Sepanjang tahun 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sekitar 3.800 kasus perundungan, dengan hampir setengahnya terjadi di sekolah. Ironisnya, sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman untuk belajar dan berkembang, justru kerap menjadi arena terjadinya perundungan.
Oleh karena itu, kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari perundungan demi kesejahteraan anak-anak.
Dampak perundungan sangat serius, baik secara fisik maupun mental. Korban perundungan sering mengalami stres, kecemasan, bahkan depresi, yang dapat memengaruhi prestasi akademis dan meninggalkan trauma jangka panjang.
Contohnya, seorang siswa di Jakarta yang menjadi korban perundungan verbal selama satu tahun mengalami penurunan nilai drastis dan kehilangan rasa percaya diri. Ia akhirnya memerlukan terapi psikologis untuk memulihkan kepercayaan dirinya.
Perundungan juga menciptakan suasana belajar yang tidak kondusif. Di sebuah sekolah di Yogyakarta, kasus perundungan fisik terhadap seorang siswa membuat siswa lainnya takut melaporkan kejadian serupa. Akibatnya, suasana kelas menjadi tegang dan proses belajar mengajar terganggu.
Baca Juga: Problematika Anak di Bawah Umur dan ‘Social Smoker’
Sebagai upaya pencegahan, sekolah dapat mengintegrasikan pendidikan tentang empati dan pengelolaan emosi ke dalam kurikulum. Sebuah sekolah di Bandung, misalnya, mengadakan program “Pekan Empati” yang berhasil menurunkan laporan kasus perundungan hingga 30% dalam satu semester. Program semacam ini memberikan siswa pemahaman tentang pentingnya saling menghormati dan mendukung.
Peran guru juga tak kalah penting. Di Surabaya, sebuah sekolah berhasil mengurangi kasus perundungan hingga 40% dengan melibatkan guru sebagai mediator dalam diskusi mingguan bersama siswa. Pelatihan sederhana bagi guru untuk mengenali tanda-tanda perundungan juga dapat dilakukan dengan biaya minimal.
Baca Juga: Ruang Hijau di Tengah Beton: Pentingnya Ruang Terbuka untuk Kesehatan Mental di Perkotaan
Anggapan bahwa pencegahan perundungan memerlukan biaya besar adalah keliru. Banyak cara sederhana yang bisa dilakukan, seperti memperkuat hubungan antara siswa, guru, dan orang tua. Pemerintah juga dapat memberikan subsidi atau pelatihan untuk mendukung sekolah-sekolah di daerah terpencil agar mampu menerapkan program anti-perundungan.
Dengan kerja sama semua pihak, perundungan dapat dicegah. Lingkungan sekolah yang aman akan melindungi kesehatan mental siswa sekaligus menciptakan generasi yang lebih toleran, kreatif, dan produktif.
Langkah kecil seperti menunjukkan kepedulian, mengajarkan empati, dan melaporkan perundungan bisa menjadi awal perubahan besar. Bersama, kita dapat menciptakan sekolah yang benar-benar aman dan mendukung Indonesia Emas.





