Legundi, Krajan.id – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Sebelas Maret (UNS) menghadirkan inovasi baru di Desa Legundi, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi. Melalui pelatihan pembuatan sekam bakar, mereka berhasil mengubah limbah sekam padi yang selama ini terbuang percuma menjadi media tanam ramah lingkungan.
Program ini digelar bersama ibu-ibu PKK dengan tujuan mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 12 tentang konsumsi dan produksi bertanggung jawab serta poin 15 terkait perlindungan ekosistem daratan. Kegiatan ini juga mendapat apresiasi langsung dari perangkat desa, masyarakat, dan pihak akademisi UNS.
Lurah Desa Legundi, Suyitno, menyatakan dukungannya terhadap kegiatan tersebut. Menurutnya, pemanfaatan sekam menjadi produk bernilai guna dapat menjadi awal dari program pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal.
“Kami melihat program ini sangat bermanfaat bagi warga. Bukan hanya mengurangi limbah, tetapi juga bisa meningkatkan kesadaran warga terhadap lingkungan. Ke depan, ini bisa jadi model untuk dikembangkan lebih luas bersama kelompok tani maupun PKK,” ujar Suyitno.
Lurah Suyitno juga berharap program ini bisa diteruskan setelah KKN berakhir.
“Kami ingin program ini tidak berhenti di sini, tapi dilanjutkan dengan melibatkan PKK maupun kelompok tani agar benar-benar menjadi kebiasaan baik bagi warga,” tegasnya.
Sementara itu, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) UNS, Drs. Tri Aprilijanto Utomo, M.Kes., Ph.D., menilai kegiatan ini telah menyentuh kebutuhan nyata masyarakat.
“Kegiatan KKN tidak hanya berhenti pada teori, tetapi memberi pengalaman aplikatif bagi warga. Program sekam bakar ini memiliki dampak nyata pada pelestarian lingkungan sekaligus pemberdayaan ekonomi,” jelasnya.
Ketua KKN UNS di Desa Legundi, Rantau Naufal Abroor, menyebutkan bahwa pemilihan sekam padi sebagai fokus program didasarkan pada hasil observasi awal di lapangan. Desa Legundi adalah desa pertanian dengan hamparan sawah luas.
“Setiap panen, limbah sekam sering ditumpuk dan dibakar begitu saja. Padahal jumlahnya melimpah dan berpotensi dimanfaatkan. Dari situ, kami merasa penting mengangkat sekam sebagai program utama agar warga mendapatkan manfaat langsung,” jelas Rantau Naufal.
Ia menambahkan bahwa masyarakat, khususnya ibu-ibu PKK, memiliki minat tinggi terhadap kegiatan berkebun.
“Selain jumlah sekam yang melimpah, warga sudah punya kebiasaan menanam tanaman hias atau apotek hidup. Jadi, program sekam bakar ini sekaligus menjawab kebutuhan dan kebiasaan warga,” terang mahasiswa Prodi Ilmu Hukum itu.
Pelatihan sekam bakar dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama (22/7/2025) berfokus pada pengenalan sekam bakar dan praktik pembuatannya. Pertemuan kedua (1/8/2025) dilanjutkan dengan praktik menanam sayuran menggunakan campuran tanah, pupuk kandang, dan sekam bakar sebagai media tanam.
“Materi kami susun sederhana agar mudah dipahami. Ibu-ibu PKK tidak hanya menerima teori, tetapi langsung praktik membuat sekam bakar dan menggunakannya,” ungkap Koordinator program, Dewi Sundari.
Menariknya, Dewi juga menyisipkan aspek psikologis dalam pelatihan. “Berkebun bisa menjadi rutinitas positif yang membantu mengurangi stres. Jadi manfaatnya bukan hanya lingkungan, tetapi juga kesehatan mental,” tambahnya.
Antusiasme peserta terlihat jelas selama pelatihan. Banyak dari mereka aktif bertanya soal cara merawat tanaman dan bahkan berbagi pengalaman berkebun.
“Sebagian besar ibu PKK sudah terbiasa menanam bunga atau sayuran di rumah. Jadi ketika diberi ilmu baru, mereka sangat bersemangat,” tutur Dewi.

Di sisi lain, untuk memastikan keberlanjutan, setiap peserta dibekali paket bibit sayuran siap tanam. Hasilnya, beberapa warga melaporkan perkembangan kebun rumahan mereka dengan media sekam bakar.
“Ada ibu-ibu yang dengan senang hati menunjukkan perkembangan tanaman mereka, bahkan meminta tips tambahan,” ungkapnya.
Proses pembuatan sekam bakar dilakukan di lahan kosong milik salah satu warga. Seluruh proses dijalankan dengan hati-hati agar aman dan tidak menimbulkan pencemaran udara. Partisipasi warga sangat besar, bukan hanya sebagai peserta tetapi juga penyedia fasilitas dan dukungan logistik.
“Warga ikut berperan aktif, mulai dari memfasilitasi tempat praktik hingga mendukung keberlangsungan kegiatan. Jadi keberhasilan program ini adalah hasil kolaborasi antara mahasiswa KKN, pemerintah desa, dan masyarakat,” jelas mahasiswi Bimbingan dan Konseling, UNS itu.
Menurut Dewi, sekam bakar mendukung SDGs 12 dengan mengubah limbah menjadi produk berguna dan meningkatkan kesadaran masyarakat soal pengelolaan sumber daya secara bijak. Sementara pada SDGs 15, sekam bakar membantu pelestarian tanaman, penghijauan rumah tangga, sekaligus mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Tak hanya sebatas media tanam, mahasiswa KKN UNS juga membuka peluang pengembangan ekonomi. Mereka melatih warga membuat kemasan dan logo produk, sekaligus memasarkan lewat platform digital.
“Harapannya, sekam bakar tidak hanya dipakai sendiri, tetapi juga bisa dijual sebagai produk lokal bernilai ekonomi,” papar Dewi.

Dewi menilai bahwa dampak sosial dari kegiatan ini sangat besar. “Kegiatan ini mempererat kebersamaan antarwarga, mereka belajar bersama, saling memberi semangat, dan berbagi pengalaman. Manfaatnya bukan hanya lingkungan dan ekonomi, tapi juga memperkuat ikatan sosial,” katanya.
Ia menambahkan bahwa program ini menjadi bukti kontribusi nyata mahasiswa UNS bagi masyarakat.
“Kami ingin meninggalkan sesuatu yang berkelanjutan. Sekam bakar adalah contoh kecil tapi bisa berdampak luas,” ujarnya.
Dengan dukungan pemerintah desa, warga, dan pihak akademisi UNS, pelatihan sekam bakar di Desa Legundi menjadi langkah nyata menuju desa mandiri, ramah lingkungan, dan berdaya secara sosial-ekonomi.
Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.





