Generasi Z tumbuh dalam pusaran era digital yang serba cepat, banjir informasi, dan minim kontak sosial yang mendalam. Kondisi ini kerap dituding sebagai salah satu penyebab krisis moral yang mereka hadapi hari ini.
Fenomena seperti individualisme yang kian menguat, kecenderungan berbicara kasar di ruang publik digital, serta menurunnya empati terhadap sesama mencerminkan gejala yang mengkhawatirkan. Nilai kedisiplinan, penghormatan, dan kesantunan perlahan tergerus oleh pola hidup instan dan budaya validasi melalui layar.
Dalam situasi yang demikian cair, ajaran Islam menghadirkan panduan moral yang tetap relevan. Salah satunya tertuang dalam Surah Al-Isra’ ayat 24, yang menekankan pentingnya birrul wālidain sikap hormat dan kasih sayang kepada orang tua sebagai fondasi pembentukan akhlak.
Ayat ini bukan hanya tuntunan etis, tetapi juga kerangka pendidikan karakter yang menyeluruh dan kontekstual bagi generasi mana pun, termasuk Generasi Z.
Inti Pendidikan: Kerendahan Hati dan Kasih Sayang
Allah berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya (orang tua) dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, sayangilah mereka sebagaimana mereka mendidikku ketika aku kecil.’” (QS. Al-Isra’: 24).
Ayat ini memuat tiga prinsip pendidikan akhlak yang sangat relevan untuk menjawab krisis moral masa kini.
Pertama, pendidikan kerendahan hati (tawadhu’).
Frasa wa-khfidh lahumā janāh adz-dzull menggambarkan sikap merendahkan diri dengan penuh kelembutan. Di tengah karakter Gen Z yang lebih ekspresif dan cenderung menuntut ruang afirmasi, perintah ini menjadi penyeimbang.
Tawadhu’ mendidik anak untuk tidak terjebak dalam egoisme dan pencarian pengakuan yang kerap dipelihara oleh kultur digital. Sikap hormat kepada orang tua menjadi fondasi bagi kerendahan hati dalam interaksi sosial yang lebih luas.
Kedua, pendidikan kasih sayang (rahmah)
Ayat ini menegaskan bahwa hubungan anak dan orang tua harus dilandasi empati dan kelembutan, bukan formalitas kewajiban. Prinsip rahmah ini melatih kemampuan memahami perasaan orang lain, sesuatu yang semakin mahal dalam lanskap digital yang permisif terhadap ujaran kasar dan sikap tidak peduli. Rahmah adalah modal dasar untuk menumbuhkan empati sosial, nilai yang kerap rapuh dalam budaya komunikasi serba cepat.
Ketiga, pendidikan spiritual melalui doa
Seruan “Rabbi irhamhumā…” menanamkan kesadaran bahwa kasih sayang dan keberkahan hidup bersumber dari Allah. Pengajaran ini menjadi tameng dari kecenderungan materialistik maupun sekularitas semu yang berkembang dalam pola hidup modern.
Anak dididik untuk mengingat jasa orang tua sembari menyandarkan urusan hatinya kepada Tuhan. Dengan demikian, spiritualitas tidak berdiri sendiri, tetapi terhubung dengan rasa syukur, hormat, dan pengabdian.
Relevansi Ayat 24 bagi Generasi Z
Krisis moral yang melekat pada Gen Z sesungguhnya tidak berdiri sendiri. Banyak di antaranya tumbuh dengan orientasi akademik dan teknologi yang kuat, tetapi kurang mendapat pembekalan moral yang memadai. Surah Al-Isra’ ayat 24 menawarkan kerangka pendidikan yang mampu menjawab sejumlah persoalan utama:
- Individualisme dan egoisme dapat dilunakkan melalui pendidikan kerendahan hati. Tawadhu’ mematahkan sikap merasa paling benar yang sering muncul dalam ruang digital.
- Gaya komunikasi kasar di media sosial dapat diantisipasi melalui penanaman sopan santun terhadap orang tua dan lingkungan keluarga.
- Menurunnya empati dapat dipulihkan melalui rahmah sebagai orientasi dalam keluarga dan masyarakat.
- Kecenderungan sekuler dan dangkalnya spiritualitas dapat ditata kembali melalui pembiasaan doa dan kesadaran atas kasih sayang Tuhan.
Ayat ini pada dasarnya menawarkan jawaban yang menyentuh akar persoalan: membangun karakter dengan menanamkan hormat, kelembutan, dan spiritualitas sejak dini.
Keluarga sebagai Madrasah Pertama
Peran keluarga menjadi titik krusial. Orang tua Generasi Z tidak cukup hanya menyediakan fasilitas belajar atau akses teknologi. Mereka perlu menjadi teladan dalam memperlihatkan kasih sayang, kesabaran, kerendahan hati, dan ketekunan dalam berdoa. Pendidikan moral tidak hadir melalui perintah verbal semata, melainkan melalui contoh hidup sehari-hari.
Mengajarkan birrul wālidain berarti membangun atmosfer rumah yang ramah, dialogis, dan penuh perhatian. Ketika anak terbiasa melihat relasi yang harmonis dan penuh penghormatan di rumah, mereka akan lebih mudah mengekstrapolasinya ke dalam interaksi sosial yang lebih luas.
Penutup
Krisis moral Generasi Z bukanlah takdir yang tak dapat diubah. Surah Al-Isra’ ayat 24 menyediakan panduan yang abadi untuk membangun karakter: memadukan kerendahan hati, kasih sayang, dan spiritualitas.
Jika nilai-nilai ini kembali ditegakkan dalam keluarga dan pendidikan agama, generasi ini dapat tumbuh menjadi kelompok yang bukan hanya cerdas secara digital, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual. Dalam dunia yang kian kompleks, karakter seperti inilah yang menjadi penopang masa depan.





