagai salah satu elemen penting dalam membangun komunitas mahasiswa yang inklusif, inovatif, dan berdaya saing di era digital.

Refrensi

  • Fadhal, S., & Nurhajati, L. (2012). Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube). Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, 1(3).

  • Febilana, F. (2023). Dinamika Budaya Kampus: Eksplorasi Akulturasi Mahasiswa dalam Pergaulan Sosial [Informasi]. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/muflikhatus4498/6468e7d737cb2a549d272592/dinamika-budaya-kampus-eksplorasi-akulturasi-mahasiswa-dalam-pergaulan-sosial

  • Handaja, E. K., Irngamsyah, I. Z., & Fadhillah, R. (2023). Fenomena Culture Shock Mahasiswa Baru Rantau Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya dalam Proses Adaptasi di Surabaya (Seminar Nasional) [Prosiding]. Universitas Negeri Surabaya.

  • Ismayanti, M. D. (2023). Keberagaman Ras, Etnis, Budaya Dikalangan Mahasiswa [Informasi]. Tabloid Matahari. https://tabloidmatahati.com/keberagaman-ras-etnis-budaya-dikalangan-mahasiswa/

  • Jannah, R., & Lutfi, S. (2024). Fenomena Flexing Culture Di Media Sosial Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Perspektif Krisis Pendidikan Islam. Kamaya: Jurnal Ilmu Agama, 7(3).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *