Thrifting vs UMKM: Menimbang Strategi Akuntansi Manajerial dalam Mendukung Daya Saing Lokal

Ilustrasi foto/pixabay.com
Ilustrasi foto/pixabay.com

Tren thrifting, atau pembelian pakaian bekas impor, semakin digemari oleh kalangan muda di Indonesia. Popularitas tren ini menghadirkan tantangan besar bagi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Dengan kontribusi sebesar 60,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), UMKM memegang peran penting dalam menciptakan lapangan kerja, mendukung inovasi, dan menjaga stabilitas ekonomi.

Bacaan Lainnya

Namun, munculnya thrifting sebagai alternatif belanja dengan harga terjangkau dan gaya unik membuat persaingan di pasar lokal semakin ketat. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana strategi akuntansi manajerial dapat membantu UMKM bertahan dan bersaing?

Dalam tren thrifting, konsumen cenderung mencari produk yang tidak hanya murah tetapi juga unik. Produk bekas impor ini kerap dinilai lebih menarik dibandingkan produk UMKM lokal, terutama dalam hal harga dan estetika.

Padahal, jika dilihat dari sudut pandang budaya dan ekonomi, produk UMKM memiliki nilai tambah yang tidak kalah penting, seperti cerita di balik produk, warisan budaya, serta dampak langsungnya pada perekonomian lokal. Sayangnya, tanpa strategi manajerial yang tepat, UMKM akan kesulitan untuk menghadapi dinamika pasar yang terus berubah.

Di sinilah akuntansi manajerial memainkan peran penting. Lebih dari sekadar alat pencatatan keuangan, akuntansi manajerial menjadi instrumen strategis yang membantu pemilik UMKM membuat keputusan berbasis data. Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan oleh UMKM untuk meningkatkan daya saingnya di tengah tren thrifting meliputi:

Pertama, analisis biaya (cost analysis) dan efisiensi operasional. Dengan menggunakan analisis Cost-Volume-Profit (CVP), UMKM dapat mengidentifikasi titik impas atau Break-Even Point (BEP) untuk memaksimalkan keuntungan. Contohnya, UMKM dapat mengadopsi teknologi produksi lokal yang lebih terjangkau tetapi tetap berkualitas. Hal ini membantu mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi operasional.

Baca Juga: Akuntansi Manajerial sebagai Solusi untuk Ketidakakuratan Laporan Keuangan

Kedua, penetapan harga berbasis nilai (value-based pricing). UMKM dapat menetapkan harga produk berdasarkan kualitas, cerita budaya, atau nilai manfaat yang dirasakan pelanggan. Strategi ini memungkinkan produk lokal bersaing di pasar yang sensitif terhadap harga tanpa mengorbankan keunikan dan kualitas.

Ketiga, perencanaan anggaran (budgeting). Dengan menyusun anggaran yang tepat, UMKM dapat mengalokasikan sumber daya secara optimal untuk produksi, pemasaran, dan inovasi. Misalnya, fokus pada pengembangan produk dengan desain modern atau nilai guna yang lebih panjang sesuai kebutuhan konsumen.

Keempat, pengelolaan modal kerja (working capital management). Mengelola arus kas secara efektif adalah kunci untuk menjaga likuiditas dan memastikan kelancaran operasional bisnis. Dengan pendekatan ini, UMKM dapat meminimalkan risiko kesalahan dalam pengalokasian dana.

Kelima, evaluasi kinerja (performance evaluation). Menggunakan laporan keuangan seperti laba rugi, margin keuntungan, dan rasio efisiensi, pemilik UMKM dapat menilai performa bisnis mereka. Evaluasi ini membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.

Selain memperkuat strategi internal, UMKM juga perlu membangun kolaborasi dengan komunitas lokal. Kerja sama ini menciptakan ekosistem yang saling mendukung, di mana komunitas menyediakan keterampilan, nilai budaya, dan sumber daya, sementara UMKM memberdayakan komunitas melalui pelatihan, produksi bersama, dan pemasaran produk.

Misalnya, UMKM Kopi Gayo bekerja sama dengan petani lokal untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi dan ramah lingkungan. Begitu pula dengan UMKM Batik Yogyakarta yang menggandeng seniman lokal untuk menciptakan motif modern tanpa melupakan tradisi.

Baca Juga: Benarkah Sebelum Tidur 90% Otak Kita Membayangkan Hal-Hal yang Ingin Terjadi?

Dukungan dari pemerintah dan lembaga terkait juga sangat diperlukan. Pemerintah dapat memberikan insentif, pelatihan, dan akses ke pasar digital untuk meningkatkan daya saing UMKM. Di sisi lain, edukasi kepada konsumen tentang pentingnya mendukung produk lokal harus terus digalakkan.

Konsumen perlu memahami bahwa membeli produk UMKM berarti berkontribusi pada keberlanjutan ekonomi, kualitas hidup masyarakat, dan pelestarian budaya.

Dengan memadukan strategi akuntansi manajerial yang efektif dan kolaborasi lintas pihak, UMKM dapat menjawab tantangan dari tren thrifting. Tidak hanya mampu bertahan, UMKM juga dapat mengoptimalkan potensinya untuk berkembang dan terus memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *