Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini, MTs Wachid Hasyim Jadi Contoh Pendidikan Toleransi di Lamongan

Para mahasiswa UINSA foto bersama dengan para guru MTs Wachid Hasyim di depan Gedung sekolah sebagai bentuk bukti terjalin kerja sama demi mewujudkan kegiatan sosialisasi moderasi beragama. (doc. Dewi/ salah sati siswa MTs Wachid Hasyim)
Para mahasiswa UINSA foto bersama dengan para guru MTs Wachid Hasyim di depan Gedung sekolah sebagai bentuk bukti terjalin kerja sama demi mewujudkan kegiatan sosialisasi moderasi beragama. (doc. Dewi/ salah sati siswa MTs Wachid Hasyim)

Lamongan, Krajan.id – Dalam upaya menanamkan nilai-nilai moderasi beragama sejak usia dini, sekelompok mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengadakan kegiatan edukatif di MTs Wachid Hasyim, Desa Gelap, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan. Kegiatan ini menjadi bagian dari implementasi tugas mata kuliah Studi Hukum Islam sekaligus wujud kontribusi mahasiswa terhadap masyarakat.

Dengan mengangkat tema “Konsep Moderasi Beragama”, kegiatan yang dilaksanakan pada Sabtu
(31/5/2025) ini menyasar siswa kelas VII dan VIII. Tercatat sekitar 30 siswa mengikuti kegiatan yang berlangsung di ruang kelas madrasah. Melalui pendekatan interaktif, kegiatan ini tidak hanya menyampaikan teori, tetapi juga mengajak siswa berdiskusi aktif seputar makna hidup dalam keragaman.

Bacaan Lainnya

MTs Wachid Hasyim sendiri dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menekankan nilai-nilai keislaman, karakter, dan kecintaan terhadap tanah air. Keberadaan madrasah tersebut menjadi ruang strategis untuk membangun pondasi pemahaman siswa tentang pentingnya menghargai perbedaan keyakinan dalam bingkai kebangsaan.

Kegiatan dimulai pukul 09.00 WIB dengan sambutan dari perwakilan madrasah. Setelah itu, mahasiswa UINSA menyampaikan materi secara bergantian dengan metode penyampaian yang menyenangkan. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah diskusi kelompok kecil, kuis interaktif, dan sesi refleksi, sehingga siswa terlibat secara aktif, bukan sekadar menjadi pendengar.

Baca Juga: Magang Penuh Inovasi: Mahasiswa Radiologi Unair Eksplorasi Teknologi Diagnostik Terkini di RS PHC Surabaya

Natasya Augistina, salah satu mahasiswa penyampai materi, menjelaskan bahwa istilah moderasi beragama masih tergolong baru bagi para siswa.

“Awalnya mereka bingung dengan istilah itu. Oleh karena itu, kami menyampaikan materinya dengan bahasa sederhana dan contoh sehari-hari agar mudah dipahami,” ungkapnya.

Dalam materi yang disampaikan, para mahasiswa menggarisbawahi bahwa moderasi beragama bukan berarti menyamakan semua keyakinan, melainkan mengajarkan bagaimana menjalankan ajaran agama masing-masing dengan cara yang tidak ekstrem. Prinsip utamanya adalah keadilan, keseimbangan, dan toleransi.

Nor Moh Ulul Abshor menambahkan, “Orang yang menerapkan moderasi beragama adalah mereka yang mencintai tanah air, menghormati budaya lokal, menolak kekerasan, dan menjunjung tinggi toleransi.”

Dalam sesi tanya jawab, para siswa menunjukkan minat yang tinggi. Salah satu siswa kelas VII bernama Fahmi mengajukan pertanyaan yang cukup kritis: “Apa perbedaan antara moderasi beragama dengan toleransi?”

Pertanyaan itu dijawab oleh Naila Rifqoh, yang menjelaskan bahwa keduanya saling berkaitan. “Toleransi adalah bagian dari moderasi beragama. Jika kita mampu bertoleransi, berarti kita sudah mempraktikkan salah satu prinsip moderasi,” jelasnya.

Mahasiswa UINSA, siswa MTs Wachid Hasyim, dan para guru berfoto bersama setelah kegiatan sosialisasi. Momen ini menandai selesainya seluruh rangkaian kegiatan sosialisasi. (doc. Ibu Lilik M/ Staff Tata Usaha MTs Wachid Hasyim).
Mahasiswa UINSA, siswa MTs Wachid Hasyim, dan para guru berfoto bersama setelah kegiatan sosialisasi. Momen ini menandai selesainya seluruh rangkaian kegiatan sosialisasi. (doc. Ibu Lilik M/ Staff Tata Usaha MTs Wachid Hasyim)

Siswa lainnya, Tohari, menanyakan pandangan Islam terhadap agama Kristen. Pertanyaan ini dijawab oleh Navalin Audi Rahmah dengan penuh kehati-hatian.

“Islam mengajarkan untuk menghargai perbedaan. Kita tidak boleh mudah terprovokasi oleh isu yang memecah belah. Bahkan, dalam Islam, berdiskusi dan menghormati pemeluk agama lain adalah bentuk akhlak terpuji,” tegasnya.

Baca Juga: UGM dan Kemendag RI Dorong Mahasiswa Jadi Motor Inovasi Ekonomi Desa Melalui KKN

Melalui diskusi tersebut, para siswa diajak berpikir kritis namun tetap dalam koridor etika, sebuah pendekatan penting dalam membentuk pola pikir moderat sejak dini.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi ladang pengabdian mahasiswa, tetapi juga membuktikan bahwa mereka bisa menjadi agen perubahan dalam menyemai nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan yang harmonis di lingkungan pendidikan.

Mahasiswa Rizki Pranata menyampaikan kesimpulan bahwa moderasi beragama adalah sikap adil dan seimbang dalam menjalankan ajaran agama, serta menjunjung tinggi cinta tanah air dan keberagaman.

“Kita berharap generasi muda tidak hanya taat beragama, tapi juga mampu hidup damai dalam keberagaman. Mereka harus bisa menjadi duta perdamaian di lingkungan masing-masing,” ujarnya.

Para mahasiswa UINSA foto bersama dengan para guru MTs Wachid Hasyim  di depan Gedung sekolah sebagai bentuk bukti terjalin kerja sama demi mewujudkan kegiatan sosialisasi moderasi beragama. (doc. Dewi/ salah sati siswa MTs Wachid Hasyim)
Para mahasiswa UINSA foto bersama dengan para guru MTs Wachid Hasyim di depan Gedung sekolah sebagai bentuk bukti terjalin kerja sama demi mewujudkan kegiatan sosialisasi moderasi beragama. (doc. Dewi/ salah sati siswa MTs Wachid Hasyim)

Pihak MTs Wachid Hasyim menyambut baik kegiatan ini dan berharap agar edukasi sejenis bisa terus digalakkan di masa mendatang. Para guru melihat adanya semangat baru dari siswa untuk lebih terbuka terhadap perbedaan dan memiliki pemahaman yang lebih utuh tentang agama.

Kegiatan diakhiri dengan sesi dokumentasi bersama dan penyerahan kenang-kenangan. Para siswa pun meninggalkan kelas dengan penuh antusiasme dan harapan baru. Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan karakter berbasis moderasi beragama dapat dimulai sejak bangku sekolah, dengan pendekatan yang kreatif dan penuh empati.

Simak berita terbaru kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Krajan.id WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029VaAD5sdDOQIbeQkBct03 Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *