Peran Agenda Setting dalam Komunikasi Kang Dedi Mulyadi: Media sebagai Alat Edukasi dan Disiplin Anak Nakal melalui Barak Militer

Media sosial bukan hanya ruang hiburan, tetapi menjadi panggung strategis untuk membentuk persepsi publik dan mendidik karakter bangsa. (GG)
Media sosial bukan hanya ruang hiburan, tetapi menjadi panggung strategis untuk membentuk persepsi publik dan mendidik karakter bangsa. (GG)

Teori agenda setting pertama kali diperkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972. Teori ini menjelaskan bagaimana media massa mampu membentuk persepsi publik terhadap isu-isu tertentu, bukan dengan memberi tahu masyarakat apa yang harus dipikirkan, melainkan isu apa yang perlu dipikirkan.

Teori ini lahir dari studi mereka terhadap pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1968 dan menunjukkan bahwa media memiliki kemampuan untuk memengaruhi perhatian publik terhadap isu tertentu dengan menekankan pemberitaan pada topik-topik tersebut.

Bacaan Lainnya

Akar teori ini sebenarnya telah lebih dahulu disampaikan oleh Walter Lippmann, yang berpendapat bahwa media membentuk realitas publik melalui representasi yang disajikan. Bernard Cohen (1963) juga menguatkan hal ini dengan menyatakan bahwa media sangat efektif dalam menentukan isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat.

Menurut Griffin (2010), McCombs dan Shaw menyampaikan bahwa “media massa memiliki kemampuan untuk menggeser agenda beritanya ke dalam agenda publik.” Artinya, media bukan sekadar penyampai informasi, melainkan berperan penting dalam membentuk struktur kesadaran dan pengetahuan publik.

Figur Kang Dedi Mulyadi di Mata Publik

Dedi Mulyadi, yang akrab disapa Kang Dedi atau KDM, menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat periode 2025–2030. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Bupati Purwakarta dua periode dan juga sebagai anggota DPR RI. Sosoknya dikenal luas sebagai pemimpin yang merakyat, humanis, dan aktif berkomunikasi dengan publik.

Salah satu ciri khas Kang Dedi adalah pendekatannya yang langsung, blusukan ke berbagai wilayah, serta menjadikan media sosial sebagai sarana utama komunikasi. Kanal YouTube dan TikTok pribadinya, @dedimulyadiofficial, menjadi wadah berbagi aktivitas kesehariannya yang tidak hanya informatif, tetapi juga menghibur dan edukatif.

Lebih dari itu, Kang Dedi juga dikenal sebagai tokoh yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Sunda, serta memadukan unsur moral dan etika dalam setiap kebijakan. Gaya kepemimpinannya yang memadukan ketegasan dan kedekatan personal menjadikannya dicintai masyarakat dan dijuluki sebagai “Gubernur Konten“.

Solusi Barak bagi Anak Nakal: Inovasi Humanis

Salah satu kebijakan yang menuai banyak perhatian adalah pendekatan Kang Dedi dalam menangani kenakalan remaja. Anak-anak yang terlibat dalam geng motor, merokok, bolos sekolah, hingga membangkang terhadap orang tua, tidak langsung dijatuhi sanksi pidana. Sebaliknya, mereka dikumpulkan dalam sebuah tempat yang dinamai “barak“, sebuah tempat khusus yang dirancang sebagai wadah pembinaan.

Di barak ini, mereka dibimbing secara mental dan moral. Mereka mengikuti kegiatan terstruktur seperti pelatihan keterampilan, pembinaan spiritual, serta diajak memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Tujuannya adalah agar mereka bisa kembali ke masyarakat dengan sikap dan pola pikir yang lebih baik.

Program barak ini bukan hukuman, melainkan bentuk intervensi sosial berbasis empati dan pendidikan karakter. Kang Dedi menunjukkan bahwa penyelesaian masalah sosial bisa dilakukan dengan pendekatan non-represif, yang justru menekankan pada perubahan perilaku jangka panjang.

Media sebagai Kanal Agenda Setting

Strategi komunikasi Kang Dedi terlihat jelas melalui bagaimana ia membingkai program barak ini di media sosial. Dalam beberapa video TikTok yang viral, ia memberikan peringatan kepada anak-anak nakal dengan gaya yang jenaka namun tetap tegas. Misalnya, ia menyatakan akan “menjemput langsung” anak-anak yang tidak mau mandi, bangun pagi, atau yang melawan orang tua, untuk dikirim ke barak.

