Mewujudkan Pemerintahan Desa Kemang yang Transparan dan Bertanggung Jawab

Opini Imanuel Meivaldo Tarigan
Opini Imanuel Meivaldo Tarigan

Sebagai garda terdepan dalam struktur pemerintahan di Indonesia, pemerintahan desa memegang peranan penting dalam menjembatani kebutuhan masyarakat dengan kebijakan nasional dan provinsi.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah desa diberikan kewenangan lebih luas untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakatnya sendiri. Namun, otonomi ini tentu datang bersamaan dengan tanggung jawab besar yang menuntut profesionalisme, transparansi, serta keberpihakan kepada rakyat.

Bacaan Lainnya

Sebagai warga yang peduli terhadap kemajuan desa, sudah sewajarnya saya memperhatikan dan mengevaluasi kinerja para pemimpin, termasuk Kepala Desa Kemang. Akhir-akhir ini, semakin banyak keluhan dari masyarakat yang merasa kecewa dengan kepemimpinan beliau.

Suara-suara tersebut tidak boleh dipandang sebelah mata, karena menyangkut hal-hal fundamental dalam kehidupan masyarakat, seperti pembangunan, transparansi, dan partisipasi publik.

Salah satu isu krusial yang menjadi sorotan adalah minimnya pembangunan infrastruktur. Banyak jalan desa yang rusak parah namun tidak segera diperbaiki. Sistem drainase yang buruk menyebabkan banjir ketika musim hujan tiba, dan fasilitas umum seperti posyandu, balai warga, serta sarana olahraga masih sangat terbatas bahkan tidak layak digunakan.

Hal ini menghambat aktivitas warga serta memengaruhi roda perekonomian desa. Jika infrastruktur dasar saja belum menjadi prioritas, lantas apa yang sebenarnya menjadi fokus pemerintahan desa saat ini?

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa juga patut dipertanyakan. Dana desa seharusnya menjadi pendorong utama pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Namun, informasi mengenai alokasi anggaran, pelaksanaan program, serta laporan pertanggungjawaban sering kali tidak tersedia secara terbuka bagi masyarakat. Ketiadaan informasi ini menimbulkan kecurigaan dan mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah desa.

Tak hanya itu, komunikasi antara pemerintah desa dengan warga juga dinilai kurang efektif. Musyawarah desa, yang idealnya menjadi ruang diskusi untuk mendengarkan aspirasi warga, justru sering kali terkesan formalitas semata.

Banyak warga merasa pendapat mereka tidak dihargai, dan keputusan sering kali dibuat tanpa melibatkan suara masyarakat secara utuh. Akibatnya, program-program yang dijalankan kerap tidak sesuai dengan kebutuhan riil warga.

Di sisi lain, persoalan sosial di Desa Kemang juga belum ditangani dengan maksimal. Pengelolaan sampah yang tidak tertata, minimnya program pemberdayaan ekonomi untuk anak muda dan perempuan, hingga respon lambat terhadap isu keamanan lingkungan menjadi bukti bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa fokus pembangunan belum menyentuh akar persoalan masyarakat.

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa jika masalah-masalah ini benar adanya, maka sudah saatnya Kepala Desa Kemang melakukan refleksi mendalam dan mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kinerja.

Kepercayaan masyarakat adalah aset utama seorang pemimpin. Ketika kepercayaan itu luntur, maka pembangunan desa akan terhambat, dan potensi besar yang dimiliki Kemang tak akan pernah bisa terwujud secara maksimal.

Masyarakat Kemang berharap ada perubahan yang konkret, bukan hanya janji. Sudah waktunya Kepala Desa Kemang membuktikan komitmennya untuk melayani dengan sepenuh hati, membangun desa secara transparan dan bertanggung jawab, serta mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama membangun Kemang menjadi desa yang maju, nyaman, dan sejahtera.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *