Klaten, Krajan.id – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Surakarta menghadirkan inovasi pemanfaatan umbi gadung (Dioscorea hispida) sebagai rodentisida organik di Desa Jeblog, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten. Inovasi ini digagas oleh Fina Rohmatul Ummah, mahasiswa Program Studi Agroteknologi, dalam program kerja individu bertema “Inovasi Pestisida Organik untuk Petani Mandiri dan Berkelanjutan.”
Kegiatan tersebut berangkat dari persoalan serius yang dihadapi kelompok tani Marsudi Tani, yakni tiga kali gagal panen berturut-turut akibat serangan hama tikus. Kondisi ini tidak hanya menurunkan produktivitas pertanian, tetapi juga memicu kerugian ekonomi yang cukup besar bagi petani setempat.
Umbi gadung telah lama dikenal masyarakat pedesaan sebagai tanaman beracun. Menurut Muhidin et al. (2020), gadung mengandung senyawa fitokimia seperti dioscorin, diosgenin, dan dioscin yang bersifat toksik. Senyawa inilah yang membuatnya efektif digunakan sebagai bahan aktif rodentisida nabati, khususnya dalam mengendalikan hama tikus sawah.
Berbagai hasil penelitian juga memperkuat potensi ini. Penelitian Politeknik Negeri Jember (2021) menunjukkan bahwa ekstrak gadung dengan konsentrasi 50% mampu menekan intensitas serangan tikus sawah hingga 4%, jauh lebih rendah dibandingkan kontrol yang mencapai 9%. Sementara itu, penelitian IPB (2013) mencatat bahwa umpan berbahan gadung dapat menyebabkan kematian tikus sawah hingga 70%.
Data tersebut menjadi pijakan ilmiah bagi Fina dalam memperkenalkan rodentisida nabati ini kepada petani Desa Jeblog. Menurutnya, pemanfaatan bahan alami tidak hanya menekan biaya produksi, tetapi juga lebih ramah lingkungan dibandingkan pestisida kimia.
Tahapan kegiatan diawali dengan sosialisasi mengenai potensi umbi gadung serta keunggulannya sebagai rodentisida nabati. Petani diberi pemahaman terkait prinsip-prinsip pembuatan, efektivitas, serta keamanannya bagi ekosistem pertanian.

Selanjutnya, dilakukan demonstrasi pembuatan rodentisida organik berbahan umbi gadung dengan bahan sederhana, yaitu 1 kilogram gadung, 100 gram terasi, 100 gram kemiri sangrai, 500 gram dedak, dan 250 mililiter air. Proses pembuatannya cukup mudah, yakni gadung diparut halus, dicampur dengan bahan lain, kemudian dibentuk adonan dan dijemur hingga kering.
Umpan yang telah jadi diletakkan di jalur perlintasan tikus di area persawahan. Sementara itu, air rendaman gadung digunakan untuk penyemprotan di lahan padi. Dari uji coba awal, petani melaporkan adanya penurunan populasi tikus yang cukup signifikan.

Ketua kelompok tani Marsudi Tani, Sucipto, menyambut baik program tersebut. Menurutnya, inovasi ini memberikan harapan baru bagi petani yang kerap dirugikan akibat hama tikus.
“Inovasi rodentisida dari umbi gadung ini memberikan solusi nyata bagi petani. Kami berharap masyarakat dapat terus memanfaatkan bahan lokal agar pertanian semakin mandiri dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Melalui inovasi ini, mahasiswa KKN UNISRI tidak hanya menambah wawasan petani, tetapi juga mendorong kemandirian kelompok tani dalam mengembangkan sarana produksi yang ramah lingkungan. Pemanfaatan umbi gadung diharapkan dapat direplikasi di wilayah lain sebagai alternatif pengendalian hama berbasis kearifan lokal.
Dengan adanya program ini, Desa Jeblog tidak hanya berupaya keluar dari masalah gagal panen akibat hama tikus, tetapi juga mengambil langkah menuju pertanian berkelanjutan yang lebih sehat, produktif, dan bebas dari ketergantungan pada pestisida kimia.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.