Respons publik pun sangat besar. Banyak orang tua merasa terbantu karena anak-anak mereka menjadi lebih patuh. Bahkan, video-video reaksi anak-anak yang menangis karena takut dijemput Kang Dedi menjadi hiburan sekaligus alat edukasi. Ini memperlihatkan bagaimana media sosial tidak hanya menjadi sarana dokumentasi, melainkan alat efektif dalam memengaruhi perilaku sosial.

Netizen pun memberikan tanggapan positif. Tidak sedikit orang tua yang mulai menjadikan video Kang Dedi sebagai bagian dari narasi edukatif dalam keluarga. Video tersebut menyebar dengan cepat, membentuk persepsi bahwa masalah kedisiplinan anak adalah isu yang mendesak dan harus segera ditangani.

Strategi Agenda Setting ala Kang Dedi

Dalam konteks teori agenda setting, Kang Dedi secara strategis menjadikan isu barak anak nakal sebagai agenda utama melalui kanal pribadi di media sosial. Ia tidak bergantung pada media konvensional, melainkan memilih menyampaikan pesan langsung kepada publik. Hal ini memberi kesan otentik, personal, dan membentuk kepercayaan masyarakat.

Program ini menjadi viral, bukan hanya karena substansinya yang menarik, tetapi karena konsistensi narasi yang dibangun. Konten yang diunggah secara berkala membuat publik menjadikannya topik pembicaraan. Kang Dedi berhasil mengarahkan fokus publik terhadap isu pendidikan karakter melalui pendekatan media digital.

Lebih jauh, media sosial digunakan untuk membentuk cerita yang selaras dengan citra kepemimpinannya. Narasi tentang ketegasan, kedekatan dengan masyarakat, serta kepedulian terhadap generasi muda, semua itu terangkum dalam tayangan-tayangan video yang disebarkan.

Keberhasilan strategi ini menunjukkan bahwa agenda setting tidak hanya berfungsi pada media massa arus utama, tetapi juga dapat dioperasikan secara efektif oleh individu melalui media digital. Dengan kata lain, Kang Dedi telah menggabungkan peran sebagai pemimpin sekaligus pengendali narasi.

Media Menentukan Prioritas Publik

Ketika isu barak anak nakal terus muncul dalam konten Kang Dedi, publik mulai memandang isu ini sebagai urgensi sosial. Media membantu masyarakat memfokuskan perhatian pada masalah tertentu, dalam hal ini adalah kenakalan remaja dan pendidikan karakter.

Frekuensi unggahan, pendekatan visual yang menyentuh emosi, serta kehadiran figur pemimpin yang langsung terlibat, semua itu memperkuat posisi isu dalam ruang kesadaran publik. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar agenda setting: semakin sering suatu isu diangkat, semakin besar kemungkinan masyarakat menganggapnya penting.

Dengan demikian, media sosial bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menyusun struktur pemikiran masyarakat, membantu mereka menilai mana yang penting dan mana yang tidak.

Citra Pemimpin Inovatif dan Edukatif

Kang Dedi Mulyadi merupakan contoh nyata bagaimana pemimpin bisa menggunakan kekuatan media untuk membangun komunikasi yang efektif, menyentuh, dan membentuk opini publik. Program barak bukan sekadar kebijakan, tetapi menjadi simbol dari pendekatan edukatif yang humanis.

Melalui strategi agenda setting, ia berhasil memosisikan isu kedisiplinan anak sebagai fokus utama yang diperbincangkan masyarakat. Pendekatannya yang memadukan tegas dan jenaka dalam media sosial membuat pesan-pesannya diterima dengan baik oleh berbagai kalangan.

Citra sebagai “Gubernur Konten” tidak hanya melekat karena keberadaan di media sosial, tetapi karena kemampuannya menyampaikan narasi yang kuat, konsisten, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam dunia yang serba digital, Kang Dedi telah menunjukkan bahwa komunikasi politik dapat menjadi alat edukasi yang membangun, bukan sekadar pencitraan.

Dengan memanfaatkan media sosial secara strategis, ia tidak hanya menyampaikan kebijakan, tetapi juga membangun koneksi emosional dan intelektual dengan rakyat. Itulah kekuatan sejati dari komunikasi seorang pemimpin.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *