Menghidupkan Kembali Shalawat Dulang: Jejak Spiritual dan Budaya Minangkabau

Salawat Dulang, prosa lama Minangkabau yang tidak hanya menjadi sarana dakwah, juga menjadi hiburan masyarakat. (istimewa)
Salawat Dulang, prosa lama Minangkabau yang tidak hanya menjadi sarana dakwah, juga menjadi hiburan masyarakat. (istimewa)

Menyaksikan langsung pertunjukan shalawat dulang di Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang memberikan pengalaman yang menggugah bagi penulis. Pertunjukan itu bukan hanya sekadar sajian artistik, melainkan sebuah perenungan mendalam tentang bagaimana generasi muda Minangkabau memandang dan meresapi warisan budaya mereka sendiri.

Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi, ada jarak yang semakin menganga antara masyarakat modern, khususnya generasi muda, dengan tradisi yang sesungguhnya kaya akan nilai spiritual, moral, dan identitas budaya.

Bacaan Lainnya

Pertunjukan yang disaksikan memperlihatkan dua pria dewasa duduk bersila saling berhadapan, masing-masing memegang dulang logam kuningan berdiameter sekitar 65 cm. Mereka melantunkan syair secara bergantian sembari menabuh dulang dengan irama khas yang menggema.

Mata tertutup, kepala bergoyang, dan suara mereka keluar penuh penghayatan. Walau ruangan cukup ramai, para pelantun tetap fokus, tidak terganggu oleh tepuk tangan penonton, seolah mereka berada dalam dimensi spiritual yang dalam, sepenuhnya larut dalam makna shalawat yang dilantunkan.

Syair yang dibawakan bukan sekadar puisi biasa. Di dalamnya terkandung pesan-pesan moral, keagamaan, serta pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Namun lebih dari itu, cara penyampaiannya sangat personal dan menyentuh.

Penonton tidak hanya menyimak syair, melainkan diajak untuk merasakan kedalaman pesan spiritual yang dibawakan. Bahkan dalam momen tertentu, mereka menyisipkan improvisasi yang disesuaikan dengan situasi, seperti menyapa mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Andalas (UNAND) yang hadir, menggunakan bentuk syair seolah menjadi bagian dari pertunjukan spontan namun tetap harmonis.

Shalawat dulang, atau salawaik dulang dalam pelafalan lokal, adalah bagian dari sastra lisan Minangkabau yang menggabungkan nilai-nilai agama dengan seni pertunjukan. Dulunya, dulang berfungsi sebagai wadah makan dalam acara adat, namun dalam kesenian ini, ia menjadi alat musik tradisional yang mengiringi lantunan syair. Isi syairnya tak hanya pujian kepada Nabi, tetapi juga ajakan untuk hidup berakhlak, taat kepada agama, dan meneladani nilai-nilai luhur Islam.

Tradisi ini biasanya tampil dalam berbagai peristiwa penting seperti peringatan Maulid Nabi, malam-malam keagamaan di surau atau masjid, serta pesta pernikahan. Dalam pernikahan adat Minang, syair shalawat dulang menjadi doa bagi kedua mempelai, menciptakan suasana sakral dan religius.

Bahkan di beberapa daerah, pertunjukan ini menjadi pembuka kedatangan rombongan pengantin pria, sekaligus sebagai hiburan bermakna bagi tamu undangan.

Salah satu hal yang membuat shalawat dulang unik adalah syair yang tidak dibaca dari teks tertulis. Semuanya dihafal dan diwariskan secara turun-temurun. Namun, seiring perkembangan zaman, penulis melihat bahwa pertunjukan di ISI Padang Panjang memperlihatkan bentuk baru dengan naskah syair yang lebih cair, spontan, dan mungkin telah mengalami modifikasi. Meski begitu, hal ini justru memperkuat bahwa shalawat dulang bukan hanya ritual statis, melainkan sebuah tradisi yang dinamis dan adaptif.

Di balik keindahan dan kedalaman syairnya, shalawat dulang juga memainkan peran penting dalam pendidikan keagamaan masyarakat Minangkabau. Dahulu, sebelum Islam diajarkan secara formal, masyarakat belajar agama melalui bentuk tradisi lisan semacam ini.

Di sinilah nilai pendidikan dan dakwah Islam dijalankan secara halus melalui seni. Tradisi ini tidak hanya mengajarkan agama, tapi juga menanamkan rasa cinta terhadap budaya, membentuk kepribadian yang religius sekaligus berbudaya.

Asal-usul tradisi ini berkaitan erat dengan para ulama Minangkabau yang pernah belajar ke Aceh, salah satunya Syekh Burhanuddin dari Ulakan, tokoh penting dalam penyebaran Islam di pesisir barat Sumatera Barat.

Beliau dikenal luas dan jasanya terekam dalam sejarah, termasuk dalam pembentukan tradisi keagamaan seperti shalawat dulang. Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah Minangkabau seperti Luhak Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota, Rantau Pesisir, dan Pasaman.

Penulis sendiri pernah menyaksikan penampilan serupa di Pariaman, kampung halaman penulis. Ada nuansa lokal yang sedikit berbeda, terutama dalam penggunaan syair sindiran yang menjadi ciri khas masyarakat pesisir. Nuansa itu memperkaya khazanah shalawat dulang dan membuktikan bahwa tradisi ini tidak monolitik, tetapi hidup dan tumbuh dalam konteks sosial masing-masing daerah.

Namun, di balik segala kekayaan dan kedalaman nilai, shalawat dulang kini menghadapi tantangan serius. Banyak generasi muda yang bahkan belum pernah mendengarnya, apalagi menyaksikan pertunjukannya secara langsung. Bukan hanya karena kurangnya informasi, tetapi juga karena medium penyampaiannya belum cukup akrab dengan dunia digital yang lekat dengan kehidupan mereka.

Di sinilah pentingnya pendekatan baru dalam pelestarian tradisi. Dokumentasi digital, pengarsipan audiovisual, hingga kolaborasi antara seniman tradisi dan kreator konten menjadi sangat mendesak.

Selama nilai-nilai utamanya tetap dijaga, perubahan bentuk pertunjukan bukanlah kemunduran. Justru, pendekatan kreatif ini bisa menjadi jembatan untuk menjangkau generasi muda, agar tradisi ini tidak terkubur oleh zaman.

Shalawat dulang adalah warisan budaya dan spiritual Minangkabau yang tak ternilai harganya. Ia bukan hanya pengingat sejarah, tetapi juga pelajaran hidup. Jika tidak dijaga, bukan tidak mungkin dalam beberapa dekade ke depan, generasi muda hanya akan mengenalnya lewat catatan kaki buku sejarah atau potongan video pendek tanpa konteks.

Oleh karena itu, menghidupkan kembali shalawat dulang bukan hanya tanggung jawab seniman atau budayawan, melainkan tugas bersama kita semua untuk menjadikan tradisi sebagai bagian dari kehidupan masa kini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *