Introduksi Jeruk Malang sebagai Solusi Konservasi dan Peningkatan Pendapatan Petani Desa Setren

Penyuluhan terkait Introduksi Jeruk Malang kepada Petani Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri bersama Prof Jaka Suyana. (doc. TIM PKM HGR UNS 2025)
Penyuluhan terkait Introduksi Jeruk Malang kepada Petani Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri bersama Prof Jaka Suyana. (doc. TIM PKM HGR UNS 2025)

Wonogiri, Krajan.id – Di kaki Pegunungan Lawu Selatan, tepatnya di Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, geliat baru ekonomi mulai terasa. Para petani yang dulu menggantungkan hidup pada sayuran musiman seperti sawi, kubis, dan wortel kini mulai menatap masa depan melalui pohon jeruk.

Langkah perubahan ini muncul lewat program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dari Hibah Grup Riset Universitas Sebelas Maret (HGR-UNS) yang memperkenalkan Jeruk Malang (Citrus sp.) sebagai komoditas alternatif. Tujuannya bukan sekadar menanam buah, melainkan menciptakan sistem pertanian yang lebih mandiri, stabil, dan berkelanjutan.

Bacaan Lainnya

“Ketika harga sayur anjlok, pendapatan kami juga ikut jatuh. Kadang sampai tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” tutur seorang petani dari Dusun Ngrapah, mengingat masa-masa sulit sebelum program itu berjalan.

Desa Setren, yang terletak di ketinggian 884 meter di atas permukaan laut dengan luas hampir seribu hektare, terdiri dari empat dusun: Kembang, Setren, Salam, dan Ngrapah. Wilayah ini memiliki potensi besar, namun keterbatasan akses pendidikan dan pengetahuan pertanian membuat masyarakatnya sulit berinovasi.

Melihat kondisi tersebut, tim PKM HGR-UNS menggandeng pemerintah desa dan kelompok tani untuk mencari solusi jangka panjang. Pilihan pun jatuh pada Jeruk Malang — varietas yang dikenal tahan terhadap perubahan cuaca, bernilai ekonomi tinggi, dan memiliki prospek pasar menjanjikan.

Program dari Hulu ke Hilir

Program introduksi jeruk ini tidak sekadar berhenti di penanaman. Tim UNS merancang pendekatan komprehensif dari pemetaan sosial, penyuluhan teknis, hingga pendampingan lapangan.

Wawancara dengan masyarakat petani Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. (doc. TIM PKM HGR UNS 2025)
Wawancara dengan masyarakat petani Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. (doc. TIM PKM HGR UNS 2025)

Sebanyak 17 petani dari Dusun Ngrapah diwawancarai untuk memetakan karakteristik sosial-ekonomi warga. Hasilnya menunjukkan sebagian besar berusia antara 40 hingga 62 tahun, dengan tingkat pendidikan didominasi lulusan SMP (47,1 persen) dan SD (35,3 persen). Mayoritas petani juga aktif dalam kelompok tani dan memiliki lahan garapan antara 1.000 hingga 14.000 meter persegi.

Tahap implementasi kemudian dimulai dengan penyuluhan teknik budidaya Jeruk Malang, meliputi pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah sesuai kontur lereng, penggunaan pupuk organik, serta pengendalian hama ramah lingkungan. Mahasiswa berperan aktif sebagai pendamping lapangan, membantu sekitar 20 petani dalam proses tanam perdana.

“Selain penyuluhan, kami juga mengadakan forum diskusi dengan petani dan perangkat desa untuk membahas kendala teknis dan strategi mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya poin ke-12 tentang konsumsi dan produksi berkelanjutan, serta poin ke-13 tentang aksi iklim,” kata Prof. Jaka Suyana, Presentator dalam acara Penyuluhan PKM HGR-UNS.

Dampak Nyata di Lapangan

Program ini memberikan dampak ganda: bagi petani dan juga bagi mahasiswa yang terlibat. Bagi petani, hadirnya Jeruk Malang memberi peluang diversifikasi komoditas, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi ketergantungan terhadap tanaman semusim yang fluktuatif.

Kedekatan masyarakat dengan anggota Riset Grup selama kegiatan berlangsung.
Kedekatan masyarakat dengan anggota Riset Grup selama kegiatan berlangsung. (doc. TIM PKM HGR UNS 2025)

Sementara bagi mahasiswa, program ini menjadi laboratorium sosial nyata. Mereka belajar keterampilan komunikasi lapangan, kepemimpinan, hingga manajemen proyek berbasis masyarakat.

“Yang membuat kami senang, selain dapat ilmu baru, petani juga mendapat bibit jeruk secara gratis. Kami berharap hasilnya bisa dinikmati dalam beberapa tahun ke depan,” ujar salah seorang peserta program dari kalangan petani.

Secara sosial, program ini juga mempererat hubungan antarwarga dan menumbuhkan semangat gotong royong di desa. Pemerintah desa melihatnya sebagai langkah awal menuju kemandirian ekonomi berbasis pertanian konservatif.

Menuju Model Ekonomi Desa Berkelanjutan

Dengan dukungan masyarakat, pemerintah desa, dan pihak akademisi, Desa Setren kini tengah menapaki jalan baru menuju pertanian berkelanjutan. Jeruk Malang bukan hanya buah, melainkan simbol perubahan cara pandang petani terhadap masa depan.

Jika program ini berhasil, bukan tidak mungkin model serupa akan diterapkan di desa-desa lain di wilayah selatan Wonogiri, yang memiliki karakter geografis dan sosial ekonomi serupa.

Jeruk Malang mungkin belum berbuah lebat di Setren. Namun di lereng Lawu, harapan baru itu sudah tumbuh pelan, tapi pasti.

Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *