Limbah peternakan kerap kali dianggap sebagai masalah. Bau tak sedap, penumpukan kotoran, hingga potensi pencemaran lingkungan seringkali menjadi bayang-bayang yang lekat dengan aktivitas beternak.
Namun, di Desa Duyung, Trawas, Mojokerto, sebuah langkah kecil namun berarti telah diambil untuk mengubah persepsi tersebut. Melalui program kerja KKN, sekelompok mahasiswa dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya mencoba menghadirkan solusi yang bukan hanya aplikatif, tetapi juga berkelanjutan.
Muhammad Zaki Pramudya dari Administrasi Bisnis, Afifa Safawati dari Prodi Ilmu Komunikasi, Defrit Moloku dari Manajemen, dan Yoga Pratama Putra dari Teknik Informatika—bersama Dosen Pembimbing Lapangan kami, Zida Wahyuddin, S.Pd.,M.Si., melakukan pendampingan kepada peternak SB Putra Langgeng Farm dalam mengolah kotoran kambing (kohe) menjadi pupuk organik cair.
Peternakan tersebut memang dikenal sebagai salah satu penggerak kegiatan edukatif di bidang peternakan kambing etawa, namun masih menghadapi persoalan klasik yaitu penumpukan limbah kohe yang belum termanfaatkan secara optimal.
Melihat potensi kohe sebagai bahan baku pupuk yang kaya unsur hara, tim KKN merancang program berbasis pemberdayaan dan transfer teknologi tepat guna. Pelatihan dimulai dengan mengenalkan proses fermentasi menggunakan larutan EM4, yang mampu mempercepat dekomposisi bahan organik dan mengurangi bau menyengat. Proses ini diterapkan dengan alat sederhana berupa ember fermentasi yang dilengkapi saluran pembuangan gas serta alat penyemprot modifikasi untuk pendistribusian pupuk ke lahan.

Bukan hanya pelatihan teknis, tim juga menyusun materi visual seperti poster edukasi, video praktik pengolahan, serta dokumentasi proses yang dapat digunakan mitra untuk memperluas dampak program ke lingkungan sekitarnya.
Tak hanya berhenti pada tahap sosialisasi, para peternak pun langsung mencoba metode tersebut di kandang mereka, dan hasilnya menunjukkan respons positif. Kohe yang sebelumnya hanya menjadi limbah kini mulai berubah bentuk menjadi pupuk cair siap pakai yang bisa digunakan untuk menyuburkan tanaman hijau di sekitar kandang.
Lebih dari sekedar praktik, program ini mencerminkan semangat kolaborasi antara mahasiswa dan masyarakat. SB Putra Langgeng Farm kini tidak lagi sekadar menjadi peternakan konvensional, melainkan mitra pengembangan ekosistem pertanian ramah lingkungan. Implementasi ini diharapkan dapat menjadi contoh baik untuk wilayah lain yang memiliki karakteristik peternakan serupa.
Pengolahan pupuk dilakukan dengan metode fermentasi. Limbah kohe yang sudah difermentasi menggunakan larutan EM4—mikroorganisme efektif yang mampu mempercepat proses penguraian bahan organik—diolah dalam media ember tertutup selama kurang lebih dua minggu.
Untuk proses ini, tim menyediakan ember fermentasi modifikasi lengkap dengan katup pembuangan gas hasil dekomposisi, serta menyiapkan alat penyemprot sederhana untuk memudahkan aplikasi pupuk cair ke tanaman. Seluruh alat disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan mitra agar mudah diterapkan secara mandiri, bahkan setelah masa KKN berakhir
Di balik semua proses tersebut, ada kerja tim, riset lapangan, dan pendekatan sosial yang penuh pertimbangan budaya lokal. Mahasiswa tidak datang sebagai ‘pemberi solusi’, melainkan sebagai mitra belajar yang tumbuh bersama masyarakat. Karena sejatinya, perubahan tidak selalu datang dari gebrakan besar, tetapi bisa dimulai dari ember kecil yang diisi kohe, difermentasi, dan memberi kehidupan baru pada tanah yang ditanami.





