Fenomena juru parkir liar kerap menjadi keluhan warga yang hendak berbelanja di toko modern. Bukan hanya soal nominal pungutan yang tak sesuai, namun juga karena kehadiran mereka seringkali tidak diinginkan.
Banyak warga merasa keberatan ketika harus membayar parkir, padahal hanya singgah sebentar. Bahkan, pemberian uang parkir senilai dua ribu rupiah pun kadang masih dianggap kurang oleh para juru parkir liar.
Situasi ini memunculkan keresahan di tengah masyarakat kota Surabaya. Menanggapi kondisi tersebut, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengambil langkah tegas dengan melakukan aksi penertiban terhadap toko modern yang tidak menyediakan juru parkir resmi. Langkah ini merupakan bagian dari upaya Pemkot dalam memberantas praktik parkir liar yang selama ini meresahkan.
Ditemukan bahwa banyak toko modern di Surabaya sudah memasang papan bertuliskan “Parkir Gratis”, namun tetap saja dikuasai oleh juru parkir liar yang muncul secara sepihak dan meminta bayaran. Mereka bahkan bertindak seolah-olah memiliki otoritas atas lahan parkir tersebut. Padahal, kontribusi mereka terhadap pengaturan dan keamanan kendaraan pelanggan sangatlah minim.
Dalam menyikapi hal ini, Wali Kota Surabaya menekankan bahwa toko-toko modern wajib menyediakan juru parkir resmi dengan atribut yang jelas, seperti rompi bertuliskan “Parkir Gratis”. Juru parkir resmi ini bertugas bukan untuk memungut bayaran, melainkan membantu pengaturan kendaraan dan memastikan keamanan area parkir.
Sebagai bentuk sanksi, toko modern yang tidak mematuhi ketentuan ini akan disegel oleh pemerintah kota. Lahan parkirnya akan ditutup dan diberi garis polisi, sehingga pelanggan terpaksa memarkirkan kendaraan di luar area toko.
Ini tentu menimbulkan potensi kemacetan, ketidaknyamanan, hingga penurunan minat belanja dari pelanggan. Penyegelan toko modern jelas memberi dampak langsung terhadap operasional bisnis—dari sepinya pelanggan, risiko kerugian, hingga beban tetap seperti gaji karyawan dan biaya sewa bangunan.
Pemkot Surabaya telah mencanangkan penertiban terhadap sekitar 800 toko modern, dan kebijakan ini akan terus bergulir. Menariknya, pelanggan memang tidak dikenakan biaya parkir, namun pemilik toko diwajibkan membayar pajak parkir sebesar 10% dari omzet parkir kepada pemerintah daerah.
Ini menimbulkan pertanyaan: mengapa bukan pemerintah yang secara langsung mengelola juru parkir di lokasi-lokasi strategis seperti toko modern?
Jika pemerintah yang merekrut dan menugaskan juru parkir resmi di toko-toko modern, maka hal ini bisa sekaligus menjadi solusi pengangguran. Dengan membuka lapangan kerja baru sebagai juru parkir resmi, pemerintah dapat mengatasi dua masalah sekaligus: mengurangi angka pengangguran dan memberantas praktik parkir liar.
Kebijakan ini sebenarnya memiliki potensi besar dalam menciptakan sistem parkir yang tertib, adil, dan nyaman bagi masyarakat. Namun tentu saja, implementasinya tidak bisa dilakukan setengah hati. Harus ada pengawasan berkala dari Pemkot untuk memastikan bahwa toko modern benar-benar menyediakan juru parkir resmi dan tidak kembali dikuasai oleh juru parkir liar.
Dalam konteks yang lebih luas, masalah parkir liar ini juga berkaitan erat dengan isu keamanan kendaraan, ketertiban lalu lintas, hingga keberlangsungan usaha mikro dan toko retail modern.
Keberadaan juru parkir resmi yang benar-benar bertugas dengan baik bukan hanya akan menciptakan rasa aman bagi pelanggan, namun juga menjadi bagian dari wajah pelayanan publik yang tertib dan profesional.
Penyegelan toko mungkin tampak sebagai tindakan keras, namun dalam kerangka penegakan peraturan, langkah ini merupakan bentuk ketegasan pemerintah demi kepentingan masyarakat luas. Justru dengan adanya penertiban ini, diharapkan muncul kesadaran kolektif baik dari pelaku usaha maupun warga untuk bersama-sama menciptakan kota yang lebih nyaman dan tertib.
Langkah Wali Kota Eri Cahyadi perlu diapresiasi, selama tetap disertai dengan pendekatan yang proporsional dan adil. Pemerintah tidak hanya bertindak sebagai penegak, tetapi juga harus hadir sebagai fasilitator yang menciptakan sistem dan peluang baru bagi masyarakat.
Dengan demikian, kebijakan penertiban parkir ini bisa menjadi bagian dari strategi yang lebih luas dalam menata kota, meningkatkan pelayanan publik, serta memperluas akses pekerjaan formal bagi warga.





